Yesus bertanya kepada mereka, "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Jawab Petrus, "Mesias dari Allah." (Luk 9:20) Mengapa Yesus bertanya kepada para rasul tentang siapa diri-Nya ? Injil menjawab dengan jelas : karena telah tiba saatnya bagi Yesus untuk memberitahukan kesengsaraan-Nya kepada mereka.
Yesus tidak hanya datang untuk mengajar orang banyak, tetapi juga membukakan bagi mereka pintu menuju Kebangkitan. Karena para rasul-Nya sekarang mengenal-Nya sebagai Juruselamat yang dijanjikan kepada Israel, maka mereka harus belajar bahwa tidak ada keselamatan jika kematian tidak dikalahkan (Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuh-Nya di bawah kaki-Nya. - 1 Kor 15:25).
Yesus akan memperoleh kemenangan ini, jika Ia dengan bebas memilih jalan salib : Putra Manusia harus menderita banyak dan ditolak oleh para penguasa (Kemudian Yesus berkata, "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga." - Luk 9:22).
Segera sesudah itu Yesus menambahkan, bahwa kita harus mengambil bagian dalam kemenangan-Nya atas kematian : Kamu harus menyangkal dirimu, inilah orientasi hidup kita yang fundamental. Kita harus memilih antara melayani atau dilayani, mengorbankan diri untuk orang lain atau mengambil keuntungan dari mereka. Atau sebagaimana yang dikatakan oleh Santo Fransiskus : ”Biarlah aku tidak berusaha untuk dihibur melainkan menghibur, tidak untuk dimengerti melainkan mengerti, tidak untuk dikasihi melainkan mengasihi.”
Dalam tahun-tahun pertamanya seorang anak perlu dibantu melakukan pilihan ini. Dalam keluarga sejati, ia bukanlah pusat atau raja dengan orang tuanya sebagai budak, melainkan bagaimana ia harus belajar melayani dan memberikan dirinya, ia harus menerima saudara dan saudarinya, berbagi rasa dengan mereka dan kadang-kadang membatasi kepentingan masa depannya demi kebaikan mereka.
Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. (Luk 9:23) Di sinilah penerimaan terhadap salib yang Tuhan berikan kepada masing-masing kita dan yang tidak perlu kita pilih, karena kita tahu bahwa itulah nasib kita. Kita tidak boleh memikulnya karena terpaksa, melainkan kita harus mencintainya karena Tuhan menghendakinya bagi kita. Dalam dunia, di mana kita sudah terbiasa dengan kehidupan sendiri-sendiri dan dengan demikian memboroskannya, banyak anak yang dalam keadaan sulit, bahkan cacat, akan tetapi membuat orang tua mereka menjadi pengikut Yesus yang sejati dengan memikul salib mereka.
Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. (Luk 9:24) Yesus mengacu kepada orientasi hidup kita pada umumnya. Ia sedikitpun tidak mempunyai kesamaan dengan mereka yang selalu berpikir untuk menghindari “dosa” sambil mengejar ambis-ambisi mereka, keinginan mereka adalah mereguk kenikmatan hidup ini sehabis-habisnya. Mencari kenikmatan hidup tanpa mau mengambil risiko akan memisahkan kita dari jalan Allah. (Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri? – Luk 9:25)
Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku, Anak Manusia juga akan malu karena orang itu, apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan-Nya dan dalam kemuliaan Bapa dan malaikat-malaikat kudus. (Luk 9:26) Di samping salib yang diserahkan kepada kita setiap hari, Allah akan meminta kita menjadi saksi atas iman kita dan dalam kesaksian ini kita harus mengambil risiko, apapun risikonya, meskipun risikonya tidak lebih daripada ditertawakan oleh orang-orang, mungkin oleh teman-teman kita atau malahan juga oleh pimpinan kita. Selama ada masa kekerasan, dapatkah orang-orang Kristen tetap diam tenang, membatasi diri mereka hanya pada kegiatan (pertemuan) rohani, dan tidak menunjukkan tanda-tanda tentang apa yang mereka pikirkan dan hayati ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar