Oleh : Rm. Yohanes Indrakusuma, O.Carm
Kalau kita baca dalam Injil Lukas, ada dua kali disebutkan bahwa Maria merenungkan segala peristiwa yang dia alami dalam terang iman dan menyimpan dalam hatinya.
· Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka. Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya. (Luk 2:18-19).
· Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. (Luk 2:51)
Dengan merenungkan dan meresap-resapkan Sabda Tuhan, orang dapat menemukan cahaya baru yang menerangi dan menjelaskan apa yang dialaminya. Dengan merenungkan, meresapkan dan menginteriorisasi semuanya itu, orang dapat melihat sesuatu dalam iman.
Iman ini makin meresap dan mendalam, dan makin mempengaruhi cara berpikirnya, cara melihatnya, dan tentu saja cara bertindaknya. Iman yang terus diperdalam ini lama-kelamaan menjadi suatu sikap. Sikap inilah yang disebut kontemplatif.
Seorang kontemplatif pertama-tama adalah orang yang hidup dalam iman. Dahulu istilah kontemplatif lebih dibandingkan dengan istilah ‘aktif’, yaitu orang yang aktif dan kontemplatif. Dalam tradisi gereja aktif dan kontemplatif tidak dikaitkan dengan cara hidup biarawan dan biarawati tertentu, tetapi lebih dikaitkan dengan perkembangan iman seseorang. Sehingga jika pada permulaan orang menjadi ‘aktif’, artinya imannya belum begitu mendalam, selain itu karya kerasulan disebut juga sebagai hidup aktif.
Orang kontemplatif, yang hidup imannya makin mendalam, ia akan makin meresapkan Sabda Allah, mengenal Allah, serta mengalami kasih-Nya. Ia berpindah dari hidup yang aktif ke dalam hidup kontemplatif. Dalam perkembangannya, hidup kontemplatif dikaitkan dengan kelompok-kelompok tertentu yang membaktikan seluruh hidupnya untuk doa dan kontemplasi yang kemudian disebut pola atau cara hidup kontemplatif. Namun pada permulaan, istilah kontemplatif dikaitkan dengan perkembangan rohani seseorang. Sebagai contoh, di antara para suster dari serikat aktif dapat dijumpai suster yang boleh dikatakan seorang kontemplatif yang sejati, tetapi ini tidak dijumpai pada suster-suster kontemplatif. Suster ini mempunyai hidup iman yang mendalam dan melihat segala sesuatu dalam terang iman. Tidak hanya para religius, seorang awampun dapat menjadi seorang kontemplatif.
Demikian juga dengan Bunda Maria, walaupun ia tidak mempunyai “klausura” (tempat tertutup untuk para biarawan-biarawati kontemplatif dan tidak boleh dikunjungi kaum awam), dan juga tidak mempunyai biara, namun dengan terus menerus Maria merenungkan dan meresap-resapkan Sabda Allah, maka Ia melihat segala sesuatu dalam terang iman.
Bagi kita, suatu suasana atau iklim rohani dalam keheningan dan kesunyian sangat membantu untuk tumbuhnya sikap kontemplatif. Sebaliknya, sering kali terjadi pada orang-orang yang sibuk menulis dan sebagainya, kalau tidak menyediakan waktu untuk melakukan refleksi, umumnya tidak menjadi ‘kemtemplatif’.
Karena peresapan Sabda yang terus menerus, maka Maria dapat mengenali dan melihat segala sesuatu dalam peristiwa yang dialaminya dalam terang iman, serta dapat mengenali Kehadiran Tuhan dalam setiap perkara yang dialaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar