12/23/2008

JADILAH PADAKU MENURUT PERKATAANMU ITU

Oleh : Lusia Endang Wahyuni, T.O.Carm

Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia. (Luk 1:38)

Saudara kekasih Tuhan, ada peribahasa yang mengatakan demikian, “Batu kecil berguling nai, batu besar bergulingturun”, artinya orang hina menjadi mulia dan orang bangsawan menjadi hina. Atau peribahasa lain, “belalang telah menjadi elang”, yang artinya orang bodoh dan hina telah menjadi orang besar. Dan masih banyak lagi peribahasa lain yang intinya sama, bahwa kerendahan hati itu membawa dampak yang baik. Yang menjadi pertanyaan apakah kerendahan hati sudah mengakar dalam setiap hati manusia ?

Kita lihat dalam kehidupan di sekitar masyarakat kita, banyak orang yang sudah enggan turun ke bawah kalau derajatnya sudah naik. Banyak aparat pemerintah yang tetap tinggal di kursi yang empuk, mereka tidak lagi sempat menghiraukan suara dan nasib rakyat kecil, ‘ya, sudahlah, itu urusan mereka !’ Bukan hak kita untuk mengadili mereka, tetapi marilah kita lihat saja ke dalam diri kita sendiri, apakah kita mau turun ke bawah ? apakau kita mau melakukan tugas dan pekerjaan (pelayanan) dengan tulus, jujur, penuh dedikasi dan tanpa pamrih, mulai dari hal-hal yang kecil, baik dalam urusan komunitas keluarga, biara, gereja, paroki maupun tempat kerja kita masing-masing ?

Ternyata untuk berani turun ke bawah - orang bilang turne - terjun dan terlibat langsung, bahkan untuk dapat melakukan hal-hal kecil saja dibutuhkan suatu kekuatan yang bukan dari diri kita sendiri, melainkan dari kekuatan Roh, sebab kerendahan hati adalah karya Roh. Dalam hal ini Yesus, Sang Guru, telah memberi contoh, Ia sebagai Manusia, mau turne, turun ke bawah, Ia mau mendekati dan ada di tengah-tengah manusia agar ia selalu dekat dengan manusia, Ia mau mengosongkan diri. (Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. – Yoh 1:14)

Kerelaan-Nya untuk mendekati manusia ada di antara mereka bahkan berkorban sampai mati untuk mereka adalah wujud nyata dari pengosongan diri-Nya, karena tanpa pengosongan diri tidak ada kerendahan hati (Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya. – Luk 23:46). Kerendahan hati akan semakin tampak dan berbuah dalam hidup bila ditopang oleh pengosongan diri.

Itulah juga yang dapat kita saksikan dalam diri Maria, Bunda Yesus. Gadis desa yang lugu dan bersahaja ini amat berkenan di mata Tuhan, ia dipilih Allah untuk menjadi ibu Yesus, Anak Allah Yang Mahatinggi (Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi – Luk 1:32)

Apa jawaban Maria ? sederhana, namun memancarkan suatu keberanian iman yang luar biasa (Luk 1:38) itulah jawaban Maria, suatu jawaban yang tentunya juga mengandung konsekuensi yang besar dalam hidupnya.

Konsekuensi besar harus ia hadapi sepanjang hidupnya sebagai ibu Yesus, sebagaimana dinubuatkan oleh Simeon (Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: "Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan - dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri --, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang. – Luk 2:34-35). Namun demikian, Maria selalu siap untuk semua konsekuensi itu, bahkan ia selalu setia untuk jawaban “ya” atas pilihan dan panggilan Allahnya.

Dalam hal ini kita dapat melihat bahwa kerendahan hati Maria terwujud dalam kerelaan untuk menerima dan menghayati panggilan Allah dalam hidupnya, apapun itu resikonya, sampai paripurna. Ia tidak mengeluh dan mengelak, sebab ia percaya bahwa kuasa Allah yang Mahatinggi menaunginya sepanjang hidupnya (Jawab malaikat itu kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. – Luk 1:35) Dalam kepercayaannya, ada sikap penyerahan total kepada Allahnya, dalam kerendahan hatinya ada kesetiaan dan ketekunan untuk menghayati jawaban “ya” dalam seluruh hidupnya.

Semoga dalam kerendahan hati yang sama, kita juga dapat menghayati jawaban “ya” atas panggilan hidup kita masing-masing sebagai awam ataupun religius, dengan setia dan tekun sampai akhir. Dan sampai akhir pula selalu bergema perkataan Maria dalam hidup kita, “jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu” Kiranya Tuhan memberkati upaya kita semua, untuk dapat hidup dalam sikap kerendahan hati, Amin.

Tidak ada komentar: