Kisah Kesaksian Rita Klaus
Hello, nama saya Rita Klaus. Saya hidup bersama suami dan ketiga puteri saya, yaitu Christen (13), Ellen (11) dan Heidy (8) di pelosok kota ... sekitar 30 mil di sebelah Utara kota Pittsburgh. Kisah saya dimulai kira-kira lebih dari duapuluh tahun yang lalu. Pada waktu itu saya adalah seorang biarawati dan baru saja didiagnosa menderita penyakit Multiple-Sclerosis.
Penyakit MS tersebut pada mulanya tidaklah serius, tetapi cukup berat sehingga saya tidak bisa terus hidup sebagai kaum religius. Atasan kongregasi saya dan juga dokter saya, meminta saya untuk mengundurkan diri dari kehidupan religius karena stress yang timbul akibat penyakit yang saya derita, dan kembali kepada keluarga saya. Jadi saya meminta dispensasi dari kaul religius saya dan kembali ke rumah. Tetapi saya sesungguhnya tidak bisa tinggal disana karena orang tua saya masih punya lima anak-anak lelaki dan perempuan yang masih kecil dan mereka berusaha untuk membesarkan mereka. Orang tua saya memberikan kamar tidur saya kepada mereka.
Jadi saya pergi mencari kerja. Akan tetapi tak seorangpun mau menerima saya sebagai karyawati mereka karena penyakit MS yang saya derita. Saya juga tidak bisa mendapatkan asuransi medis, asuransi kesehatan. Akhirnya karena nyaris putus-asa, saya menemui dokter keluarga saya dan menjelaskan apa yang terjadi. Dan dia berkata kepada saya, "Saya mengatakan ini sebagai seorang sahabat, bukan sebagai dokter. Saya menyarankan supaya kamu pergi meninggalkan (negara bagian) Iowa dan pergi ke suatu tempat dimana tak seorangpun mengenalmu, dan memulai kembali hidupmu. Kamu masih punya sekitar 5 tahun lagi dan kamu mesti menikmati hidupmu. Saya lantas berkemas-kemas dan pindah ke negara bagian Pennsylvania karena saya telah menerima tawaran pekerjaan pada waktu itu dari Dept. Pendidikan Khusus Butler, di kota Butler.
Sewaktu saya tiba disana, yang pertama kali mereka minta adalah pemeriksaan jasmani dan saya teringat pada kata-kata dokter keluarga saya supaya saya jangan menceritakan bahwa saya menderita MS. Ketika dokter memeriksa refleks dan pemeriksaan saraf jelas akan terdeteksi, tapi katakan saja pada mereka bahwa saya pernah menderita polio sewaktu masih kecil dan jawaban ini akan memuaskan mereka. Jadi saya ikuti kata-kata dokter keluarga saya dan sayapun diterima bekerja disana.
Saya mengajar di sebuah sekolah kecil di bidang pendidikan khusus dan disanalah saya bertemu calon suami saya. Dia menjadi sahabat baik saya. dan kamipun mulai berpacaran. Dan dalam waktu dua tahun, dia meminta saya untuk mau menikah dengannya. Pada saat itu saya belum memberitahukannya bahwa saya menderita MS. Ketika dia menanyakan mengapa saya memakai sepatu khusus ortopedik dan mengapa saya sering terantuk dan jatuh, saya memakai alasan yang sama seperti yang diajarkan oleh dokter keluarga saya bertahun-tahun sebelumnya, bahwa saya menderita polio pada waktu kecil dan masih punya sisa-sisa penyakit tersebut.
Kami berusaha untuk tetap menjadi sekedar sahabat, tapi hal ini tidak bisa dipertahankan dan diapun meminta saya menikahinya. Saya mengalami suatu dilemma besar, bagaimana memberitahukan kepadanya tentang keadaan saya dan kemungkinan buruk yang mungkin terjadi. Dan saya merasionalisasi bahwa biasanya MS tidak menyerang dua kali dan tidak memburuk, dan sejauh ini saya masih baik-baik saja. Mungkin dengan keberuntungan, kondisi saya akan tetap seperti sekarang ini, jadi saya tidak memberitahukan hal sebenarnya kepadanya.
Segalanya berjalan mulus selama dua tahun pertama perkawinan kami, kecuali bahwa kami tidak memiliki anak. Kami sangat ingin mempunyai anak dan umur kami berdua sudah sekitar 35 tahun. Karena sangat ingin punya anak, kami pergi menemui dokter dan setelah pemeriksaan dia mengajak bicara empat mata dengan saya dan berkata, "Ada suatu masalah dengan anda, dan saya rasa anda tahu apa itu." dia meneruskan, "Saya sungguh tidak merekomendasikan anda untuk punya anak. Saya merekomendasikan anda untuk menemukan ahli syaraf yang bagus. Dan saya juga merekomendasikan anda untuk membuat persiapan atas apa yang akan terjadi di masa depan."
Sayapun segera mengganti dokter dan dalam waktu tiga bulan sayapun mengandung anak kami yang pertama. Segalanya berjalan mulus sampai hari melahirkan dan tidak ada yang dilahirkan (tertawa). Akhirnya dokter melalukan bedah Caesar. Merekapun memberitahu kami pada waktu itu bahwa kami sebaiknya tidak memiliki anak lagi. Tetapi dalam waktu tiga tahun berikut, kami mendapat dua lagi gadis kecil.
Pada saat ini gejala-gejala MS mulai memanifestasi. Dengan rasa lelah yang sangat, saya bahkan tidak bisa lagi mengangkat tangan saya diatas kepala saya. Saya tersandung, saya jatuh, dan saya tidak lagi mampu berjalan lebih dari 100-200 kaki (30-60 meter) tanpa bantuan. Suami saya sangat khawatir karenanya tapi tak seorangpun dari kamu mau membicarakannya. Dan akhirnya, empat bulan setelah saya melahirkan puteri ketiga saya, dia dilahirkan pada tanggal 1 Agustus, saya mendapat serangan serius dan menjadi lumpuh dari pinggang kebawah. Saya dibawa ke rumah sakit, dan saat itu dokter datang dan memberitahukan saya bahwa kondisi saya serius dan saya tidak ingin membicarakannya, saya hanya terus menangis. Mereka menyarankan supaya saya membicarakan hal ini berdua dengan suami saya tetapi saya tidak ingin berbicara dengan siapapun, saya memalingkan pandangan saya ke dinding dan terus menangis. Mereka melepaskan saya dari rumah sakit dan menyarankan supaya saya berkonsultasi dengan dokter spesialis.
Saya pulang ke rumah dan akhirnya untuk pertama kalinya saya berbicara secara jujur dan terus terang. Saya menjelaskan kepadanya apa yang sebetulnya terjadi dengan saya dan mengapa saya tidak memberitahukan kepadanya. Setelah mendengar keterangan saya, diapun meminta untuk bercerai. Saya tidak akan pernah melupakan hari itu selama hidup saya. Dia pergi keluar setidaknya selama 3-4 jam. Saya duduk dan menangis terus, sama sekali tidak menghiraukan anak-anak kami. Dan ketika dia kembali, dia melangkah masuk dengan lambat dan membisu dan berkata, "Saya tahu bahwa saya mungkin tidak bisa menerima hal ini, tetapi saya akan mencobanya. Asal jangan meminta saya untuk berjanji apapun saat ini, kita lihat saja apa yang akan terjadi nanti." Diapun menjadi seorang yang paling memberi dukungan dan orang yang paling baik.
Seiring dengan gejala-gejala yang memburuk, cacat fisik saya juga terus memburuk. Berjalan di dalam rumah dan melakukan hal-hal yang sederhana sekalipun seperti menyiapkan makanan dan mengatur anak-anak, menjadi tugas yang sangat berat. Saya memerlukan waktu 2-3 jam sekedar untuk membuat hamburger dan menaruhnya di meja. Saya memakai tongkat penyangga pada saat ini dan kaki kanan saya terserang apa yang dikenal sebagai "cacat Vegas", dimana tulang kaki kanan saya membengkok dan melengkung kedalam, dan tulang tempurung sayapun ikut terbetot dan berpindah tempat sehingga menimbulkan rasa sakit yang luar biasa setiap kali saya bergerak. Seorang ahli bedah ortopedik melakukan apa yang disebut "pelepasan retinakular" yaitu melepaskan tulang tempurung supaya bisa mengikuti tulang kaki yang membengkok/memutar kedalam. Sayapun berjalan dengan tertatih-tatih dengan kaki kanan saya mengayun kesamping dan tulang kaki yang membengkok membentuk suatu busur. Tetapi saya tetap berusaha untuk merawat anak-anak dan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga.
Memasuki tahun 1982, cacat ini sedemikian memburuknya sehingga saya tidak bisa lagi bertahan tanpa suatu bantuan. Seorang wanita muda yang tinggal di penghujung jalan datang dan membantu saya selama hari kerja untuk melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga dan kami menjadi teman baik. Tetapi saya mengalami pertentangan batin dan merasa sangat bersalah karena tidak memberitahu suami saya dan menyaksikan penderitaan batin yang dialaminya dan ketidakmampuan saya sendiri untuk merawat anak-anak saya sungguh nyaris membuat saya gila. Saya mulai melakukan tawaran kepada Tuhan. Saya berkata, "Ya Tuhan, janganlah penyakit ini menjadi semakin memburuk. Saya akan lakukan apapun yang Engkau minta, tapi janganlah tangan saya terserang." Dan ketika MS menyerang tangan saya, jari-jari sayapun menjadi kaku/mati-rasa. Sayapun tidak sanggup lagi untuk melipat pakaian. Sayapun kembali meminta kepada Tuhan, supaya saya tetap normal dari leher keatas. Dan sayapun mulai menjadi marah dan frustrasi. Saya teringat menjelang hari Natal suatu kali dan ingin mendekorasi pohon natal. Orang-orang menaruh ornamen di pohon dan saya menjadi jengkel karena saya ingin sekali supaya pohonnya indah. Saya duduk di atas kursi roda saya, sementara mereka sedang bergembira, lantas saya memutuskan untuk berdiri diatas tongkat saya dan membantu mereka. Saat itu saya sudah memakai klem-klem penyangga dari baja sampai setinggi pinggang saya. Saya berhasil menyeimbangkan diri saya dengan tongkat penyangga dan meraih ornamen dan menjangkau kedepan berusaha memasang ornamen tersebut dan kehilangkan keseimbangan saya dan sayapun tersungkur kedepan kepala duluan jatuh menimpa pohon natal. Tentu saja anak-anak mulai tertawa dan ditengah rasa frustrasi saya, sayapun menangis. Saya teringat mengadu-adukan kepala saya ke dinding. Ya Tuhan, ini sungguh-sungguh penyakit yang jahanam. Saya mulai menjadi sangat tertekan batin dan sangat marah kepada Tuhan, dan sangat tidak sabar dengan diri saya sendiri. Hal ini berlangsung setidaknya selama 2 tahun lagi.
Suatu ketika teman saya menelpon dan bercerita bahwa akan ada Misa Penyembuhan di paroki Santo Ferdinand, dia berkata, "Maukah kamu datang?" Pada saat itu, saya pergi ke gereja pada hari Minggu, hanya karena saya tidak ingin melakukan dosa besar. Saya begitu marah kepada Tuhan dan saya begitu marah kepada diri saya sendiri, sehingga saya tidak menemukan sukacita sedikitpun dalam berdoa. Hati saya sudah membeku seluruhnya. Dan saya berkata, saya tidak ingin pergi, saya sungguh tidak ingin merasa malu didepan banyak orang-orang, tinggalkan saya sendirian. Akan tetapi dia terus mengajak saya. Dan akhirnya ketika hari Misa itu diadakan, dia menelpon dan suami saya yang bukan Katolik menanyakan siapa yang menelpon, saya jawab "Mary Ann." Suami saya bertanya apa yang dia inginkan. Saya berkata bahwa dia ingin supaya saya pergi ke Misa Penyembuhan. Suami saya bilang, "Mengapa kamu tidak pergi saja? Apakah ini bisa merugikanmu? Tuhan tahu semua dokter-dokter di dunia ini tidak mampu menolong kamu sedikitpun. Sebaiknya kamu pergi." Jadi saya mengalah dan bilang bahwa saya akan pergi.
Sewaktu kami tiba di gereja, gereja penuh sesak oleh orang-orang. Dengan memakai tongkat dan klem-klem penyangga sayapun mengayunkan tubuh saya pelan-pelan mengikuti petugas pelayan Misa yang menolong saya mencarikan tempat duduk. Saya meletakkan tongkat penyangga saya kesamping di sisi luar bangku yaitu di lorong. Segera setelah doa Rosario diucapkan Misa dimulai, konselebran (yaitu romo-romo yang memimpin Misa) berjalan disepanjang lorong dan tiba-tiba saya merasa pundak saya disentuh dari belakang. Sayapun menoleh dan melihat wajah seorang romo yang kemerahan, yang sedang berdoa bagi saya dan semua konselebran berdiri disana. Saya sungguh merasa malu didepan banyak orang telah dipilih seperti itu. Tetapi dalam waktu singkat sewaktu sang romo berdoa bagi saya, saya merasa berada dalam perasaan damai yang mendalam yang tidak pernah saya rasakan selama bertahun-tahun. Dan sayapun berdoa bahwa saya menerima kehendak Tuhan dan tetap berbahagia apapun kehendak-Nya.
Setelah Misa selesai, saya pulang ke rumah dan hidup sayapun mulai berubah. Saya berhenti tawar-menawar dengan Tuhan. Melainkan saya mulai berkata kepada Tuhan bahwa apapun yang diinginkan-Nya dari saya, saya terima. Saya tahu Dia punya rencana yang bagus bagi saya dan apapun rencana-Nya saya akan berusaha lakukan dengan sebaik-baiknya. Saya hanya meminta supaya terus mendapatkan kedamaian dan juga bagi keluarga saya, karena pada waktu-waktu itu saya sering marah pada diri saya dan saya melampiaskannya kepada suami dan anak-anak saya, tetapi mereka sangat bersabar terhadap saya. Setelah dua bulan, suami saya berkata, "Entah mengapa, tapi kamu sungguh-sungguh berbeda," dia berkata, "Apa yang sedang terjadi pada dirimu?" Dan saya berkata bahwa saya sendiri tidak dapat menjelaskannya. Dia berkata, "Apapun yang kamu lakukan, teruskanlah." (tertawa) Dan kehidupan kami mulai memasuki babak baru. Keluarga kami menjadi sangat tenang dan diam dan sangat berbahagia.
Dan kira-kira pada saat ini, saya merasa sudah cukup lama saya tinggal di rumah. Saya pernah menjadi guru yang baik dan saya ingin kembali mengajar. Jadi saya memutuskan untuk kembali mencari perkerjaan dan hal ini sungguh-sungguh merupakan cobaan terberat dalam hidup saya. Saya menyerahkan Curiculum-Vitae (resume) dan pengalaman-pengalaman kerja saya dan isinya sungguh mengesankan mereka sampai tiba saatnya saya muncul untuk wawancara. Dan waktu saya muncul untuk wawancara segera setelah mereka melihat kondisi saya saya bisa membaca dari raut wajah mereka, percayalah bahwa saya tidak pernah dipanggil balik. Waktu itu sekitar bulan Mei dan akhirnya saya menelpon pastor paroki saya menjelang akhir tahun 1981 dan berkata, "Romo, saya sungguh memerlukan pekerjaan, saya sungguh ingin bekerja. Saya adalah seorang guru yang baik dan saya tahu saya bisa bekerja dengan baik bagi romo." Dan dia berkata, "Sungguh kebetulan engkau menelpon saya hari ini. Dua guru baru saja memberikan nota pemberitahuan bahwa mereka tidak akan kembali mengajar pada tahun ajaran berikutnya. Datanglah pada petang hari ini."
Sore harinya, saya naik ke dalam mobil. Saya memiliki mobil khusus yang memiliki kontrol tangan dan ini membuat saya percaya diri. Saya berkendara sampai ke rektori (kantor kepastoran), keluar, mengucapkan salam kepada romo dan menandatangani kontrak untuk mengajar di sekolah Santo Gregorius. Saya sungguh menyukai pekerjaan ini. Saya mengajar kelas dua SD dan membantu mempersiapkan untuk Komuni pertama. Ini adalah sukacita yang besar bagi saya, terutama karena salah satu calon Komuni adalah puteri saya sendiri. Saya sangat menyukai sekolah St.Gregorius dan saya senang bisa mengajar kembali. Dan saya rasa hal yang terbesar adalah saya senang merasa dibutuhkan dan bisa melakukan sesuatu hal yang bisa saya lakukan dan lakukan dengan baik. Saya tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tetapi saya masih bisa mengajar. Hal ini terus berlanjut hingga beberapa tahun.
Pada tahun 1985 saya kembali mendapat serangan MS yang serius. Pada saat itu kedua kaki saya sudah lumpuh seluruhnya. Saya tidak bisa menggerak-gerakkan jari-jari kaki saya dan saya tidak bisa menggerakkan kaki saya. Saya mengalami mati rasa di sepanjang kaki saya. Bengkok di kaki kanan saya sudah semakin memburuk. Kaki saya akan terus melengkung jika tidak memakai klem penopang. Saya direferensikan ke rumah sakit rehabilitasi Hammerville untuk terapi intensif latihan menggunakan kursi roda. Saya tinggal disana sampai sekitar empat minggu sebagai pasien tinggal dan kembali kesana setiap 90 hari sebagai pasien luar. Saya tidak lagi bisa mendorong roda kursi-roda dengan kedua tangan saya, sehingga mereka memberikan saya kursi-roda khusus dan karena kondisi tangan saya yang buruk, mereka memberikan kendali joystick. Dinas orang-cacat membangun elevator untuk kursi roda dan jalur kursi-roda dan segala hal lain yang saya perlukan di sekolah. Merekapun bersiap untuk datang dan melakukan hal yang sama untuk rumah kami.
Sekitar setahun sebelumnya dari hari ini (saya memberikan kesaksian saya), saya membeli suatu majalah, kalau tidak salah Reader's Digest, dan saya membaca artikel kecil tentang Santa Maria yang menampakkan diri kepada enam anak kecil di Yugoslavia. Saya sungguh merasa tertarik. Saya tidak berpikir lebih jauh tentangnya dan saya membeli sejumlah buku biografi suster Lucia dari Fatima. Saya sangat berdevosi kepada Santa Maria dari Fatima dan saya mengucapkan Rosario setiap hari. Pada saat ini saya juga pergi menghadiri Misa harian. Ketika bukunya tiba ada nota bahwa Trinity Publications berhutang $9 pada saya. Saya pikir mereka tidak hutang $9 terhadap saya, jadi sayapun mengabaikannya. Sekitar satu setengah minggu kemudian datang lagi surat yang berisi, "Kami berhutang $9 padamu. Apakah anda mau mendermakannya?" Sebagai seorang guru sekolah Katolik dengan hanya sedikit uang saku saya berpikir saya tidak akan mendermakan apa-apa. (tertawa) Kalau kalian bilang berhutang pada saya $9, baiklah, saya lantas melihat-lihat katalog mereka dan saya menemukan suatu buku berjudul, "Apakah Bunda Maria sungguh menampakkan diri di Medjugorje, oleh Father Rene Laurentin" (Fr.Rene Laurentin adalah pakar Mariologi internasional). Saya lihat harganya $6.95, dan ongkos kirim $2, masih ada sisa 5 sen. Mereka tidak usah kembalikan sisa uang, maka sayapun memesan buku tersebut. Hebatnya, buku tersebut tidak dalam datang 6-8 minggu seperti biasanya, tetapi tiba dalam 4-5 hari. Saya tidak dapat mempercayainya. Waktu bukunya tiba, saya mulai membacanya dan saya tidak bisa berhenti. Saya sungguh terkejut oleh betapa pentingnya pesan-pesan Bunda Maria. Saya tersentuh oleh imbauannya supaya kita berdoa dan bertobat. Saya merasa bahwa rencana Tuhan pada saat ini supaya saya mempersembahkan segala penderitaan saya dan rasa frustrasi saya bagi pertobatan kaum pendosa dan ini yang sedang dan terus saya lakukan. Saya berpikir jalan saya ke surga telah ditangani dan yang saya harus lakukan adalah setiap pagi lakukan ini dan memperbarui diri saya. Saya telah bergabung dengan liga kecil "jiwa yang dikurbankan" (victim soul) yang didirikan oleh Mother Theresa. Saya begitu yakin bahwa inilah jalan saya untuk mencapai surga. Jadi saya juga mulai berpuasa seperti permintaan Bunda Maria (di Medjugorje), saya berpuasa sampai makan malam pada hari Rabu, hanya dengan roti dan air, dan sepanjang hari pada hari Jumat. Keluarga saya tampaknya tidak berkeberatan. Dan pada pemeriksaan berikutnya di rumah sakit Hammersville, dokter saya begitu senang karena saya telah mengurangi berat badan hampir 15 pon (7,5 Kg). Dia berkata, apapun yang engkau lakukan, teruskanlah. Sungguh bagus, sungguh baik. Dan tentu saja saya terus melakukan apa yang telah saya lakukan. (tertawa) Karena pada saat itu saya punya masalah kelebihan berat badan yang serius. Saya sudah diet 800 kalori sehari dan masih saja bertambah berat badan karena duduk di kursi roda seharian dan sama sekali tidak ada aktivitas. Metabolisme saya sangat rendah.
Hal ini berlangsung terus dan pada bulan Juni 1986 saya sedang mengikuti kursus singkat Kitab Suci di Merose College pada hari kerja dan pada hari Minggu saya ingat saya pergi tidur sekitar jam 10 malam seperti biasanya dan suami saya membantu saya naik tangga karena elevator ke lantai kedua belum dipasang sehingga saya dibantu naik tangga dengan mengangkat kaki saya satu-persatu menaiki anak tangga sampai saya tiba di lantai dua dan membantu saya naik ke ranjang dan dia akan turun kebawah untuk menonton acara jam 10 malam dan berita televisi, sedangkan saya jarang menonton televisi dan tidak tertarik dan saya akan menggunakan waktu-waktu tersebut untuk bacaan spiritual dan doa-doa dan sebagainya. Suami saya biasanya naik sekitar jam 11.30 - tengah malam yaitu setelah berita selesai. Saya merasa lega pada saat itu karena anak-anak sudah pergi tidur dan suasana sungguh sunyi dan ini adalah waktu-waktu khusus saya. Saya baru saja selesai mengucapkan Rosario saya pada tanggal 18 malam hari dan rasanya waktu sudah sekitar jam 11.30 malam dan tiba-tiba muncul pemikiran, "Mengapa engkau tidak meminta?" Sayapun berpikir, "Minta apa?" Tiba-tiba kata-kata muncul dalam benak saya dan saya mulai berdoa, "Bunda Maria yang baik, Ratu Damai, yang saya percaya menampakkan diri kepada enam anak-anak di Medjugorje, maukah engkau meminta Puteramu untuk menyembuhkan saya dari apapun dalam diri saya yang perlu disembuhkan. Saya tahu bahwa Puteramu berkata bahwa jika seseorang memiliki iman dan berkata kepada gunung untuk pindah maka gunungpun pindah. Saya percaya maka hapuskanlah ketidak-percayaan saya”. Dan tepat pada saat itu juga saya merasakan perasaan yang aneh seperti rasa hangat atau aliran listrik di sekujur tubuh saya. Sayapun berpikir, "aneh, mungkin cuma sekedar imajinasi saya saja." Dan saya tidak teringat apa-apa lagi.
Rasanya saya pasti langsung tertidur pulas. Saya tidak teringat suami saya naik ke kamar atau apapun. Dan ketika saya bangun pada pagi hari berikutnya jam 6.30, saya tidak merasakan sesuatu apapun yang tidak normal, saya bangun dan suami saya membantu saya. Saya berpakaian dan dia membantu saya sampai masuk ke dalam mobil, memasukkan kursi-roda saya ke dalam mobil dan melepaskan saya. Sewaktu saya sampai di College, Laverne, gadis yang membantu saya pada hari kerja, membantu menyiapkan kursi-roda saya dan menemani saya sampai ke dalam kelas. Saya masih tidak merasakan sesuatu apapun dan mendekati istirahat pertama di pagi itu, Laverne biasanya akan membantu saya pergi ke kamar kecil di bangunan sebelah. Bangunan yang ini masih belum memiliki kamar-kecil bagi orang cacat. Dan saya merasakan rasa gatal yang amat sangat di kaki saya. Saya lantas berpikir, "Sungguh aneh. Apa yang terjadi?" Dan saya menjangkau kebawah untuk menggaruk dan sewaktu saya menggaruk, saya melihat bahwa jari-jari kaki saya yang terlihat dari luar, -saya memakai sepatu ortopedik yang besar,- bergerak-gerak naik-turun. Sayapun sangat terkesima. Kami telah pergi ke berbagai dokter, dan menjalani pemeriksaan elektro-myografi dan tidak ada tanda-tanda aktivitas saraf sedikitpun. Dokter berkata tidak ada terapi fisik yang bisa membantu. Pulanglah, katanya. Pada saat ini saya sangat ingin cepat-cepat pulang ke rumah dan memberitahu suami saya karena saya tidak bisa melupakan hari ketika dokter memberitahukan hasil pemeriksaan saya kepadanya, dan dia sungguh patah hati. Saya ingin pulang ke rumah dan menunjukkan kepadanya. Saya membungkuk dan menggaruk dan saya bisa merasakan sensasi sentuhan di kaki saya. Selama ini kaki saya serasa seperti sepotong kayu mati. Dan saya begitu gembira di kelas, saya duduk di kelas, saya kembali menggaruk-garuk, saya menggeliat. Saya tidak teringat apa yang dikatakan di dalam kelas, yang saya ingat cuma terus menerus berpikir bagaimana saya akan menceritakan suami saya sesampainya saya di rumah. Akhirnya kelaspun selesai dan Laverne menolong saya ke mobil dan saya menyetir pulang ke rumah. Sewaktu saya berhenti di depan garasi, tidak ada seorangpun disana. (tertawa)
Saya telah beberapa kali mengeluh beberapa hari sebelumnya bahwa ini menjelang akhir musim strawberry dan kami tidak memiliki satupun strawberry di lemari es, "kapan kalian akan pergi memetik strawberry?" Jadi mereka menurut pada kehendak saya dan pergi ke perkebunan strawberry. Saya duduk di mobil selama beberapa menit dan berpikir apa yang akan saya lakukan. Tidak ada seorangpun disana, dan suami saya telah meninggalkan tongkat penyangga saya dekat tempat saya menghentikan mobil saya, di samping rel tangga sehingga saya bisa menjangkaunya dari mobil. Tetapi saya akan menghadapi kesulitan besar karena ada tiga anak tangga menuju pintu dan saya harus menaiki tiga anak tangga tersebut. Biasanya saya tidak akan mencobanya kecuali ada yang membantu mengangkat kaki saya menaiki anak tangga atau setidaknya berada disana karena keseimbangan saya sangat buruk. Tetapi saya punya kesulitan lain. Pada waktu istirahat Laverne menanyakan kalau saya ingin pergi ke kamar kecil dan saya menggelengkan kepala dan bilang tidak. Saya terlalu dipesonakan oleh kenyataan bahwa saya bisa menggerak-gerakan jari-jemari kaki saya naik-turun. Saya juga menderita gangguan saraf kandung kemih akibat serangan sekunder MS sehingga saya tidak memiliki kontrol terhadap kandung kemih saya. Saya tidak bisa tahu kapan saya mau buang air kecil dan kalau saya buang air saya tidak tahu kapan saya berhenti. Jadi saya selalu mengenakan (popok) pelindung karena gangguan ini. Saya pikir setelah duduk di kelas sejak jam 7.30 pagi sampai sekarang sudah jam 1.30 siang, saya sudah perlu mengganti (popok) pelindung. Saya perlu segera masuk ke rumah untuk pergi ke kamar kecil.
Saya memutuskan untuk keluar dari mobil, meraih tongkat penopang saya, dan terpikir oleh saya, kalau saya bisa menggerak-gerakan jari-jemari kaki saya, dan saya bisa merasakan kaki saya, mungkin saya bisa menaiki anak tangga tersebut. Sayapun mengayunkan kaki saya yang bisa saya tekuk Kaki saya yang lainnya yang mengalami pembengkokan terpancang pada klem-klem kaku hingga ke pinggang saya sehingga tidak bisa saya tekuk. Saya angkat kaki kiri saya dan saya taruh di anak tangga pertama dan saya berhasil. Dan kaki yang kanan ayunkan ke atas dan dalam waktu singkat saya berada di dalam rumah. Waktu di dalam rumah, suhu udara terasa panas. Saya sungguh kegirangan, saya berpikir, lebih baik saya lepaskan klem-klem baja di kaki dan badan saya dan saya akan berbaring diatas ranjang-sofa yang memang biasa saya pakai di lantai bawah, beristirahat dan kalau Ron pulang saya akan pamer dan dia pasti akan terkejut. Saya tidak bisa membayangkan betapa terkejutnya dia nanti (tertawa). Sayapun membungkuk dan membuka kait-kait baja untuk membuka klem-klem dan saya teringat saya berteriak kegirangan. "Ya Tuhan, ya Tuhan, kaki saya lurus!!!" Waktu saya melihat kebawah, saya bahkan tidak mengenali kaki kanan saya. Kaki saya lurus sama sekali dan posisi tempurung lutut berada tepat di depan. Waktu saya membuka klem-klem penopang, saya berteriak dengan suka-cita, "Terima kasih Bunda Maria, terima kasih Yesus!" Tapi saya bermimpipun tidak bahwa mukjijat sungguh telah terjadi. Saya begitu terkejut dengan segalanya. Pada waktu itu saya memakai rok yang agak panjang dan saya teringat menarik rok saya keatas dan menyangkutkannya ke ban pinggang dan dengan memakai tongkat penopang saya, saya mulai berjalan keliling ruangan sembari melihat kedua kaki saya, karena sebelumnya akibat "cacat Vegas", kaki kanan saya akan mengayun ke samping sementara tempurung lutut saya akan bergesekan dengan klem-klem kaki kiri saya. Kini saya berjalan normal dan kaki saya mengayun ke depan dan belakang dan tumit saya menyentuh lantai seperti layaknya langkah orang yang normal. Saya berjalan keliling rumah, sembari menangis dan berterima kasih kepada Bunda Maria dan Yesus, sampai saya pada anak tangga yang menuju ke lantai ke dua di ruang utama dekat pintu masuk.
Sekonyong-konyong sewaktu saya menatap anak tangga tersebut apa yang telah terjadi pada malam sebelumnya, doa-doa dan perasaan yang timbul melintasi pikiran saya seperti sebuah film. Saya tiba-tiba menyadari apa yang telah terjadi, bahwa saya telah disembuhkan. Dan saya teringat dan berteriak, jika saya telah sembuh, saya bisa lari menaiki anak tangga tersebut. Sayapun melepaskan tongkat-tongkat penyangga dan menyenderkannya di sudut dinding dekat pintu masuk. Dan sayapun lari menaiki anak tangga sampai ke lantai kedua. Saya teringat sampai di lantai atas dan berteriak dan melompat-lompat kegirangan. Lantas saya lari menuruni tangga dan membuka pintu depan dan berteriak-teriak ke sekeliling rumah dan menangis, "Oh terima kasih Tuhan, terima kasih Bunda Maria." Saya pasti telah berlarian kesana kemari ke sekeliling rumah dan histeris entah berapa kali, anjing saya mengejar saya sambil menggonggong. Saya terus menangis dan akhirnya saya berhasil menguasai diri saya dan saya kembali melangkah ke dalam rumah dan berpikir, "saya harus memberitahu seseorang" berulang-ulang. Jadi, yang pertama terpikir adalah pastor paroki saya. Saya meraih gagang telepon dan memutar nomor telepon dan saya terus mendapat pesan "harap memutar kembali nomor yang hendak dihubungi" dari operator. Ternyata karena luapan emosi, saya memutar nomor telepon saya sendiri! Akhirnya saya memutar nomor yang benar dan romo mengangkat telepon. Saya teringat berteriak keras histeris di telepon dan berseru, "Saya sembuh! Saya telah sembuh! Saya tidak lagi menderita MS!" Dan romo menjawab, "Siapakah ini?" Saya jawab, "Saya tidak lagi menderita MS! Saya sembuh!" Dia lantas berkata, "Apa ini Rita?" Dan saya berkata, "Iya, dan saya telah sembuh! Saya tidak lagi menderita MS!" Dia berkata, "Rita, duduklah! Dan minum dua butir aspirin, dan telepon doktermu. Lakukanlah hal ini!" Dan saya memutuskan sambungan telelpon. (tertawa) Saya pikir, wah romo betul-betul sama sekali tidak membantu.
Berikutnya adalah tetangga saya yang telah membawa saya ke Misa penyembuhan beberapa tahun sebelumnya. Sayapun menelpon Mary Ann dan pada waktu itu saya tidak mampu berbicara jelas dan cuma menangis di telepon. Dengan susah payah dia akhirnya bisa mengerti bahwa sayalah yang menelpon dan dengan secepat kilat datang ke rumah saya. Anak-anak saya nantinya bercerita bahwa kedua anak kembarnya yang waktu itu ada di kolam renang diajak serta dan mereka bilang kepala mereka terantuk-antuk ke kap mobil sepanjang perjalanan (saking ngebutnya sang ibu menyetir mobil!). Dan saya teringat Mary Ann berdiri di depan pintu di ruang keluarga dan saya sedang melompat-lompat berteriak-teriak sambil menangis dan dia hanya terpaku disana menatap saya dan saya terus berseru kepadanya, "Mengapa kamu hanya bengong saja? Lihatlah saya, lihatlah!" Tapi dia hanya berdiri bengong disana hingga akhirnya kami berdua melompat-lompat bersama, berpelukan, dan bertangis-tangisan. Akhirnya setelah saya agak tenang, ditengah-tengah sedu-sedan saya berusaha menceritakan kepadanya apa yang terjadi. Dan dia berkata, "Baiklah, sekarang kita harus menemui Ron dan puteri-puterimu." Dia meneruskan, "Mari, kita berangkat." Saya bilang, saya tidak memiliki sepasang sepatu pun. Saya bertelanjang kaki. Saya bilang saya tidak memiliki sepatu sama sekali. Jadi dia berkata, "Christen pasti punya sepatu, dia gadis besar, apa dia punya sepasang disini?" Saya bilang lihatlah di kamarnya. Jadi dia pergi ke kamar dan mendapatkan sepasang sendal dan cukup pas saya pakai dan kami masuk ke mobilnya dan berangkat pergi. Dalam perjalanan saya berusaha memberitahukan apa yang terjadi dan bahwa saya menelpon romo Bergman dan saya rasa dia tidak mempercayai saya. Dia bilang, "Baiklah, kita harus melewati rektori (kantor kepastoran) dan mampir dan kasih lihat romo." Jadi kamipun mampir kesana. Kami menaiki tangga kepastoran dan romo sedang berdiri di ruang belajarnya ketika saya melangkah masuk. Saya tak akan melupakan roman mukanya ketika melihat saya dan dia hanya mampu berkata berulang kali, "Ya Tuhan, terpujilah Allah!" Dan saya berlutut tanpa bantuan siapapun dan sayapun meminta berkat dari romo. Saya merasa seperti gadis belasan tahun saya tidak bisa menggambarkan enerji yang saya miliki waktu itu atau sekarang, setelah sekian lama mengalami rasa lelah yang sangat dan rasa lemah dan kelumpuhan yang bertahun-tahun. Seolah saya dilahirkan kembali. Saya meminta berkat romo dan saya ingat dia ingin berbicara tetapi saya bilang saya tidak bisa bicara sekarang karena saya harus mencari suami dan anak-anak saya. Saya berlari keluar dari rektori dan berangkat ke perkebunan strawbery tetapi mereka sudah tutup, semua sudah pulang, jadi kamipun berkendara pulang.
Saya teringat sewaktu memasuki jalur ke garasi dan suami saya keluar dari pintu depan dan wajahnya sangat pucat. Dia tampak seperti kebingungan dan dia mencari-cari dengan pandang matanya. Sebelumnya, waktu dia pulang ke rumah dia melihat mobil saya di depan garasi dan kursi-roda di bangku belakang mobil, dia masuk ke rumah dan tidak menemukan saya selain klem-klem penyangga saya dan pergi mencari ke sekeliling rumah sementara anak-anak saya menemukan tongkat penyangga saya di ruang dekat pintu depan. Pikirannya dipenuhi bayangan bahwa saya telah mengalami kecelakaan atau mendapat serangan penyakit yang serius dan telah dibawa ke rumah sakit oleh ambulans.
Saya teringat melangkah keluar dari rumah dan setelah itu semuanya menjadi "kacau balau" (tertawa berderai). Kami semua melompat-lompat dengan suka cita sembari menangis. Saya mesti menunjukkan kepada mereka segala hal yang bisa saya lakukan. Saya bisa berdansa, saya bisa berlari naik bukit ke arah hutan dan berlari kembali ke rumah. Dan puteri kecil saya, Heidy, yang berumur 7 tahun waktu itu. Dia terus berkata, "Mami mestinya gak boleh melakukan itu! Mami jangan begitu! Mami jangan bertingkah seperti itu!" (tertawa berderai) Dan saya terus berkata, "Kamu tidak mengerti, saya tidak lagi menderita MS! Saya telah sembuh!" Sementara Ellen terus berkata, "Mami bagaimana hal ini terjadi? Bagaimana mami bisa melakukan hal-hal ini?" Kalian harus mengerti bahwa anak-anak saya tidak pernah mengenal saya selain sebagai orang cacat. Mereka tidak pernah melihat saya melakukan hal-hal seperti layaknya dilakukan oleh ibu-ibu yang lain. Pergi main bowling, golfing, atau bahkan pergi berbelanja. Saya selalu memesan segala sesuatunya lewat katalog. (tertawa) Sungguh-sungguh saya tidak bisa menggambarkan kebahagian, kesukacitaan yang kami alami. Saya bilang, "Saya tidak lagi menderita MS, saya sembuh, Yesus telah menyembuhkan saya!" dan Heidy menatap saya dan berkata, "Wah bagus, sekarang kita tidak perlu lagi bekerja." (tertawa)
Setelah kami tenang kembali, kami masuk ke dalam rumah. Suami saya menelpon Hammerville dan dokter saya tidak masuk. Hari Kamis adalah hari cutinya. Mereka bilang dia akan menelpon balik pagi berikutnya. Esok paginya dia menelpon dan suami saya lantas menceritakan bahwa saya tidak lagi menggunakan kursi-roda atau tongkat atau klem-klem penyangga dan dia bertanya, "Memangnya ada apa? Apa rusak?" Suami saya bilang, "Oh tidak. Istri saya tidak lagi membutuhkannya, dia bisa berjalan tanpa bantuan alat-alat tersebut." Dan dokter berkata "Itu sungguh tidak masuk akal! Tidak mungkin!" Dan suami saya meneruskan, "Bukan cuma itu saja, dia juga berlari-lari, naik turun bukit, keliling-keliling rumah" dan dokter berkata, "Itu tidak mungkin! Mustahil dia bisa melakukan hal-hal seperti itu" dan suami saya bilang "Dia lari naik-turun tangga." Dokter sayapun berkata, "Saya ingin segera melihatnya." Kamipun berangkat ke Hammerville dan sewaktu kami sampai di sana, dokter saya sementara itu telah mendiskusikan dengan dokter-dokter yang lain dan berkesimpulan bahwa suami saya sedang membohongi mereka dengan menggunakan saudari kembar saya atau saudari kandung saya. Ini semua cuma main-mainan belaka. Jadi ketika kami sampai disana, mereka berusaha bersikap sopan, dokter omong sebentar sedangkan saya melompat-lompat dan berusaha menguasai diri saya. Akhirnya dokter berkata, "Saya sibuk dan saya harus kembali bekerja" dan Ron berkata, "Tidakkah engkau ingin memeriksanya?" Lantas dia berkata, "Saya sudah mendiskusikan ini dengan dokter-dokter lainnya. Ini pasti saudari perempuan Rita, ya khan? Saudari kembar?" Kami sungguh harus berusaha keras untuk meyakinkannya bahwa itu benar-benar saya, Rita. Akhirnya anak-anak berkata, "Ini sungguh-sungguh mami kami. Mami kami tidak punya saudari perempuan yang mirip dengannya. Rambut mereka hitam dan mereka tinggal di negara bagian Iowa!" (tertawa) "Dan jauh dari sini!" Sehingga akhirnya dokterpun percaya kepada saya dan membawa saya ke ruang pemeriksaan. Dia tetap tidak bisa mempercayai apa yang dilihatnya. Dia berkata bahwa segalanya, semua test, hasilnya normal. Kekuatan otot, atropi otot, refleks, semuanya normal! Dan bahwa kami harus berterima kasih kepada Tuhan, dan pulang ke rumah dan ambil uang kami dari bank dan pergi berlibur. (tertawa berderai) Kami memang akhirnya betul-betul berlibur, seperti melarikan diri dua hari sesudahnya karena komunitas lingkungan tetangga mendengar kisah kami dan kami dibombardir oleh panggilan telepon yang masuk. Kami tidak bisa makan, tidak bisa tidur, tidak bisa berpikir, atau melakukan apapun sehingga akhirnya kami berkemas dan berangkat ke South Carolina, setelah kami menelpon orang tua kami yang tinggal di Florida untuk menemui kami disana dan kami tinggal disana selama enam minggu.
Tetapi ini bukan akhir dari kisah ini. Saya punya tiga saudara lelaki dan dua saudara perempuan. Tiga saudara lelaki saya telah meninggalkan gereja selama bertahun-tahun. Salah satunya sedang kembali ke gereja. Dia sudah mulai dengan meminta berkat untuk perkawinannya dari gereja. Dua saudara lelaki dan dua saudara perempuan saya tidak pergi ke gereja. Dan anak-anak dari kedua saudara lelaki saya belum menerima katekis atau bahkan dibaptis. Salah satu saudara lelaki saya telah tidak berbicara kepada kedua orangtua saya selama bertahun-tahun. Seolah-olah mereka tidak ada. Di bulan September, ibu saya berkata, "Kamu tahu bahwa saudara-saudarimu tahu bahwa engkau telah disembuhkan. Tetapi saya pikir mereka tidak mengerti apa yang sesungguhnya terjadi padamu, dan mengapa, dan bagaimana. Jadi, mari kita membuat suatu paket kecil. Kamu membuat suatu kesaksian dan kita kirim mereka sebuah buku, buku karangan Father Rene Laurentin tentang Medjugorje. Dan kita berdoa kuat-kuat. Hal terburuk yang mungkin mereka lakukan adalah membuangnya ke tempat sampah. Dan siapa tahu barangkali mereka akan membacanya." Kamipun mengirimkan paket-paket tersebut dan dalam waktu beberapa minggu, tiga orang, dua saudari saya dan satu saudara saya, kembali ke gereja, menerima sakramen pengakuan dosa, menerima komuni. Anak-anak mereka, dari umur 25 tahun sampai 9 tahun, dibaptis dan mengikuti program katekumen. Dan adik lelaki saya telah berdamai dengan kedua orangtua saya setelah membisu selama bertahun-tahun. Dan adik lelaki saya yang lain yang sedang kembali ke gereja pada waktu saya disembuhkan telah membaktikan diri sepenuhnya untuk menyebarkan Kabar Gembira kerajaan Allah dan kisah-kisah menakjubkan tentang Bunda Maria, Ratu Damai (dari Medjugorje). Dan seumur hidup saya saya tidak akan pernah lupa berterima kasih kepada Allah ataupun Bunda Allah, atas rahmat luar biasa yang telah diberikan kepada saya dan keluarga saya. Terima kasih banyak.
1 komentar:
Wah bagus sekali artikel nya, bisa menjadi banyak masukan nih.
Makasih ya!
saya sedang menulis perihal multiple sclerosis di blog saya. silakan berkunjung ya!
http://distributor4lifeindonesia.wordpress.com/2008/11/29/ternyata-multiple-sclerosis-psoriasi-dan-rheumatoid-arthritis-termasuk-penyakit-autoimune/
Posting Komentar