Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya. (Luk 8:16).
Yesus berbicara mengenai menyalakan pelita, bahwa pelita yang sudah nyala tidak boleh ditutupi, tetapi harus menjadi terang bagi sesama, supaya orang melihat cahayanya. Pelita dan cahaya yang dimaksud adalah semua perbuatan-perbuatan yang baik, dan semua karunia-karunia Roh yang Tuhan berikan, terutama kasih untuk membangun iman umat Tuhan, maupun sebagai saksi Kristus bagi orang yang belum mengenal Tuhan, supaya dengan melihat perbuatan-perbuatan mereka yang baik, orang menjadi mengenal Tuhan dan pada akhirnya mengasihi Tuhan.
Cahaya yang dimaksud adalah buah-buah Roh, seperti yang disebutkan rasul Paulus dalam Galatia 5 tentang buah Roh (Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. (Gal 5:22-23), juga a.l. kerendahan hati, kejujuran, kerelaan, dst.
Mengapa Yesus berbicara mengenai pelita yang ditutupi tempayan atau menempatkan di bawah tempat tidur ? Dalam injil Lukas, Yesus juga mengatakan : "Tidak seorang pun yang menyalakan pelita lalu meletakkannya di kolong rumah atau di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk, dapat melihat cahayanya.” (Luk 11:33).
Bagi orang Yahudi yang berpegang pada Hukum Taurat, maka pada hari Sabat mereka tidak boleh menyalakan lampu atau pelita, ataupun mematikan pelita, sehingga jika seseorang yang mau mematikan lampu atau pelita, maka dia menutupi pelita tersebut dengan tempayan, supaya lama-lama pelita tersebut mati sendiri, sehingga orang tersebut tidak melanggar Hukum Taurat. Atau jika orang tersebut tidak mau mematikan pelita tersebut, sementara dia tidak mau pelita tersebut menerangi, maka orang “menyingkirkan” pelita itu untuk sementara waktu, dia bisa meletakkannya di kolong rumah, supaya pelita tersebut tidak mati, dan kemudian pada hari Sabat, saat mau dipergunakan lagi, lampu atau pelita tersebut masih tetap nyala, namun orang tidak menyalahi hukum taurat, karena tidak melakukan pekerjaan menyalakan lampu atau pelita. Yang dimaksud dengan kolong rumah di sini, adalah ruang atau bagian rumah yang berada di bawah tanah, yang biasanya menjadi tempat penyimpanan sebagai gudang.
Sering dijumpai orang yang menjadi “tempayan” bagi sesamanya, artinya menutupi cahaya sesamanya yang mempunyai karunia Roh, terutama mereka yang bisa menumbuhkan kehidupan yang penuh kasih, yang menjadi contoh yang baik bagi sesamanya (Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." – Mat 5:16). Namun terang atau kebaikan tersebut ditutupi oleh sesamanya, karena persaingan, atau iri hati, egoisme, kesombongan, dsb, karena takut disaingi.
Bisa juga tanpa kita sadari, bahwa kita sendiri yang menyimpan “tempayan-tempayan” tersebut, yang menutup diri kita sendiri. Tempayan-tempayan yang dimaksud adalah segala dosa-dosa yang kita perbuat dan menyimpannya, antara lain kebencian, dendam, sakit hati, luka-luka batin, kemarahan, iri hati, kesombongan, percabulan, kerakusan rohani maupun materi, niat yang jahat, dan kemalasan. Semua itu menjadi “tempayan” yang menutupi cahaya dan menjadi penghalang bagi Rahmat yang akan Tuhan berikan kepada kita, sehingga kita sendiri tidak berkembang dalam rohani, malahan akhirnya jadi “mati rohani” karena kebodohan kita sendiri, egoisme, kemalasan, maupun karena ketakutan, dsb, yang seharusnya menjadi terang bagi sesama, seperti pelita yang ditempatkan di atas kaki dian. (Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu. – Yes 59:1-2).
Mother Theresa adalah contoh yang nyaris sempurna, dia menyerahkan dirinya ke dalam penyelenggaraan Ilahi, beliau dipakai Tuhan untuk pelayanan kasih, sehingga semua bangsa di dunia mengakuinya sebagai orang yang kudus, dan saat beliau masih hidup, orang menyebutnya sebagai Santa Yang Hidup, karena Cahaya Pelitanya menerangi dunia. (Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. – Mat 5:14).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar