Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu. (Mat 13:44)
Perumpamaan-perumpamaan tentang harta dan mutiara mengundang kita untuk tidak membiarkan kesempatan-kesempatan berlalu, apabila Kerajaan Allah datang kepada kita.
Ada orang yang sudah bertahun-tahun menantikan satu kata itu, atau tanda harapan yang akan memberi arti baru kepada kehidupan mereka. Pada suatu hari mereka menemukannya, kadang-kadang ditemukan lewat hal-hal yang sederhana, misalnya sepatah kata, pengampunan, seulas senyum persahabatan, suatu komitmen pertama yang ditawarkan kepada mereka dan diterima. Lalu mereka mengerti, bahwa inilah jalan untuk mencapai segala yang mereka nantikan, dan mereka memasuki kerajaan dengan senang hati.
Perumpamaan mengatakan “Ia memendamkannya lagi”. Biasanya Allah yang menyembunyikan kembali harta itu setelah menunjukkannya kepada kita, karena harta itu baru sungguh menjadi milik kita, apabila kia telah bekerja untuk memperolehnya dan bertahan sampai akhir (jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah. – Amsal 2:4-5).
Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya (Mat 13:44b) .....ia pun pergi menjual seluruh miliknya (Mat 13:46b). Segala sesuatu harus dijual. Kita harus membebaskan diri kita dari segala kebiasaan kita, kenikmatan yang memenuhi hati kita tanpa ada yang memuaskannya. Apabila pencobaan-pencobaan mendatangi kita seperti malam yang dingin, kita tidak boleh melupakan harta yang pernah kita lihat, sampai kita mendapatkannya kembali. Plato, filsuf kafir yang ternama, berkata : “Justru pada waktu malamlah akan terasa sangat indah untuk percaya pada terang.”
Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. (Mat 13:45). “Mutiara”, dalam arti tertentu, adalah Kristus sendiri. Hanya dialah yang memberikan arti kepada segala pengurbanan suatu kehidupan Kristiani. Sesungguhnya bukan ‘pengurbanan’ melainkan pencarian suatu kasih yang telah diuji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar