Kemudian datanglah Petrus dan berkata
kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku
jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai
tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali (Mat 18:21-22).
Wejangan Yesus yang keempat dalam Injil Matius berakhir dengan suatu
perumpamaan tentang kewajiban untuk mengampuni. Pengampunan harus mengganti kehausan akan pembalasan
dendam (sebab jika Kain harus dibalaskan
tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat. - Kej 4:24).
Yesus memberikan perumpamaan tentang
pengampunan, bahwa ada seorang hamba yang berhutang kepada raja sebanyak 10,000 Talenta. Perumpamaan tentang hamba yang tidak mau mengampuni ini untuk
menjelaskan betapa besarnya kasih Allah kepada kita dalam pengampunan.
Seorang raja memanggil hamba-hambanya untuk mengadakan perhitungan. Salah
seorang dari mereka berhutang kepada raja dengan jumlah yang sangat besar, yaitu
sepuluh ribu talenta. Hamba ini tahu bahwa dia tidak akan pernah bisa melunasi hutang
sebesar itu.
Bayangkan, satu talenta sama dengan 3000
dinar atau 6000 dirham. Bahwa upah sehari pada waktu itu adalah satu dinar (Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja
itu mengenai upah sedinar sehari – Mat 20:2), jadi hutang si hamba itu sama
dengan 30 juta dinar, kalau upah sehari satu dinar, maka hutang si hamba itu
sama dengan hasil kerja selama 82.000 tahun lebih, artinya si hamba tersebut
harus bekerja selama 82.000 tahun lebih baru bisa melunasi hutang tersebut.
Ketika di hadapan raja, dia mendengar bahwa dia, istrinya, anaknya, dan
semua miliknya akan dijual untuk membayar hutangnya. Maka dia bersujud memohon
belas kasihan, bukan penghapusan hutang. (Maka
sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku
akan kulunaskan – Mat 18:26). Sebagai responsnya dia menerima apa yang tidak
dia pikirkan, malahan dia mendapatkan pembebasan seluruh hutangnya. Raja
berbelas kasihan kepadanya, menghapuskan seluruh hutangnya dan membiarkan dia
pergi. Luar biasa! Betapa sukacitanya! Betapa murah hatinya sang raja.
Tetapi ketika keluar dari istana raja, hamba yang dibebaskan hutangnya
oleh raja itu bertemu dengan sesama hamba yang berhutang seratus dinar
kepadanya. Suatu jumlah yang tidak berarti jika
dibandingkan dengan hutangnya kepada raja. Tetapi hamba tersebut mencekik hamba
yang lain itu dan menuntut pembayaran dengan segera. Hamba tersebut menyembah kepadanya mohon belas kasihan, tetapi hamba itu menolaknya dan
memasukkan orang itu ke penjara.
Ketika mendengar cerita itu, raja sangat marah, maka raja memanggil hamba tersebut
dan memarahinya : Hai hamba yang jahat,
seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku.
Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani
engkau? (Mat 18:32-33), kemudian raja itu menyerahkan dia kepada algojo-algojo sampai
semua hutangnya lunas.
Kesimpulannya adalah bahwa setiap orang yang pernah diampuni harus juga memberikan
pengampunan kepada orang lain dan harus melakukannya dengan sepenuh hati. "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang,
Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak
mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Mat 6:14-15).
Seorang yang ingin menerima belas kasihan
dari Allah harus menunjukkan belas kasihan juga terhadap orang lain. Orang yang
telah mengalami pengampunan dari Allah harus mengampuni orang lain, inilah
patokan dalam Kerajaan Surga. Pengampunan yang dimaksudkan Yesus adalah pengampunan
yang tidak ada batasnya, angka
tujuh puluh kali
tujuh kali sama juga dangan tak terbatas.
Paus Yohanes Paulus II, beliau juga memberikan pengampunan kepada seorang pemuda Turki, Mehmet Ali Agca yang menembaknya pada 13 Mei 1981 di lapangan
Santo Petrus. Setelah sembuh, Paus Yohanes Paulus II menemui pemuda itu, Paus merangkulnya dan
memaafkan orang yang berniat membunuhnya itu (Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi
mereka yang menganiaya kamu. – Mat 5:44).
Dalam Perjanjian Lama, Yusuf yang dijual oleh
saudara-saudaranya, tidak sedikitpun menaruh dendam terhadap saudara-saudaranya
itu, tetapi malahan Yusuf mengampuni semua saudaranya itu dengan mensyukuri,
bahwa Tuhanlah yang “mengirim” dia ke
Mesir mendahului saudaranya untuk suatu rencana Allah (Lalu kata
Yusuf kepada saudara-saudaranya itu: "Marilah dekat-dekat." Maka
mendekatlah mereka. Katanya lagi: "Akulah Yusuf, saudaramu, yang kamu jual
ke Mesir. Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali
diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah
Allah menyuruh aku mendahului kamu – Kej 45:4-5).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar