Perempuan Yang Menderita Pendarahan.
Ketika Yesus diminta datang ke rumah Yairus, untuk menyelamatkan anaknya yang sedang sakit, tiba-tiba di tengah jalan “dicegat” secara diam-diam oleh seorang perempuan yang menderita pendarahan sejak lama (Adalah di situ seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan - Mrk 5:25).
Oleh orang-orang Yahudi perempuan ini dianggap sebagai najis karena penyakitnya (Apabila seorang perempuan mengeluarkan lelehan, dan lelehannya itu adalah darah dari auratnya, ia harus tujuh hari lamanya dalam cemar kainnya, dan setiap orang yang kena kepadanya, menjadi najis sampai matahari terbenam. - Im 15:19). Semua orang yang menyentuh dia juga akan menjadi najis. Oleh karena itu, hukum Taurat melarang dia bergaul dengan orang lain. Tetapi perempuan ini nekad masuk di antara kerumunan rakyat dan menyentuh jubah Yesus.
Imannya mendorong dia untuk melanggar hukum “penyucian” dan mengambil risiko timbulnya skandal. Perempuan ini tidak tahu siapakah Yesus itu, tetapi ia percaya, bahwa Allah akan menyembuhkan dia dengan perantaraan Yesus. (Sebab katanya: "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh." – Mrk 5:28).
Kepercayan perempuan ini sangat mirip dengan yang kita sebut sekarang sebagai “Katolisisme populer”. Sama seperti perempuan ini, Katolisisme populer tidak terdidik, namun menunjukkan suatu rasa keagamaan yang sangat kuat dan percaya kepada Allah. Katolisisme seperti ini dangkal dan kekanakan, mengharapkan hasil-hasil yang ajaib dengan menyentuh patung-patung dan barang-barang kudus, antara lain seperti menjamah jubah Kristus. Sama seperti Yesus, kita harus menghormati ungkapan keagamaan dari Katolisisme populer ini sambil sekaligus berusaha seperti Dia, yang menolong orang untuk menemukan segi-segi yang lebih dalam dari iman mereka.
Siapa bertanggung-jawab atas suatu mukjizat ? Apakah mukjizat berasal dari iman orang yang memintanya, atau berasal dari Kristus yang mengerjakan mukjizat itu ? Jika mukjizat itu tergantung sepenuhnya pada iman seseorang, maka apa perbedaan antara orang beriman yang meminta Allah untuk mendapat suatu penyembuhan dan orang yang pergi kepada salah seorang penyembuh yang beriman ? Mengenai penyembuh ini, cukup kalau kita meyakinkan diri, orang yang sungguh-sungguh mengerjakan penyembuhan tidak banyak berarti.
Orang-orang yang datang kepada Yesus, jauh dari mengakui-Nya sebagai Putra Allah, tetapi mereka yakin bahwa Allah akan memberikan mereka suatu berkat dengan perantaraan nabi dan orang kudus ini. Iman ini mempersiapkan mereka untuk menerima penyembuhan tubuh dan jiwa mereka. Bagaimana Allah bisa menyembuhkan jika mereka tidak mau berharap ?
Apa yang paling menonjol pada masalah ini adalah kuasa Kristus, Yesus menyadari kuasa penyembuhan yang keluar dari diri-Nya. (Maka kata-Nya kepada perempuan itu: "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!" - Mrk 5:34). Teks ini bisa juga diterjemahkan sebagai : imanmu telah menyehatkan engkau kembali. Sesungguhnya, kedua arti ini sesuai (sama seperti pada Mrk 10:52). Perempuan ini mempertaruhkan segala sesuatu dan akhirnya melihat betapa Allah mencintai dia.
Anak Yairus
Di sini Yesus berhadapan dengan kematian seorang anak gadis yang dipanggil untuk hidup kembali. Yairus adalah seorang kepala rumah ibadat (datanglah seorang kepala rumah ibadat yang bernama Yairus. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya – Mrk 5:22), yaitu salah seorang yang memegang tanggung jawab dalam komunitas Yahudi lokal.
Kita juga memohon kepada Allah untuk disembuhkan, tetapi kita tidak berani meminta supaya orang mati dibangkitkan, karena kita menganggap kematian adalah sesuatu yang mutlak dan tak dapat diubah. Yesus ingin menunjukkan kepada kita, bahwa tidak ada “hukum nasib atau alam” yang bisa menghalangi kasih Allah.
Ketika rombongan Yesus sampai di rumah Yairus, terdengarlah suara ratap tangis. Pada zaman Yesus, keluarga yang berdukacita mengundang peratap-peratap profesional dan pemusik-pemusik pada upacara penguburan (Mereka tiba di rumah kepala rumah ibadat, dan di sana dilihat-Nya orang-orang ribut, menangis dan meratap dengan suara nyaring – Mrk 5:38). Sekarang, pada upacara penguburan, kita juga mengadakan pidato-pidato panjang dan upacara-upacara untuk menyembunyikan maut, karena maut mengguncang dan membuat kita merasa tidak enak dan mengganggu kedamaian kita. Yesus tidak membiarkan diri-Nya terpengaruh oleh ilusi-ilusi seperti itu.
Memang anak itu telah mati, oleh karena itu Yesus ditertawakan ketika Yesus menegur para peratap (Sesudah Ia masuk Ia berkata kepada orang-orang itu: "Mengapa kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati, tetapi tidur!" – Mrk 5:39), tetapi Yesus menyuruh semua orang yang ribut itu keluar, sementara Ia menyertai ayah dan ibu dari anak itu. Keduanya bisa mengerti karena mereka telah datang kepada-Nya dengan iman ("Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup." – Mrk 5:23)
Lalu dipegang-Nya tangan anak itu, kata-Nya: "Talita kum," yang berarti: "Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!" (Mrk 5:41). Sejak awal murid-murid Yesus menggunakan istilah “tidur” dan “bangun” setiap kali berbicara tentang kematian dan kebangkitan. Mereka percaya bahwa Yesus, Putra Allah, telah mengalahkan maut dengan kebangkitan-Nya sendiri (Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati? - 1 Kor 15:12).
Jajak pendapat menyatakan bahwa dewasa ini sejumlah besar orang Kristen sudah tidak percaya lagi pada kebangkitan. Kita bisa bertanya bukankah ketidak-percayaan pada kebangkitan lebih disebabkan oleh pendidikan keagamaan yang lebih berdasarkan pertimbangan moral daripada mendengarkan Sabda Allah.
(Kitab Suci Komunitas Kristiani – Edisi Pastoral Katolik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar