4/03/2009

HATI KUDUS YESUS


Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia -- supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci --: "Aku haus!" (Yoh 19:28). Yesus tersiksa oleh dahaga, Ia juga haus akan terwujudnya Kerajaan Bapa-Nya di dunia ini. Ia haus akan cinta yang tidak ingat diri dari mereka yang rela mengambil bagian dalam pikiran-pikiran-Nya yang terdalam dan siap mengikuti Dia sampai ke Kalvari.

Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: "Sudah selesai." Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. (Yoh 19:30). Yesus minum dari piala penderitaan dan penghinaan sampai tetes terakhir. Bapa telah memberikan piala itu ke dalam tangan-Nya sebagai sarana untuk menjadi Penebus yang kita butuhkan. Terlaksanalah sudah pekerjaan Putra Allah yang telah menjadi manusia, yang tak lain tak bukan adalah menciptakan baru dunia ini. Keberadaan insani Putra Allah telah berakhir, dan dari benih yang ditanam di bumi akan muncul Ciptaan Baru.

Berakhir sudah zaman agama Yahudi yang merupakan masa persiapan, di mana Hukum menempati tempat utama dan ketakutan akan dosa-dosa yang belum diampuni selalu dirasakan (Ketika itu tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah – Mrk 15:38).

Berakhir sudah suatu tahap dalam sejarah di mana manusia telah diseret oleh ketakutan dan menyerah kepada nasib fatal, yang merupakan suatu bentuk perbudakan di bawah kuasa roh jahat.

Sekarang telah dibuka suatu era baru dalam sejarah, era Perjanjian Baru antara Allah dan manusia. Roh akan diberikan kepada Gereja, kata Yohanes : Yesus menyerahkan Roh-Nya, suatu kata yang berarti Ia memberikan Roh-Nya kepada kita.

tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air. (Yoh 19:34)

Dalam kematian maupun kehidupan Yesus, ada banyak hal kecil yang dapat membantu kita untuk memahami kurban-Nya dengan lebih baik, jika kita melihatnya dalam terang Perjanjian Lama. "Aku akan mencurahkan roh pengasihan dan roh permohonan atas keluarga Daud dan atas penduduk Yerusalem, dan mereka akan memandang kepada dia yang telah mereka tikam, dan akan meratapi dia seperti orang meratapi anak tunggal, dan akan menangisi dia dengan pedih seperti orang menangisi anak sulung – (Za 12:10) kata-kata dari nabi Zakharia tergenapi secara harfiah. Oleh orang-orang dari agama manapun, luka-luka Yesus itu dilihat sebagai tanda khas iman Kristen. Tanpa menggunakan kata-kata, luka-luka itu menceritakan suatu kisah pengorbanan diri, di mana Allah berperan sebagai teladan. Allah berkata kepada Zakharia bahwa inilah saatnya di mana orang-orang berdosa akan ditobatkan.

Yohanes juga mencatat suatu ketentuan hukum mengenai Anak Domba Paskah (Paskah itu harus dimakan dalam satu rumah juga; tidak boleh kaubawa sedikit pun dari daging itu keluar rumah; satu tulang pun tidak boleh kamu patahkan. - Kel 12:46). Hal ini terjadi pada saat Yesus wafat, kurban sejati yang menggantikan Anak Domba Paskah (tetapi ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya. – Yoh 19:33)

Keluarlah darah dan air (Yoh 19:34). Orang-orang Yahudi mempunyai kepercayaan yang kuat, bahwa hanya darah banyak kurban baru bisa mendatangkan pengampunan Allah. Dengan menggunakan bahasa puitis, pertama-tama Yohanes memberi kesaksian - kemudian Gereja juga berkata, bahwa dari lambung Kristus yang terluka mengalir sakramen Permandian dan Ekaristi, air dan darah. Dari salib, pengampunan dan kehidupan baru mengalir kepada kita.

Hati Yesus yang terbuka mengajak kita untuk menemukan kasih yang mahakuasa, yang tersembunyi dan misterius yang memenuhi hidup-Nya. Murid-murid Yesus, yang telah hidup bersama-Nya, akan mengalami bahwa kenangan mereka dan emosi-emosi mereka akan larut dan menghilang dengan berlalunya waktu; di pihak lain mereka akan menyadari, bahwa tidak ada kata, atau perbuatan atau bahkan keheningan Yesus yang tidak menjadi ungkapan kasih-Nya kepada Allah. Dari hati-Nya yang terbuka di atas salib, timbullah devosi kita kepada Hati Kudus Yesus. Janganlah kita terganggu oleh gagasan-gagasan intelektual dalam usaha untuk menjelaskan atau menafsir iman kita ; lebih baik, mari kita mengkontemplasikan kasih Allah dan membiarkan diri kita diubah-Nya, menjadikan kita sama seperti Dia.

(Kitab Suci Komunitas Kritiani – Edisi Pastoral Katolik)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

But why Mush Jesus die? why Allah let him suffer in the hell for three days? is it worth for something to his followers? He purely sacrifed his soul but his followerrs nullified his teaching. i'm so sad with Jesus