Tampilkan postingan dengan label Tulisan Rm.Yohanes I. OCarm. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tulisan Rm.Yohanes I. OCarm. Tampilkan semua postingan

5/20/2015

Hidup Dalam Bimbingan Roh Kudus

Oleh : Rm. Yohanes Indrakusuma, O.Carm



1. Dasar-dasar bimbingan Roh Kudus

Inti agama Kristen adalah hubungan pribadi dengan Allah. Yesus datang ke dunia dengan tujuan "supaya barang siapa yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan memperoleh hidup yang kekal." (Yoh. 3:16) Hidup yang kekal ini bukan lain daripada "mengenal Bapa, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang diutus-Nya."(Yoh.17:3) Hubungan pribadi itu begitu eratnya, sehingga Yesus menggambarkannya sebagai hubungan antara pokok anggur dan ranting-rantingnya. "Akulah pokok anggur dan kamu ranting-rantingnya." (Yoh.15: 5)
Hubungan pribadi itu mengandaikan komunikasi dari dua pihak. Dari pihak Allah hal itu diungkapkan dalam perhatian dan penyelenggaraan terhadap manusia serta segala kebutuhannya. Allah memperhatikan manusia sampai hal yang sekecil-kecilnya, karena tiada sesuatu pun yang luput dari pandangan Allah, bahkan burung-burung di udara tidak lepas dari perhatian dan penyelenggaraan Allah. Itulah sebabnya Yesus dalam Injil Mat. 6:25-30 mengatakan, bahwa kita tidak usah kuatir akan apapun juga, baik itu tentang makanan maupun pakaian, karena Bapa yang memelihara burung-burung di udara dan bunga-bunga di ladang juga akan memenuhi segala keperluan kita.

Kemudian sebagai alasan yang lebih dalam dikatakan-Nya, "Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di surga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu." (Mat. 6:32) Ketika mengajar tentang doa, Yesus bersabda supaya kalau berdoa jangan bertele-tele memakai banyak kata seperti kebiasaan orang kafir, yang mengira, bahwa karena banyaknya kata-kata, doanya akan dikabulkan. Kemudian dikatakan-Nya, "Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui, apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya." (Mat. 6:8)

Dari pihak manusia hubungan itu diungkapkan dalam iman penuh penyerahan diri, seperti diungkapkan Santo Paulus, "Hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Gal. 2:20) Iman ini diungkapkan dalam pelaksanaan kehendak Allah sebagai jawaban, "Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku." (Yoh. 14:23)

Dari semuanya itu kiranya jelas, bahwa agama Kristen bukanlah suatu rentetan hukum-hukum, peraturan-peraturan, dan perintah-perintah yang harus ditaati, melainkan pertama-tama adalah suatu relasi pribadi dengan Allah sendiri. Memang, hukum, peraturan, dan perintah diperlukan sebagai bantuan, supaya kita dapat mengerti apa yang dikehendaki Allah. Hal itu khususnya berlaku pada awal hidup rohani kita, sebab pada awalnya orang belum cukup mampu untuk mengikuti bimbingan Allah yang lebih langsung. Namun kemudian, kalau hubungan pribadi itu berkembang Allah akan membimbing kita secara lebih pribadi dan langsung.

Oleh karena itu pula, bila orang tidak memiliki hubungan pribadi yang nyata dengan Allah, hidupnya lebih dipimpin oleh peraturan-peraturan yang anonim. Banyak orang yang hidupnya dikuasai perintah-perintah yang negatif, jangan berdusta, jangan mencuri, jangan menipu, jangan berzinah, dan lain-lain, namun pada dasarnya hidupnya masih dikuasai oleh kehendak sendiri, keinginan sendiri. Kalaupun ia giat dalam kegiatan Gereja, semuanya itu masih sebagian besar demi kepentingan diri sendiri, bukan karena cinta kepada Allah. Ia tetap menentukan sendiri arah dan keputusan hidupnya, bukan Allah.

Dalam kenyataannya sedikit sekali orang yang sadar, bahwa hidupnya seharusnya diserahkan ke dalam bimbingan Allah yang telah lebih dahulu mengasihi dia. (Yoh. 4:10) Sedikit sekali yang berani menyerahkan hidupnya ke dalam bimbingan Allah dalam kepercayaan dan pasrah dari hari ke hari, dari saat ke saat.

Mengapa demikian? Karena ia tidak memiliki hubungan pribadi yang sadar dengan Allah, karena Allah jauh dan kurang hidup bagi dia, walaupun sebenarnya sangat dekat. Sebaliknya setelah orang mengalami pencurahan Roh Kudus, atau dibaptis dalam Roh, Allah menjadi begitu hidup bagi dia dan ia mengalami suatu relasi pribadi yang nyata dengan Allah. Karena pencurahan itu, Allah begitu hidup bagi dia dan ia jadi menggebu-gebu semangatnya dan seringkali menjadi berlebihan dalam banyak hal dan juga dalam menanggapi bimbingan Allah. Dalam hal ini dibutuhkan keseimbangan.

Bimbingan Allah itu dikerjakan oleh Allah Tritunggal Mahakudus Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Namun secara khusus bimbingan itu dilakukan oleh Roh Kudus, karena Dialah yang diberi tugas untuk itu oleh Bapa. Roh itulah yang dianugerahkan Allah kepada kita dan yang menjadikan kita anak-anak Allah, sehingga kita dapat berkata "ya Abba, ya Bapa" (Rm. 8:15). Oleh karena itu, Dia pulalah yang membimbing semua anak Allah. "Semua orang, yang dipimpin Roh Allah adalah anak Allah." (Rm. 8:14) Bahkan pada saat-saat yang sukar, dalam masa penganiayaan, Dia pula yang akan mendampingi para murid Kristus. "Sebab bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Kudus." (Mrk. 13:11) dan Injil Lukas 12:12 mengatakan, "Sebab pada saat itu juga Roh Kudus sendiri akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan."

2. Cara-cara Allah membimbing

2.1 Bimbingan umum

Allah membimbing umat-Nya dengan dua cara, yaitu bimbingan umum dan khusus. Pada permulaan biasanya Allah membimbing umat secara umum lewat sabda-Nya dalam Kitab Suci, lewat Gereja, lewat arah hidup yang umum.

a. Kitab Suci
Kitab Suci adalah sumber bimbingan yang pertama dan utama. Lewat sabda-Nya dalam Kitab Suci Allah mengajar, menerangi, menyatakan kehendak-Nya, menegur dan menguatkan kita. Namun Kitab Suci tidak dapat ditafsirkan sesuka hati. Yang terutama harus kita ketahui ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri (2 Ptr. 2:20), tetapi harus ditafsirkan sesuai dengan iman Gereja Universal, Gereja Katolik. Kita boleh dan harus membaca firman Tuhan, namun dalam menafsirkannya harus tunduk pada tafsiran Gereja.

b. Gereja
Gereja sebagai persekutuan umat beriman di bawah kepemimpinan Paus dan para uskup merupakan Umat Allah yang didirikan oleh Yesus Kristus sendiri. Oleh karena itu, Yesus secara istimewa memberikan Roh-Nya kepada Gereja itu, supaya ia selalu setia dan tidak sesat. Kehadiran Roh Kudus yang istimewa dalam Gereja menjadikannya mampu untuk mengerti kehendak dan bimbingan Roh sendiri dan menafsirkannya untuk tiap masa dan situasi bagi umat beriman. Gereja juga diberi karunia dan wewenang untuk menafsirkan Kitab Suci secara tepat. Itulah sebabnya kita harus mempelajari sabda Tuhan dan ajaran iman Gereja, supaya tahu apa yang dikehendaki Allah bagi kita.

c. Status hidup
Pada umumnya kehendak Allah tidak dapat bertentangan dengan status hidup yang telah dipilih oleh seseorang, biarpun kadang-kadang ada pengecualian juga. Misalnya seorang kepala keluarga harus bertanggungjawab atas kesejahteraan keluarganya. Oleh sebab itu, ia tidak dapat memberikan pelayanan dengan mengabaikan kewajiban tersebut.

2.2 Bimbingan khusus

Dalam Perjanjian Baru, Allah sering memberikan bimbingan secara khusus. Yesus telah mencurahkan Roh-Nya kepada semua orang yang percaya kepada-Nya, supaya mereka itu mengalami kehadiran, hiburan, kuasa, dan bimbingan Allah. Karena adanya hubungan pribadi, Allah ingin secara khusus berbicara kepada umat-Nya serta membimbing mereka, bukan hanya secara kolektif atau masal, melainkan juga secara pribadi. Inilah perbedaan yang menyolok dengan Perjanjian Lama, yaitu saat umat umumnya hanya dibimbing secara masal. Bimbingan khusus ini dapat berupa:

a. Inspirasi atau ilhamInspirasi ialah penerangan Roh Kudus yang diberikan kepada seseorang secara langsung untuk mengerti atau melakukan sesuatu. Roh dapat memberikan inspirasi tersebut kepada seseorang dan dengan demikian menyatakan kehendak-Nya kepada orang tersebut. Inspirasi dapat disertai dorongan Roh. Inspirasi dapat berlaku untuk suatu rencana jangka panjang.

b. Dorongan Roh
Ini merupakan rasa batin yang dialami oleh seseorang yang memberikan keyakinan, bahwa Allah ingin, agar dia melakukan atau mengatakan sesuatu. Ini biasanya ditujukan untuk suatu tindakan dalam jangka pendek. Dorongan ini merupakan suatu desakan batin dari Roh, tidak sama dengan perasaan, walaupun kadang-kadang juga bisa dirasakan. Ini merupakan suatu pengalaman pribadi dan subyektif dan karenanya dapat keliru. Namun hal itu adalah sesuatu yang amat berharga dan merupakan buah umum dari pencurahan Roh Kudus. Kemungkinan bahwa orang dapat keliru bukan alasan untuk membunuhnya, melainkan diperlukan kebijaksanaan untuk membeda-bedakan roh, untuk mengadakan discernment.

c. Tanda-tanda
Ini cara lain yang juga sering dipakai Allah untuk berbicara kepada kita. Tanda yang paling sering dipakai ialah teks Kitab Suci. Suatu saat teks Kitab Suci dapat tiba-tiba mencuat keluar dan menyentuh hati kita, kadang- kadang dapat dalam sekali, seolah-olah teks itu ditujukan kepada kita secara pribadi. Teks-teks seperti itu amat baik untuk meneguhkan dorongan Roh atau inspirasi. Kadang-kadang ada orang yang berdoa untuk suatu teks, mohon kepada Allah untuk menunjukkan kehendak-Nya melalui teks-teks Kitab Suci. Hal itu dapat dilakukan dengan dua cara:
- membuka Kitab Suci begitu saja
- memperhatikan teks yang muncul dalam pikiran setelah berdoa
Cara-cara ini, walaupun dapat berasal dari Tuhan, namun sangat berbahaya, khususnya dengan membuka Kitab Suci begitu saja. Dalam hal itu yang sering terjadi ialah, bahwa Kitab Suci berubah menjadi buku ramalan. Demikian pula memperhatikan teks yang muncul dalam pikiran, karena sukar sekali membedakan, mana yang dari pikiran sendiri, mana yang dari Allah. Dalam banyak hal yang muncul ialah pikiran sendiri. Oleh karena itu, cara- cara seperti ini hendaknya jangan dipakai.
Lain halnya kalau orang mendapat dorongan dari dalam untuk membuka Kitab Suci. Pada waktu itu teks tersebut akan mencuat dan memberikan keyakinan yang besar. Demikian pula bila teks itu tiba-tiba muncul sendiri dalam pikiran secara kuat dan konsisten. Kalau tidak, sebaiknya dihindari saja, karena mudah sekali orang keliru.
Kadang-kadang situasi atau keadaan yang menguntungkan dapat menjadi petunjuk kehendak Allah. Namun dalam hal ini pun kita harus hati-hati, karena setan juga dapat menciptakan suatu situasi tertentu. Dalam semuanya itu kita harus memakai akal yang sehat dan kita harus memperdalam pengertian kita tentang jalan-jalan Tuhan, khususnya dengan mempelajari tradisi Gereja lewat tokoh-tokohnya yang besar.
Dalam semuanya itu sikap dasar kita yang paling tepat ialah kerelaan untuk melaksanakan kehendak Allah. Bila kita sungguh-sungguh rela untuk melaksanakan kehendak-Nya, Tuhan akan menyatakannya kepada kita dengan cara yang tepat dan aman, tanpa keraguan.

d. Visiun dan sabda batin
Orang juga dapat menerima visiun, penglihatan, misalnya melihat Tuhan Yesus, Bunda Maria, orang kudus, atau sesuatu yang lain. Hal itu dapat terjadi lewat mata jasmani atau mata batin. Orang juga dapat mendengar sabda. Hal itu dapat terjadi lewat telinga jasmani maupun telinga batin. Namun, semuanya itu dapat berasal dari setan, dari diri sendiri atau dari Allah. Oleh karena itu, dalam hal ini kita harus sangat hati-hati.
Semakin jasmaniah, semakin berbahaya, karena semakin mudah ditiru oleh si jahat atau timbul dari fantasi sendiri. Oleh sebab itu dalam hal ini sikap kita ialah jangan mempedulikan. Mengapa? Kalau itu datangnya dari Allah, maka pada saat diberikan, buahnya sudah tertanam dalam hati kita, yaitu pertobatan, kerendahan hati, pertambahan iman dan cintakasih.
Tujuan Allah memberikan semuanya itu ialah untuk memperoleh buah-buah tersebut, bukan supaya orang dapat berbangga-bangga. Itu semua adalah pemberian Allah yang cuma-cuma dan diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kapan dikehendaki-Nya menurut kebijaksanaan-Nya. Mendambakan hal itu berarti membuka diri bagi penipuan si jahat. Sikap yang paling tepat dalam hal ini ialah sikap lepas bebas dalam kepasrahan kepada kebijaksanaan Allah, karena Ia lebih tahu apa yang kita perlukan, apa yang paling baik bagi kita.

2.3 Bimbingan khusus lewat orang lain

Belajar dari orang lain yang berpengetahuan dan berpengalaman serta minta nasihat-nasihatnya adalah suatu cara untuk lebih dapat mengenal kehendak Allah. Namun, secara konkret kita menghadapi persoalan besar, yaitu di manakah kita dapat menemukan orang yang sedemikian itu. Di mana harus kita cari? Namun bila kita sungguh-sungguh mencari kehendak Allah dengan tulus ikhlas, Allah akan mengutus orang semacam itu kepada kita pada saat kita sungguh memerlukannya.
Catatan:
Untuk menerima bimbingan Allah dan mengenali kehendak-Nya, kita harus belajar untuk membeda-bedakan bermacam-macam roh atau mengadakan discernment. Di sini kita bedakan dengan karunia membeda-bedakan bermacam-macam roh, yang merupakan karunia yang tidak tetap, yang diberikan Allah secara cuma-cuma kepada orang- orang tertentu, pada saat-saat tertentu pula. Inilah karunia Roh Kudus yang disebutkan Santo Paulus dalam 1 Kor. 12:10. Namun, di samping itu ada suatu proses discernment yang dapat kita pelajari berdasarkan pengertian yang sehat dan pengalaman para kudus, seperti yang tersimpan dalam Tradisi Gereja.

3. Tumbuh dalam menerima bimbingan

Supaya dapat tumbuh dalam menerima bimbingan Allah ini kita harus:

* Memperdalam hubungan pribadi kita dengan Allah lewat doa-doa pribadi.

* Rajin mempelajari dan meresap-resapkan sabda Allah dalam Kitab Suci. Namun, terutama dengan memupuk kerinduan untuk melaksanakan kehendak Allah, apapun itu, karena kita tahu, bahwa Allah hanya menghendaki yang terbaik bagi kita, walaupun mungkin saat itu kita belum dapat mengertinya.

* Penyerahan diri kepada Allah akan membuat kita semakin peka terhadap bisikan Roh Kudus yang berbicara pada kedalaman lubuk jiwa kita.

* Sabar untuk tumbuh dalam hubungan pribadi dengan Tuhan dan dalam menerima bimbingan, karena hal itu makan waktu. Lewat pengalaman-pengalaman sedikit demi sedikit kita akan tumbuh dalam hal bimbingan Allah itu.

Sharing :

* Bagaimana pengalaman Anda selama ini, sudahkah Anda selalu berjalan dalam bimbingan Tuhan dan mengikuti setiap kehendak-Nya? Sulitkah menjalankan hidup dalam bimbingan Roh Tuhan itu? Sharingkanlah pengalaman Anda

* Menurut Anda kapan saja kita membutuhkan bimbingan Roh Kudus itu?


Sumber : Majalah Rohani Vacare Deo (Media Pengajaran Komunitas Tritunggal Mahakudus)

Read more .....

9/25/2014

MARIA ORANG YANG PEKA DAN TANGGAP TERHADAP BIMBINGAN ROH KUDUS

Oleh : Rm Yohanes Indrakusuma, O.Carm
Berbeda dengan Zakharia yang harus mengalami kebisuan karena kurang tanggap terhadap rencana Allah, tetapi Maria sangat peka terhadap bimbingan Roh Kudus. Dalam terang Roh Kudus itu Maria dengan cepat mengerti rencana Allah dan tanggap terhadap kehendak Allah. Oleh karena itulah, setelah mengerti dan tanggap terhadap rencana dan kehendak Allah, dengan tiada ragu Maria dapat berkata : "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38).
Kita mengetahui bahwa Roh Kudus menjadi jiwa setiap orang beriman seperti yang diungkapkan oleh St. Paulus, bahwa : “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah” (Rm 8:14), juga ungkapan yang paling tepat kepada umatnya di Galatia : “Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh” (Gal 5:25). Ini berarti peka terhadap bimbingan, di mana Roh membimbing kita dan Roh memberikan inspirasi yang kita kenal dengan ketujuh karunia Roh Kudus. Roh itu mendorong, membimbing dan menguasai orang lewat karunia-karunia-Nya. Jika dibandingkan, karunia-karunia Roh Kudus itu ibarat antena-antena yang sangat peka. Melalui antena-antena ini, orang mampu menangkap gelombang-gelombang Roh Kudus. Hal ini menjadi berbahaya jika kita hanya mengandalkan kemampuan dan pengalaman kita sendiri. Karena itu kita perlu berada dalam ketaatan. Kadang-kadang orang mengira suatu saat Roh Allah yang berbicaa, tetapi ternyata ini berasal dari roh neraka atau roh jahat, sehingga banyak orang tertipu.
Salah satu ciri jika seseorang dikuasai oleh Roh Allah ialah jika ia tumbuh dalam kerendahan hati yang sejati. Orang yang dikuasai oleh Roh Allah tidak mungkin menjadi sombong, karena Allah menentang orang yang sombong, tetapi mengasihi orang yang setia dan rendah hati. Salah satu ciri yang jelas dari karunia-karunia Roh Kudus diketahui dari kerendahan hati.
Bunda Maria adalah seorang yang sangat rendah hati. Ini terungkap dalam perkataannya : Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.” (Luk 1:46-49). St. Teresa dari Avila mengatakan “Kerendahan hati tidak lain adalah kebenaran”, karena dalam terang Roh Kudus kita akan melihat siapakah aku ini ? Seperti yang dikatakan Tuhan Yesus kepada St. Katarina dari Siena “Aku adalah yang Ada, engkau bukan yang apa-apa”.
Semakin orang diterangi dan dibimbing oleh Roh Kudus, semakin ia menyadari kekecilannya, tetapi sekaligus dalam paradoksnya, walaupun ia kecil dan tidak berdaya, ia mengharapkan segala-galanya dari Allah. Seperti yang dikatakan Paulus : “Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.” (2 Kor 12:10) Karena kita berada dalam kuasa Allah yang tidak terbatas, maka bagi orang yang percaya ‘bagi Allah tiada yang mustahil’ (Luk 1:37).
Bunda Maria tanggap terhadap bimbingan Roh Kudus dan dia tidak menjadi takut terhadap seluruh konsekuensi yang timbul dari penyerahan dirinya “Aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Oleh karena itu Maria dapat melihat, mengerti dan menangkap apa yang menjadi kehendak Allah lewat inspirasi dan bimbingan Roh Kudus, seperti yang dikatakan Yesus : “Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh." (Yoh 3:8). Orang yang hidup dalam Roh, sering kali tidak dapat diduga-duga, karena ia tanggap dan peka terhadap inspirasi dan bimbingan Roh Kudus.
(Sumber : Majalah Hidup Dalam Roh)

Read more .....

5/17/2010

Hanya Untuk Hari Ini

(Puisi oleh St. Theresia Lisieux)
Hidupku adalah satu saat,
Satu jam yg berlalu
Hidupku adalah satu saat
yang tak terpegang
dan tak kukuasai
Engkau tahu, ya Tuhan,
untuk mencintai-Mu  di dunia ini
Aku hanya punya hari ini


Peduli amat Tuhan,
bila masa depan tampak kelabu
Berdoa untuk esok, tidak !
Aku tak mampu...
Jagalah hatiku murni
Tudungi aku dengan bayang-bayang-Mu
Hanya untuk hari ini

Jika aku berpikir tentang esok,
Aku takut goyah
Dalam hati kurasakan munculnya
kesedihan dan kebosanan,
Tapi aku rela menerimanya, Tuhan
Penderitaan, pencobaan,
Hanya untuk hari ini

Segera ku kan terbang
untuk memuji-Nya,
Bila hari tanpa malam,
akan bersinar atas jiwaku
Maka kan kunyanyikan
dengan kecapi para malaikat,
Hari ini yang abadi

Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Mat 6:34)

Read more .....

12/04/2008

MARIA TIPE ORANG BERIMAN

Oleh : Rm. Yohanes Indrakusuma, O.Carm

Maria adalah tipe orang beriman, Maria lebih dari yang lain-lain, selalu hidup dari iman dan dalam iman. Sewaktu menerima kabar gembira dari malaikat Gabriel, Maria menerima pesan yang kedengarannya mustahil itu dengan iman.

Kalau kita melihat pesan melaikat kepada Maria dan reaksi Maria saat melaikat mengatakan : “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." (Luk 1:31-33). Bagi Maria ini adalah sesuatu yang mustahil dan tentunya juga bagi manusia ini adalah mustahil. Walaupun demikian, Maria percaya karena ia memiliki hati yang rela bagi Allah. Kata Maria kepada malaikat itu: "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" (Luk 1:34)

Ini berbeda dengan ungkapan Zakharia di mana ia mengatakan : "Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Sebab aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya." (Luk 1:18). Maka malaikat memberi tanda kepada Zakharia, Jawab malaikat itu kepadanya: "Akulah Gabriel yang melayani Allah dan aku telah diutus untuk berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik ini kepadamu. Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya." (Luk 1:19-20).

Maria percaya kepada salam malaikat Gabriel, sehingga ketika ia mengunjungi Elizabeth, Elizabeth mengatakan : “Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana." (Luk 1:45). Maria mendengar dari malaikat Gabriel bagaimana cara terjadinya. Kata Maria : "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu. (Luk 1:38).

Kalau kita merenungkan keadaan Maria, sebagai manusia kita melihat Maria berada dalam suatu situasi yang sulit. Dengan pertimbangan manusiawi apakah ia dapat menyampaikan pesan Allah ini kepada St. Yosef, sehingga dia pun percaya. Dengan segala risiko yang mungkin akan dihadapinya, Maria tetap percaya kepada Tuhan. Kalau Tuhan menghendaki hal itu, pasti Tuhan akan mengatur segala-galanya, karena Maria benar-benar orang beriman yang percaya kepada Allah.

Kata-kata Elizabeth yang ditujukan kepada Maria, “Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana." (Luk 1:45). Seperti Maria yang hidup sungguh-sungguh dalam iman, pada dasar regula Karmel ditekankan peranan iman ini. Para Karmelit harus hidup dalam iman sesuai dengan teladan Bunda Maria. Karena itu betapa pentingnya peranan iman dalam kehidupan kita. Dalam regula dikutip dari Ibrani, Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. (Ibr 11:6). Jadi iman itu yang membuat kita berkenan kepada Allah dan dalam hal ini Maria bisa disebut “Puteri Abraham”. Bapa Abraham yang imannya begitu besar sehingga oleh Allah diperhitungkan sebagai kebenaran, (Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? "Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. – Rm 4:3), demikian juga Maria yang percaya, dan tahu bahwa ‘bagi Allah tiada suatupun yang mustahil’ (Luk 1:37).

Oleh karena itu, Maria adalah tipe orang yang sungguh-sungguh beriman. Melalui iman ini Maria dapat melihat segala sesuatu dengan pandangan Allah sendiri. Oleh iman, kita dimampukan untuk melihat segala sesuatu, baik peristiwa yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan sebagai suatu kebaikan. Apapun yang menimpa kita, kita melihatnya dalam iman. Semua peristiwa dan kejadian dapat dilihat dalam terang Allah. Orang yang beriman melihat segala sesuatu dalam pandangan Allah sendiri.

(Sumber : Majalah Hidup Dalam Roh)

Read more .....

MARIA TIPE ORANG KONTEMPLATIF

Oleh : Rm. Yohanes Indrakusuma, O.Carm

Kalau kita baca dalam Injil Lukas, ada dua kali disebutkan bahwa Maria merenungkan segala peristiwa yang dia alami dalam terang iman dan menyimpan dalam hatinya.

· Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka. Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya. (Luk 2:18-19).

· Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. (Luk 2:51)

Dengan merenungkan dan meresap-resapkan Sabda Tuhan, orang dapat menemukan cahaya baru yang menerangi dan menjelaskan apa yang dialaminya. Dengan merenungkan, meresapkan dan menginteriorisasi semuanya itu, orang dapat melihat sesuatu dalam iman.

Iman ini makin meresap dan mendalam, dan makin mempengaruhi cara berpikirnya, cara melihatnya, dan tentu saja cara bertindaknya. Iman yang terus diperdalam ini lama-kelamaan menjadi suatu sikap. Sikap inilah yang disebut kontemplatif.

Seorang kontemplatif pertama-tama adalah orang yang hidup dalam iman. Dahulu istilah kontemplatif lebih dibandingkan dengan istilah ‘aktif’, yaitu orang yang aktif dan kontemplatif. Dalam tradisi gereja aktif dan kontemplatif tidak dikaitkan dengan cara hidup biarawan dan biarawati tertentu, tetapi lebih dikaitkan dengan perkembangan iman seseorang. Sehingga jika pada permulaan orang menjadi ‘aktif’, artinya imannya belum begitu mendalam, selain itu karya kerasulan disebut juga sebagai hidup aktif.

Orang kontemplatif, yang hidup imannya makin mendalam, ia akan makin meresapkan Sabda Allah, mengenal Allah, serta mengalami kasih-Nya. Ia berpindah dari hidup yang aktif ke dalam hidup kontemplatif. Dalam perkembangannya, hidup kontemplatif dikaitkan dengan kelompok-kelompok tertentu yang membaktikan seluruh hidupnya untuk doa dan kontemplasi yang kemudian disebut pola atau cara hidup kontemplatif. Namun pada permulaan, istilah kontemplatif dikaitkan dengan perkembangan rohani seseorang. Sebagai contoh, di antara para suster dari serikat aktif dapat dijumpai suster yang boleh dikatakan seorang kontemplatif yang sejati, tetapi ini tidak dijumpai pada suster-suster kontemplatif. Suster ini mempunyai hidup iman yang mendalam dan melihat segala sesuatu dalam terang iman. Tidak hanya para religius, seorang awampun dapat menjadi seorang kontemplatif.

Demikian juga dengan Bunda Maria, walaupun ia tidak mempunyai “klausura” (tempat tertutup untuk para biarawan-biarawati kontemplatif dan tidak boleh dikunjungi kaum awam), dan juga tidak mempunyai biara, namun dengan terus menerus Maria merenungkan dan meresap-resapkan Sabda Allah, maka Ia melihat segala sesuatu dalam terang iman.

Bagi kita, suatu suasana atau iklim rohani dalam keheningan dan kesunyian sangat membantu untuk tumbuhnya sikap kontemplatif. Sebaliknya, sering kali terjadi pada orang-orang yang sibuk menulis dan sebagainya, kalau tidak menyediakan waktu untuk melakukan refleksi, umumnya tidak menjadi ‘kemtemplatif’.

Karena peresapan Sabda yang terus menerus, maka Maria dapat mengenali dan melihat segala sesuatu dalam peristiwa yang dialaminya dalam terang iman, serta dapat mengenali Kehadiran Tuhan dalam setiap perkara yang dialaminya.

(Sumber : Majalah Hidup Dalam Roh)

Read more .....

8/22/2008

ALLAH DAN BAPA KITA

Oleh: Rm. Yohanes Indrakusuma, O.Carm.

1. ALLAH YANG HIDUP

Ketika telah tiba saatnya Allah memilih suatu bangsa untuk mempersiapkan kedatangan Putera-Nya ke dunia, sebagai Penebus dan Penyelamat dunia, Ia telah memilih Abraham untuk menjadi bapak bangsa terpilih. Ketika untuk pertama kalinya Allah menyatakan diri kepada Abraham, Ia menyatakan diri sebagai Allah yang hidup, yang menguasai segala sesuatu. Oleh karena itu pula, dengan penuh kewibawaan Ia memanggil Abraham untuk meninggalkan kampung halamannya dan pergi ke tempat yang akan ditunjukkan-Nya. Abraham pun taat tanpa membantah:

"Berfirmanlah Tuhan kepada Abram: ‘Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.’ Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan Tuhan kepadanya." (Kej. 12:1-4a)

Di situ Allah menyatakan diri sebagai Allah yang hidup, yang menguasai segala sesuatu, seperti yang dinyatakan-Nya dalam panggilan Abraham tersebut. Pertama-tama Ia akan menjadikan Abraham suatu bangsa yang besar dan membuat namanya masyhur, suatu pernyataan bahwa Dialah yang berkuasa. Sebagai Allah yang hidup dan yang berkuasa atas segala sesuatu, Ia akan menjaga, agar rencana-Nya terlaksana pada waktunya. Oleh karena itu, Ia akan melindungi Abraham, orang pilihan-Nya, secara istimewa sedemikian rupa, sehingga Ia akan memberkati orang yang memberkati Abraham, yang waktu itu namanya masih Abram, serta mengutuk orang yang mengutuk dia. Namun Abraham dipilih Allah bukan demi diri sendiri, melainkan demi kepentingan seluruh umat manusia, "Olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kej. 12:3)

Abraham pun taat dengan segenap hati, bahkan kemudian ketika Allah menguji dia dan meminta supaya ia mengurbankan anak tunggalnya, Abraham tetap taat kepada Allah karena ia mencintai Allah di atas segalanya, bahkan di atas anaknya sendiri. Dengan ketaatannya Abraham telah menjadi pelaksana rencana keselamatan Allah bagi umat manusia.

Demikianlah sepanjang sejarah keselamatan, hingga hari ini Allah terus-menerus memilih orang-orang yang akan dipakai untuk melaksanakan karya-Nya. Sebagaimana dahulu Abraham, demikian pula di kemudian hari Allah selalu membimbing dan melindungi orang pilihan-Nya sepanjang masa, supaya mereka dapat dipakai-Nya untuk mewujudkan rencana keselamatan-Nya. Karena Allah adalah Allah yang hidup, Dia juga ingin membuat orang-orang pilihan-Nya hidup semuanya.

2. Allah: BAPA TUHAN KITA YESUS KRISTUS DAN BAPA KITA

Dalam Perjanjian Lama, Allah memang menyatakan diri sebagai Bapa bagi bangsa Israel. Ia yang melahirkan bangsa Israel, Ia yang membesarkannya, Ia pula yang membimbingnya. Namun hubungan sebagai Bapa itu khususnya berlaku bagi bangsa Israel sebagai keseluruhan, sehingga pada umumnya Allah masih agak jauh bagi masing-masing individu atau pribadi, sehingga hubungan pribadi antara Allah dan masing-masing umat boleh dikatakan jarang.

Hal itu berubah dengan ketaatan Tuhan Yesus. Yesus telah datang ke dunia untuk mewahyukan kepada kita siapa Allah itu sesungguhnya. Allah yang hidup itu ternyata adalah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus. Dalam hidup-Nya, Yesus menyatakan adanya suatu hubungan pribadi yang mesra dengan Allah sebagai Bapa-Nya. Nama Bapa selalu ada dalam hati-Nya dan pada bibir-Nya. Seluruh hidup-Nya diarahkan kepada pelaksanaan kehendak Bapa. Selama hidup-Nya Ia tidak mencari sesuatu lain daripada memuliakan Bapa-Nya dengan melaksanakan kehendak dan rencana keselamatan-Nya. Ia hanya melakukan apa yang berkenan kepada Bapa. "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku." (Yoh.4:34) Karena itu pula Bapa tidak pernah meninggalkan Dia baik dalam karya maupun dalam penderitaan-Nya. Segala sesuatu yang dilakukan Yesus berkenan kepada Bapa, "Inilah Anak yang Kuka-sihi, dengarkanlah Dia." (Mrk. 9:7) Pelaksanaan kehendak Bapa ini menjadi pedoman mutlak bagi-Nya, juga bila hal itu berarti bahwa Ia harus direndahkan dan mengurbankan hidup-Nya sendiri, walaupun Ia adalah Anak Tunggal Allah. Ia telah rela taat secara mutlak, bahkan sampai wafat di kayu salib.

"Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di salib." (Flp.2:5-8)

Oleh ketaatan-Nya, Ia telah memperolehkan bagi kita Roh Kudus yang menjadikan kita anak-anak Allah. Oleh Roh itu kita pun dijadikan-Nya anak-anak Allah dan saudara-saudari-Nya, sehingga dalam Dia dan oleh kuasa Roh Kudus kita dapat berseru: "Ya Abba, ya Bapa." (Rm. 8:15) Oleh Roh Kudus itu kita telah diberi bagian dalam hubungan-Nya yang mesra dengan Bapa. Oleh karena itu, kita telah menjadi anak dalam Sang Anak. Dia adalah saudara sulung kita.

Yesus adalah Anak Allah karena kodrat, setara dengan Bapa. Maka apa yang dimiliki Bapa, juga dimiliki-Nya. Oleh karena itu, Dia adalah Mahakuasa, Mahatahu, Mahakudus seperti Bapa. Oleh Dia, karena penjelmaan-Nya menjadi manusia, kita telah dijadikan anak-anak angkat Allah. Martabat kita sebagai anak-anak angkat Allah sesungguhnya luar biasa, karena sebagai anak kita juga diberi bagian dalam kodrat-Nya. Fakta bahwa kita dijadikan anak-anak Allah sungguh merupakan suatu karunia yang amat besar dan mengungkapkan kasih Allah yang luar biasa bagi kita, seperti diungkapkan Santo Yohanes, "Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah." (1 Yoh.3:1)

Dalam Yesus kita boleh memasuki suatu hubungan pribadi dengan Allah sebagai seorang anak dengan Bapanya. Kita bahkan diperbolehkan menyebut Dia dengan sebutan "Abba, Bapa", suatu sebutan yang amat akrab, yang lazim dipakai seorang anak untuk menyebut ayahnya. Jadi kata Abba dapat diterjemahkan dengan papa, papi, atau daddy. Kalau sungguh direnungkan, hal itu luar biasa, bahwa kita manusia yang berdosa ini, sebagai anak-Nya diperbolehkan menyapa Allah dengan sebutan mesra tersebut.

2.1 Menjadi seperti Seorang Anak Kecil

Tuhan Yesus mengajar kita supaya dalam hubungan dengan Allah, kita menjadi seperti anak kecil. Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Sedangkan barangsiapa yang merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga.” (Mat.18:2-4)

Apa yang dimaksud menjadi seperti anak kecil itu? Yang jelas, Tuhan tidak menghendaki kita menjadi kekanak-kanakan, melainkan supaya kita memiliki sikap seorang anak terhadap ayah-ibunya. Seorang anak itu menerima keadaan ketergantungannya dari orang tuanya dengan bersahaja, tanpa takut atau kuatir, tetapi mengharapkan segala sesuatu dari mereka. Kondisi kita di hadapan Allah sama seperti keadaan seorang anak kecil, namun toh ada bedanya. Ketergantungan kita terhadap orang tua suatu ketika akan berhenti, sedangkan ketergantungan kita terhadap Allah tetap untuk selama-lamanya.

Seorang anak, waktu kecilnya bergantung seluruhnya dari orang tuanya, baik dalam hal makan minum, maupun dalam hal-hal lainnya. Namun bila anak itu tumbuh dan menjadi besar, suatu ketika ia tidak akan tergantung lagi dari orang tuanya, bahkan sebaliknya, orang tuanya dapat tergantung kepada dia. Namun, tidak demikian keadaan kita di hadapan Allah, dalam segalanya kita tetap tergantung dari Allah. Seluruh ada kita tergantung dari Allah. Bila Allah melupakan kita satu detik saja, kita akan kembali ke dalam ketiadaan.

Hal itu lebih benar pula dalam kehidupan rohani. Kita tidak dapat melakukan satu perbuatan baik atau bahkan satu pikiran baik pun bila tanpa rahmat Allah. Seperti dikatakan Santo Paulus: “Allahlah yang memberikan kepada kita baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” (Flp. 2:13) Untuk menghendaki sesuatu yang baik saja, kita membutuhkan rahmat Allah, apalagi untuk mengerjakannya. Ketergantungan kita kepada Allah dan rahmat ini diungkapkan oleh Tuhan Yesus dalam perumpamaan pokok anggur dan ranting-rantingnya. (bdk. Yoh. 15:1-8) Dengan tegas Yesus mengatakan, bahwa tanpa Dia kita tidak dapat berbuat apa-apa: “Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”(Yoh. 15:5)

Mengingat semua yang telah disebutkan di atas, jelaslah mengapa kita di hadapan Allah harus bersikap seperti seorang anak kecil. Bagaimana konkretnya? Kita harus pasrah total kepada Allah dan mengharapkan segalanya dari Dia, bahkan juga bila kita pada suatu ketika jatuh dalam dosa. Seorang anak kecil mengharapkan segala sesuatu dari orang tuanya, kebutuhan makan, minum, pakaian, juga kalau sakit, dan segala kebutuhan lainnya. Dan orang tua mengetahui segala kebutuhan anaknya, bahkan sebelum anak itu meminta kepada orang tuanya. Apa yang akan terjadi kalau ada seorang anak kecil yang baru dimandikan dan diberi pakaian bersih oleh ibunya lalu pergi bermain-main dan kemudian jatuh di tempat basah dan mengotori pakaiannya? Bukankah ibunya, walaupun mungkin jengkel sejenak, akan segera memandikan dia lagi dan memberi pakaian yang baru kepadanya?

Kalau manusia saja dapat bersikap dan berbuat demikian terhadap anak-anaknya, betapa lebihnya Allah Bapa kita kalau kita percaya dan pasrah kepada-Nya. Oleh karena itu, Tuhan Yesus bersabda, “Adakah seorang daripadamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Mat. 7:9-11; bdk. Luk. 11:11-13) Jadi, bagaimanakah sikap kita seharusnya? Di hadapan Bapa surgawi kita harus seperti seorang anak kecil: Percaya total kepada Allah serta mengharapkan segalanya dari Dia, baik dalam bidang jasmani maupun rohani, tanpa ketakutan dan kekuatiran. Kita harus mendekati Dia seperti seorang anak kecil mendekati bapanya, dengan penuh kepercayaan.

Sebagaimana seorang bapa mencukupi segala kebutuhan anaknya, demikian pula kita harus berharap kepada Allah, bahwa Dia akan memberikan kepada kita segala sesuatu yang kita perlukan, baik dalam bidang jasmani maupun rohani. Sebagaimana Allah memberi makan burung-burung di udara dan mendandani bunga-bunga di ladang, betapa lebihnya Ia akan memelihara kita, karena kita lebih berharga daripada semuanya itu. (bdk. Mat. 6:25-34) Apa yang kita butuhkan harus kita minta dengan rendah hati kepada Bapa, tetapi sekaligus dengan penuh kepercayaan, “Bapamu sudah tahu apa yang kamu butuhkan, sebelum kamu meminta kepada-Nya.” (Mat. 6:8) Demikian pula dalam bidang rohani kita harus mengharapkan segala pertolongan dan bantuan dari Allah. Yesus tahu, bahwa kita adalah ranting-ranting pada pokok anggur, yaitu Dia sendiri. Dia tahu bahwa ranting-ranting itu menerima kehidupan dari batang dan Ia akan selalu mengalirkan kehidupan ilahi ini ke dalam diri kita, asalkan kita tetap berpaut kepada-Nya dalam kepercayaan.

Kalau Dia mengajarkan kita berdoa, “Berilah kami rezeki hari ini,” yang dimaksudkan-Nya bukan hanya rezeki jasmani atau duniawi belaka, melainkan juga rezeki rohani, yang kita perlukan setiap saat. Dengan penuh kepercayaan kita harus mengharapkan rezeki rohani itu dari Dia setiap hari. Oleh karena itu, cukuplah bila kita berdoa setiap hari: berilah kami rezeki pada hari ini. Jangan berdoa mohon rezeki untuk satu minggu, satu bulan, satu tahun. Berdoalah saja setiap hari “berilah kami rezeki pada hari ini”, hanya untuk hari ini saja, juga bila kita mengalami saat-saat gelap, mohonlah: “Berilah kekuatan untuk hari ini saja, berilah ketekunan untuk hari ini saja.” Hiduplah pada saat ini, karena saat inilah yang nyata, sedangkan kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, sebab masa depan kita ada dalam tangan Tuhan yang lebih dahulu mengasihi kita, sedangkan yang sudah lewat ya sudah lewat, sudah tidak ada lagi. Ini tidak berarti bahwa kita tidak harus berusaha. Tidak! Kita harus berusaha sekuat tenaga dan melakukan segala sesuatu, namun sekaligus sadar bahwa segala-galanya tergantung dari Allah.

2.2 Secara konkrit sikap yang tepat ialah:

Berusahalah sekuat tenaga dan lakukanlah segala sesuatu seolah-olah semuanya tergantung daripadamu, namun serahkanlah seluruh keberhasilannya kepada Allah, karena Dia yang menguasai segalanya dan tahu apa yang paling baik bagi kita.

Berharap akan kerahiman Allah dengan penuh kepercayaan sebagaimana seorang anak kecil yang mengotori bajunya yang bersih datang kepada ibunya sambil menangis, demikianlah hendaknya kita, bila terjadi bahwa kita mengotori baju pembaptisan kita dengan dosa:

“Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seseorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara kepada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil.” (1 Yoh. 2:1)

Kita memang tidak ingin berbuat dosa, tetapi karena kelemahan kita, kadang-kadang kita masih terjatuh dalam dosa. Kalau demikian kita tahu, bahwa kerahiman Allah tidak terbatas dan bahwa Ia lebih besar dari hati kita, seperti yang dikatakan oleh Santo Yohanes, “Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah, sebab jika dituduh olehnya (catatan: maksudnya oleh suara hati kita setelah berdosa), Allah adalah lebih besar daripada hati kita dan mengetahui segala sesuatu.” (1 Yoh. 3:19-20)

Hal itu memang sesuai dengan apa yang jauh sebelum itu telah dikatakan Allah sendiri lewat Nabi Yesaya. Betapa pun besarnya dosa itu, asal kita dengan penuh kepercayaan kepada kerahiman-Nya datang kepada-Nya, segala dosa itu akan dihapuskan-Nya. “Marilah, kita mengadakan perhitungan!” firman Tuhan. “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju. Sekalipun dosamu merah seperti kain kesumba akan menjadi putih seperti bulu domba.” (Yes. 1:18)

2.3 Pasrah total kepada Allah, seperti seorang anak kecil.

Kita harus pasrah total kepada Allah, juga bila kita kadang-kadang tidak mengerti, mengapa hal ini atau hal itu terjadi. Oleh karena yakin bahwa Allah itu Mahabaik dan Dia yang lebih dahulu mengasihi kita, serta hanya menghendaki kebaikan untuk kita, maka kita dapat memasrahkan diri kita kepada-Nya, tanpa takut dan tanpa kuatir. Walaupun kadang-kadang kita tidak mengerti, serahkan dirimu kepada rencana-Nya, kepada kehendak-Nya yang menyelamatkan. Ia tahu apa yang paling baik bagi kita masing-masing, sedangkan seringkali kita tidak tahu, apa yang membawa manfaat dan faedah bagi kita sendiri. “Kalau kamu yang jahat tahu berbuat baik bagi anak-anakmu, betapa lebihnya Bapamu yang disurga.”

Kita seringkali takut menyerah kepada kehendak Allah, karena seringkali tanpa sadar kita telah mengukur Allah dengan ukuran kita sendiri. Kita kurang menyadari, bahwa Ia Mahabaik dan tak mungkin menghendaki yang jelek untuk kita. Ia lebih baik daripada bapak mana pun juga. Suatu hari saya melihat seorang anak kecil umur kira-kira 3 tahun, yang mengikuti bapaknya berenang di kolam yang dalam. Ia hanya berpegang pada leher bapaknya dan dengan tenang menoleh ke kanan dan ke kiri sambil tertawa, walaupun ia tahu bahwa ia dibawa ke tempat yang dalam. Tak pernah timbul dalam hatinya sejenak pun bahwa di tempat yang dalam itu ia nanti ditenggelamkan oleh bapaknya. Juga saya pernah melihat seorang anak kecil yang bermain-main dengan ayahnya. Oleh ayahnya ia dilemparkan ke udara lalu ditangkap lagi oleh tangan ayahnya yang kuat. Anak itu tertawa ria di udara, tanpa menangis ketakutan, tetapi tertawa senang, karena dalam benaknya tidak pernah timbul pikiran bahwa jangan-jangan nanti ayahnya melepaskan dia setelah dia di udara. Betapa lebihnya Allah Bapa kita, Ia akan selalu melindungi kita. Kita pasrah dan menyerahkan diri kepada-Nya, karena kita yakin bahwa Ia mengasihi kita dan tahu apa yang paling baik bagi kita dan bahwa Ia selalu mempunyai rencana yang indah bagi kita:

“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yer. 29:11)

Sesungguhnya Allah telah memilih kita sejak sebelum dunia diciptakan, untuk menjadi anak-anak-Nya dan mengambil bagian dalam kebahagiaan-Nya sendiri, “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dari surga telah memberkati kita dalam Kristus dengan segala berkat rohani. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat dihadapan-Nya.

“Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula untuk menjadi anak-anak-Nya oleh Yesus Kristus, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia yang dikasihi-Nya.” (Ef. 1:3-6)

Oleh karena itu, pasrah ini bukanlah sikap fatalistik, bukan pula sikap yang menyerah pada nasib. Ya sudah, sudah nasib, apa boleh buat. Tidak! Pasrah kristiani jauh berbeda dengan itu.

Kita pasrah karena kita tahu bahwa kita amat berharga bagi Allah dan bahwa Ia mengasihi kita dengan kasih abadi. Lagipula, kita pasrah karena Allah yang mengasihi kita dan yang peduli akan kita itu, adalah Allah Yang Mahakuasa, yang menguasai segala sesuatu, yang dapat melakukan segala sesuatu dan yang Mahabaik bagi kita.

Oleh karena itu, dalam pasrah ini kita tetap berusaha melakukan tugas kewajiban kita sehari-hari sebagai ungkapan pelaksanaan kehendak Allah. Kita akan berusaha sebaik-baiknya melakukan semuanya, tetapi hasilnya seutuhnya kita serahkan ke dalam tangan Tuhan.

(Sumber : Vacare Deo)

Read more .....