Pada waktu ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi melihat, bahwa Ia makan dengan pemungut cukai dan orang berdosa itu, berkatalah mereka kepada murid-murid-Nya: "Mengapa Ia makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" (Mrk 2:16)
Kalau kita ingin bergabung dengan keluarga Allah, kita harus mengubah beberapa nilai yang kita pegang. Pertobatan dalam hati ini tidak tampak seperti kesalehan-kesalehan, tetapi jauh lebih bernilai. Pertama-tama kita harus membebaskan diri dari praduga-praduga yang menggolongkan orang.
Hendaknya kita berhenti membagi-bagikan orang ke dalam kelompok-kelompok “yang baik” dan “yang tidak baik”, mereka yang boleh dan tidak boleh kita sapa, mereka yang bisa dan tidak bisa kita cintai. Kita hendaknya belajar bahwa Allah tidak membenci orang kaya atau mereka yang tidak berpendidikan, mereka yang berada di sebelah kiri atau mereka yang berada di sebelah kanan, karena rencana Allah yang berbelas kasih ingin menyelamatkan semua orang.
Injil berbicara tentang para pemungut cukai yang mengabdi kepada penguasa-penguasa asing (Kemudian ketika Yesus makan di rumah orang itu, banyak pemungut cukai dan orang berdosa makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya, sebab banyak orang yang mengikuti Dia. - Mrk 2:15). Bangsa Yesus dijajah oleh kekaisaran Romawi dan para pemungut cukai adalah orang-orang Yahudi yang bekerja untuk penguasa asing.
Ahli-ahli Taurat adalah seperti para katekis atau guru agama. Mereka tahu dengan baik tentang agama Yahudi dan mengagumi ajaran-ajaran Yesus, tetapi mereka tidak menganggap para pemungut cukai dan pendosa yang lain, yaitu orang-orang yang tidak melaksanakan peraturan keagamaan, sebagai saudara atau saudari.
Orang-orang Yahudi nasionalis menganggap para pemungut cukai sebagai pengkhianat. Semua orang tahu bahwa para pemungut cukai ini rajin mengisisi kantong mereka (berarti korupsi) dan bahkan para pengemis tidak suka menerima sedekah dari mereka itu. Namun Yesus tidak menghukum para pemungut cukai, Ia bahkan “mungkin” memilih salah seorang dari mereka, orang yang bernama Lewi, untuk menjadi salah satu rasul-Nya yang kebanyakan adalah orang-orang nasionalis yang berhaluan keras. Mungkin orang yang disebut Lewi itu sama juga dengan yang disebut Matius (Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. - Mat 9:9).
Lewi bisa jadi diberi nama baru oleh Yesus, yaitu Matius, yang dalam bahasa Ibrani berbunyi Mattai, yang berarti “karunia dari Allah”. Dalam hal ini, sama seperti Simon yang dinamai Petrus oleh Yesus (Yesus memandang dia dan berkata: "Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas (artinya: Petrus)." – Yoh 1:42).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar