9/09/2008

GANDUM KRISTUS

Berbagai kelompok kecil sudah mencoba dengan bermacam cara untuk menghidupkan Perayaan Ekaristi. Ada kalanya mereka memakai bangku di ruang ibadat, ada kalanya hanya bantal dan tikar. Suatu kali mereka berderet di dalam barisan beberapa lapis. Kali lain mereka melingkar di sekitar altar. Hari-hari tertentu mereka berjabatan tangan sewaktu “Salam Damai” dan hari-hari lainnya mereka semua bergandengan tangan selama doa “Bapa Kami”.

Imam merasa perlu untuk setiap kali membuka perayaan dengan ucapan “Selamat Pagi” yang ditujukan secara pribadi kepada setiap orang dengan menyebut namanya satu demi satu. Cara menyambut komuni pun bervariasi, biasanya dicari cara yang paling menyentuh, misalnya si A memberikan roti dan anggur kepada si B sambil berkata, “Saudariku Bibiana, inilah Tubuh dan Darah Kristus.” B menjawab, “Amin, saudariku Adriana.”. Doa Syukur Agung seperti apa adanya dirasa tidak memuaskan, kurang personal, maka “prefasi” mesti dikarang sendiri dan alasan untuk bersyukur mesti konkret dan terinci, misalnya “Kami pantas bersyukur kepada-Mu Tuhan, karena senyuman Ibu Kepala Rumah yang amat menyejukkan suasana pagi ini” dan seterusnya. Setiap kali mesti diselipkan satu dua nama atau kalimat tambahan dalam “Doa Syukur Agung” yang resmi.

Juga mengenai berkat akhir ada variasi. Tidak cukup imam memberkati umat, tetapi orang yang berdekatan diminta saling berhadapan dan saling memberkati dengan menandai dahi sesamanya dengan salib. Nyanyian mesti ada, biasanya diselipkan tema lagu-lagu bermotif “persaudaraan” seperti “Marilah Saudara Melangkah Maju” dirasakan lebih mengena dari pada lagu-lagu yang mengarah langsung kepada Tuhan Allah.

Semua variasi itu bertujuan baik, yaitu mau menciptakan suasana persaudaraan di dalam Ekaristi. Persaudaraan itu mau diciptakan begitu rupa sehingga bisa disentuh dan diraba. Ekaristi yang berjalan secara kering mengikuti petunjuk dan doa-doa yang tertulis dirasakan sebagai upacara yang gaib, magis dan anonim yang tidak ambil pusing terhadap saudara-saudari yang bersama-sama merayakan Sakramen Persaudaraan dan cinta kasih itu. Ada penilaian bahwa perayaan Ekaristi yang baik adalah yang “menyentuh” dan “mengharukan” berkat adanya berbagai sapaan yang manusiawi dan tanda-tanda keramah-tamahan.

Nyanyian “Aku Gandum Kristus” menarik perhatian untuk segi lain yang diperlukan dalam persaudaraan dan perayaan dalam Ekaristi. “Aku Gandum Kristus bila aku digiling dalam sengsara”, “Aku Anggur Kristus bila aku diperas dalam sengsara”. Ekaristi tidak bisa dibatasi pada hal-hal yang menyentuh dan menggugah emosi saja, ada juga tuntutan yang tidak kepalang tanggung, yaitu digiling dan diperas dalam sengsara.

Persaudaran atau semangat persaudaraanpun sering dikaitkan dengan kelakar dan gelak tawa. Akan tetapi kita juga perlu tahu, bahwa untuk mewujudkan semangat persaudaraan yang sejati perlu juga semangat sukacita yang sejati dari Fransiskus. Kalau engkau tiba dipintu, lapar, haus dan engkau mengetuk pintu, tetapi saudaramu tidak mau membukakan pintu, malahan mengusirmu sebagai bajingan penipu, tetapi kalau waktu itu engkau tetap bersukacita dan menerima perlakuan saudaramu dengan sabar, maka semangat Ekaristi pasti sedang terlaksana. Yang dikenang dalam Ekaristi adalah wafat dan kebangkitan Tuhan yang mendamaikan kita dengan Allah dan membuat kita bersaudara. Biji gandum mesti hancur di dalam tanah agar bisa tumbuh tanamam gandum baru, yang menghasilkan biji berlipat ganda. Persaudaraan bisa bertumbuh dan berbuah subur kalau setiap orang yang menyebut diri “Saudara” juga berani berkorban dan hancur demi yang lain.

Nilai persaudaraan menjadi tanda tanya mana kala terdengar orang berkata begini “Saya tidak mau menghadiri pertemuan itu, karena saya tidak senang dan tidak melihat manfaatnya untuk diri saya. Saya tidak ke ruang santai karena saya tidak membutuhkan saat bersantai-santai. Saya mau menonton televisi karena saya suka, tidak peduli apakah yang lain terganggu atau tidak.”

Dalam pernyataan-pernyataan seperti itu, kepentingan pribadi jelas merupakan faktor utama yang menentukan, maka persaudaraan berarti yang lain harus berkorban dan mengalah demi “aku”. Persaudaraan dirayakan dalam Ekaristi arahnya terbalik, ia tidak hidup lagi bagi diri-Nya sendiri, melainkan bagi kita. Itulah yang diperbuat-Nya agar kitapun hidup bagi Dia dan bukan bagi diri kita sendiri.

(Kuntum-Kuntum Kecil – Butir Permenungan Saudara Kelana)

Tidak ada komentar: