3/30/2015

MALAM PASKAH


Mengapa disebut demikian? Bagaimanakah data sejarah penunjang liturgi tersebut hingga kini dalam Gereja?
Malam Paskah berarti malam menjelang Hari Raya Paskah, tepatnya malam Minggu. Hari Sabtu itu dalam liturgi Gereja disebut “Sabtu Suci”. Malam Paskah disebut juga “Vigili Paskah”. Istilah “vigili” berasal dari bahasa Latin “Vigilis”, yang berarti “Berjaga-jaga, siap siaga”. Oleh karena itu, Vigili Paskah berarti berjaga bersama Yesus Kristus yang yang beralih dari kematian menuju kebangkitan.

Sesuai dengan penghayatan iman kristiani, maka peringatan akan kemenangan Kristus atas dosa dan maut, telah dimulai pada upacara liturgi Malam Paskah.
Pada abad ke 2, peringatan sengsara maupun kebangkitan Kristus dirayakan atas cara yang sederhana. Menurut penghayatan Gereja pada waktu itu, pada Malam Paskah, Yesus melewati pintu gerbang kematian menuju kehidupan.
Bacaan Kitab Suci yang diwartakan dan direnungkan adalah antara lain pernyataan Paulus : “Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab Anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus” (1 Kor 5, 7)
Pada abad ke 3 ibadat Malam Paskah berlangsung pada malam hari. Pada malam itu pula diadakan upacara pembaptisan bagi para katekumen. Teks Injil Rom 6 tentang makna “mati dan bangkit bersama Kristus dan dua jenis perhambaan”, diwartakan dan direnungkan. Menurut data buku “Traditio Apostolica” (Sejarah Tradisi Para Rasul), yang dikarang oleh Hippolitus, maka Malam Paskah dan upacara pembaptisan berlangsung sampai ayam berkokok, dilanjutkan dengan perayaan ekaristi pada pagi hari.
Sejak abad ke 4, upacara Jumat Agung telah dipisahkan dari liturgi Malam Paskah dan Hari Raya Paskah. Malam Paskah merupakan rangkuman dari Triduum hari ketiga, berakhirnya masa puasa, namun tercipta saat rekonsiliasi, yang memuncak pada Hari Raya Paskah. Pada waktu itu, telah ditata bentuk litrugi Malam Paskah yang dikenal dengan upacara “Lilin Paskah” sebagai simbol Cahaya Kristus yang mengalahkan dosa dan maut. Tradisi tersebut berlangsung sampai abad ke 14, namun upacara cahaya diadakan pada pagi hari, sehingga simboliknya menghilang dari penghayatan iman umat.
Pada tahun 1951, abad ke 20, Paus Pius XII melalui dekritnya “Ad Vigiliam Paschalem” (tentang Vigili Paskah), tepatnya 9-Februari-1951, menetapkan bentuk upacara liturgi Malam Paskah yang dikenal hingga saat ini dalam liturgi Gereja.
Upacara liturgi terdiri dari 4 bagian, yaitu upacara cahaya, liturgi sabda, upacara pembatisan dan liturgi ekaristi. Dalam upacara cahaya, imam memberkati Api Baru di luar Gereja di depan pintu gerbang utama, menandai Lilin Paskah dengan tanda salib angka tahun yang bersangkutan, menancapkan 5 biji dupa simbol luka-luka Kristus, melingkari dua abjad Yunani yakni Alpha dan Omega (Awal dan Akhir). Lilin Paskah dinyalakan dari Api Baru. Diakon membawa Lilin Paskah tersebut (jika tidak ada diakon, berarti imam itu sendiri), tiga kali berhenti seraya menyanyikan “Lumen Christi” (Cahaya Kristus) di tengah kegelapan ruangan gereja, maka umat serentak menjawab “Deo Gratias” (Syukur kepada Allah), seraya menyalakan lilin-lilin yang dipegang dan berlutut tanda hormat ke arah lilin utama tersebut.
Jika sudah tiba di panti imam, maka lampu-lampu dinyalakan, dilanjutkan dengan “Exultet” (Madah Pujian Paskah) oleh diakon atau oleh imam. Menyusul liturgi sabda dengan sembilan kutipan teks Kitab Suci Perjanjian Lama dan Baru. Setiap bacaan diselingi dengan lagu dan doa singkat dalam suasana hening. Tersedia tujuh bacaan Kitab Suci Perjanjian Lama, tiga kutipan wajib yakni Kisah Penciptaan, Kisah Pengorbanan Ishak dan Penyeberangan Laut Merah. Sedangkan empat bacaan lainnya diambil dari kutipan Kitab Para Nabi, namun sifatnya fakultatif.
Bacaan Kitab Suci Perjanjian Baru, diambil dari Rom 6, 3-11, menyusul madah pujian “Alleluia”, dilanjutkan dengan kutipan Injil mengenai peristiwa Kebangkitan menurut kalender tahun liturgi yang bersangkutan.
Sesudah homili singkat, dilanjutkan dengan upacara pemberkatan air baptis dan air suci, yang diawali dengan “Litani Para Kudus”. Jika ada katekumen yang telah siap untuk dibaptis, maka diterimakan “Sakramen Permandian” dan Krisma jika upacara liturgi dipimpin oleh seorang Uskup.
Sesudah pembaharuan janji baptis dalam bentuk tanya jawab antara imam dan umat, maka umat diperciki dengan Air Suci, sesudahnya dilanjutkan dengan liturgi ekaristi. Jika ada neobaptis, maka akan menerima Komuni Pertama.
Ternyatalah bahwa liturgi Malam Paskah mengandung unsur-unsur yang sama dengan tradisi yang hidup dan berkembang dari jaman ke jaman, dari generasi ke generasi hingga kini. Teristimewa setelah adanya penataan kembali “Upacara Vigili Paskah” pada tahun 1951, masih terlihat dan terasa dampaknya terhadap upacara liturgi Malam Paskah sebagaimana terdapat dalam “Missale Romanum”, dengan struktur dasarnya yang tebagi atas :
· Upacara Cahaya : Pemberkatan Api, pemberkatan lilin, perarakan dan pujian Paskah.
· Liturgi Sabda : Bacaan Kitab Suci Perjanjian Lama dan Baru
· Liturgi Pembaptisan : Pemberkatan Air Baptis, pembaptisan, pemberkatan Air Suci, pembaharuan janji baptis.
· Liturgi Ekaristi : warna liturgi adalah putih, upacara liturgi berlangsung sore atau malam hari.
(Bacaan 1 : Kej 1:1,26-31a Bacaan 2 : Kej 22:1-2,9a,10-13,15-18 Bacaan 3 : Kel 14:15–15:1 Bacaan 4 : Yes 54:5-14 Bacaan 5 : 55:1-11 Bacaan 6 : Bar 3:9-15,32-4:4 Bacaan 7 : Yeh 36:16-17a,18-28 Epistola : Rm 6:3-11
Injil A : Mat 28:1-10 Injil B : Mrk 16:1-7 Injil C : Luk 24:1-12)
Untuk kita renungkan :
Pada Malam Paskah, Yesus Kristus Tuhan kita beralih dari kematian menuju kepada hidup. Kita memperoleh hidup baru lewat Air Sakramen Permandian atau Baptisan. Kita memperoleh pemahaman baru mengenai hidup lewat Terang Kristus melalui simbolik Lilin Paskah.

Tidak ada komentar: