7/03/2008

KUKENANG ROSARIO ITU SEUMUR HIDUP

Oleh : P.Karl Maria Harrer (Pastor Paroki di Muenchen - Germany)

Tidak terasa sudah lima tahun aku menjadi pastor kepala Paroki Darah Mulia di Muenchen Bogenhausen Jerman. Pengalaman yang paling rutin adalah dipanggil untuk membantu orang-orang sakit. Pastoran paroki ini memang letaknya sangat strategis, yakni di tengah-tengah 4 klinik. Kadang-kadang larut malam bel di pintu berbunyi atau terdengar dering telepon minta bantuan untuk orang sakit.
Pada suatu malam aku sudah selesai berdoa dan siap-siap untuk tidur. Lampu kamar sudah di padamkan, tiba-tiba kedengaran bel telpon. Sebelum dua kali dering aku sudah angkat. “Ini dari klinik Schreiber. Ada seorang pasien yang sedang sekarat. Kiranya pastor bersedia datang untuk memberikan Sakramen Orang Sakit.”
Aku mencoba mengusir rasa kantuk karena sepanjang hari sudah melayani berbagai kepentingan umat. Seharusnya malam itu aku ingin beristirahat. Namun demi jiwa-jiwa aku pergi juga. Tidak lupa aku sediakan keperluan sakramen orang sakit seperti minyak suci, stolla dan juga salib. Aku genjot sepeda tua milik pastoran melintasi malam yang begitu dingin menuju rumah sakit. Seorang pria terbaring lesu. Matanya sebentar-sebentar ia buka tapi tatapannya hampa. Isteri dan puteranya sabar menunggu dan merasa lega ketika melihat pastor sudah datang. Juru rawat memang sudah memberitahukan kondisi si sakit. Tidak ada harapan, karena itu pastor diminta datang untuk memberi pertolongan terakhir.
Kondisi badannya lemah, di pergelangan tangan masih ditempel infus dan botol infus masih tergantung dengan isinya tinggal separoh. Ia sepertinya sudah pasrah, harapan untuk hidup sudah tidak ada, pihak rumah sakit juga sudah angkat tangan. Kepada mereka yang menunggu aku minta agar menyingkir karena aku ingin berduaan dengan si sakit. Kepadanya aku memberi bisikan mengenai harapan akan akhirat. Dan sebelum memberikan sakramen minyak suci aku mendengar pengakuannya, ia masih bisa mengucapkannya, walaupun dengan kata yang terpatah-patah. Setelah itu nampaknya wajah si pasien mulai agak tenang. Kini ia siap menghadap penciptanya.
Setelah semua perabotan sakramen aku masukkan ke dalam tas, aku pamit, tetapi tanganku dipegang isterinya, ia memandang dengan mata yang penuh harapan. “Pastor tolong tinggal sebentar lagi untuk berdoa bersamaku demi keselamatan suamiku ini” katanya sambil mengeringkan air matanya dengan sepotong tisu. Aku meletakkan kembali tasku dan mengeluarkan rosario.
Sekali lagi aku memandang si sakit, apa tidak salah? Jelas-jelas sudah tidak ada harapan. Untuk apa berdoa demi kesembuhannya lagi ? Apa lagi waktu itu sudah lewat tengah malam, mereka sendiri sudah lelah, perlu istirahat. Tapi, supaya tidak berlaku tidak ramah pada ibu itu, aku berkata: ”Baiklah, mari kita berdoa rosario bersama-sama.” Anaknya juga mengeluarkan rosario, kami bertiga berlutut di kamar di samping pembaringan si sakit dan berdoa. Aku tak akan pernah melupakan doa rosario itu seumur hidupku. Setelah setiap persepuluhan, sang isteri, yang menurut saya adalah seorang wanita yang saleh dari Schwaebing itu menambahkan doa permintaan yang diucapkannya penuh kekhusukan. “Bunda Allah, tolonglah suamiku! Biarlah pasanganku yang tercinta ini sembuh kembali. Aku memohonkannya kepada-Mu !” Kami menyelesaikan seluruh rosario bersama-sama, lima belas kali sepuluh Salam Maria dan 15 kali Bapa Kami. Sebelum pamit, aku masih memperhatikan keadaan si sakit. Tidak ada perubahan, ia dalam keadaan pasrah untuk menghadapi saat-saat terakhir hidupnya, matanya tenang dan wajahnya juga tenang.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali, bel di pastoran berdering, putera orang sakit yang didoakan semalam itu berdiri di depan pintu, aku pikir pasti ia mau memberitahukan bahwa ayahnya sudah meninggal dunia dan minta untuk membuatkan upacara pemakaman. Ternyata tidak, dengan wajah yang berseri, ia mengatakan bahwa ayahnya pagi ini nampak segar dan minta bila pastor hari ini tidak ada halangan, tolong datang ke klinik, bapanya ingin bertemu dan ingin menyampaikan sesuatu. Aku segera pergi, ketika memasuki ruang sakit, aku sepertinya tak dapat mempercayai mataku, benarkah orang yang terbaring itu si sakit yang mendapat Sakramen Orang Sakit semalam ? Ia membuka matanya, tersenyum sambil mengulurkan tangannya, ia nampak gembira sepertinya tidak pernah mengalami saat-saat gawat menjelang kematian. Di lorong rumah sakit aku bertemu dengan dokter yang menangani dia, dokter itu juga kaget dan heran, ia mengatakan bahwa selama pengalaman prakteknya, ia belum pernah melihat peristiwa seperti itu.

Tidak ada komentar: