Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya. Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih lalang di antara gandum itu, lalu pergi. Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir, nampak jugalah lalang itu. (Mat 13:24-26)
Perumpamaan ini tidak mengacu pada apa yang terjadi dalam diri kita masing-masing, atau hanya pada Gereja, seperti yang digambarkan dalam perumpamaan tentang pukat ("Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama pukat yang dilabuhkan di laut, lalu mengumpulkan berbagai-bagai jenis ikan. - Mat 13:47). Sebaliknya diajarkan bahwa Kerajaan Allah berada dan bertumbuh di dunia, dengan segala dimensi dunia sekuler. (Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku." - Mat 13:30). Sejarah suci lebih luas dari pada sejarah zaman kuno di negeri Yesus. Sejarah suci adalah seluruh kisah manusia di mana Kristus yang telah bangkit dan meraja.
Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada akhir zaman. Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya. Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. (Mat 13:40-42). Yesus berbicara kepada kita tentang penghakiman. Berharap pada penghakiman Allah atas dunia adalah suatu unsur penting dari ajaran para nabi. Janganlah kita hanya melihat bahwa di dalamnya ada suatu keinginan untuk membalas dendam dari pihak orang-orang yang jujur yang telah menderita. Mengetahui dengan pasti bahwa kehidupan kita akan diadili oleh seorang yang mengenal kita dengan baik adalah salah satu kebenaran yang mendasari visi Kristiani tentang kehidupan manusia. Hal ini membuat kita mengerti sifat tragis dari keputusan-keputusan yang kita buat dari hari ke hari, apakah mengarahkan kita kepada kebenaran, ataukah kita tidak mau melihat terang.
Keyakinan ini mengguncang banyak orang di masa kita, sama seperti di masa lampau hal itu menakutkan mayoritas masyarakat. Itulah sebabnya mereka sering berlaku kepada metempsychosis – suatu rentetan eksistensi, seolah-olah kesalahan dari kehidupan sekarang ini bisa diperbaiki dalam kehidupan berikutnya. (Metempsychosis adalah aliran yang mengajarkan bahwa jiwa berpindah-pindah dari satu tubuh ke tubuh yang lain, sehingga ia mencapai kesempurnaan. Ajaran seperti ini tersebar luas di India, namun ia juga terdapat dalam kalangan Yahudi Kabala. Ajaran Origenes tentang pra-eksistensi jiwa mendekati ajaran metepsychosis. Ajaran ini diserang keras oleh Agustinus dan dikutuk dalam Konsili Lyons pada tahun 1274 dan Konsili Florence pada tahun 1439. Konsili menyatakan bahwa setelah seseorang meninggal, jiwanya langsung masuk ke surga atau neraka, ataupun ke dalam api penyucian – Kamus Sejarah Gereja oleh Frederiek Djara Wellem). Perasaan dosa menjadi kabur sama seperti kepekaan terhadap hadirat Allah. Tak lama sesudahnya orang bisa meragukan nilai unik dari kehidupan manusia dan pribadi manusia.
Sambil menegaskan ulang penghakiman, perumpamaan singkat ini mengandung suatu unsur yang sangat revolusioner, penghakiman adalah rahasia Allah dan sampai akhir dunia, kebaikan dan kejahatan ada dalam diri kita orang per orang maupun dalam kelembagaan. Apabila kita membaca Kitab Suci, kita mungkin terkejut melihat bahwa tidak hanya dalam Perjanjian Lama, tetapi dalam Perjanjian Baru juga, dunia selalu terbagi antara yang baik dan yang jahat. Tampaknya bagi kita tidak seharusnya demikian, lubuk hati seseorang adalah suatu misteri yang sangat dalam. Mengapa Yesus mengelompokkan manusia ?
Kita bisa segera menjawab bahwa Yesus berbicara seperti para nabi, berbicara tentang yang baik dan yang buruk adalah suatu cara sederhana, yang sesuai dengan pikiran orang-orang yang belum berkembang seperti kita, untuk menunjukkan bahwa dalam diri kita masing-masing, dalam setiap tindakan kita, kita telah melangkah ke dua arah yang berlawanan. Selama berabad-abad dan sampai sekarang cara bicara demikian masih efektif sebagai sarana pengajaran pada banyak kesempatan. Sangat penting bagi kita untuk mengerti, bahwa Yesus tidak tertipu oleh gambaran-gambaran. Bagi sebagian besar orang-orang di antara kita, tidak dibuat suatu pemisahan sekalipun telah terjadi satu dua kali pertobatan, sampai kita mengambil langkah-langkah yang menentukan.
Jawab tuan itu: Seorang musuh yang melakukannya. Lalu berkatalah hamba-hamba itu kepadanya: Jadi maukah tuan supaya kami pergi mencabut lalang itu? (Mat 13:28). Hamba-hamba itu mewakili para orang beriman, tetapi khususnya para ‘pengawas’ Gereja. Semangat mereka adalah untuk menekan orang-orang yang menurut penilaian mereka telah tersesat dari jalan yang benar, untuk melindungi apa yang kiranya baik bagi mereka, mungkin tidak seratus persen murni dalam hati. Maksud mereka bertujuan membasmi semua kesalahan, tetapi mereka terlalu tergantung pada kekuatan atau pada otoritas. Jika ‘tuan-tuan’ iman ini tidak memberikan kepada orang-orang beriman kemungkinan untuk berpikir bagi diri sendiri dan membuat kesalahan, maka Gereja tidak akan bernyawa lagi.
Allah lebih suka membiarkan segalanya menjadi jelas dengan sendirinya, Ia ingin supaya orang-orang belajar dari pengalaman (Mat 13:30). Kejahatan adalah bagian dari misteri salib, dengan melakukan yang baik dan hidup dalam terang kita mengalahkan kejahatan (Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan! - Rm 12:21)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar