Karya pewartaan pertama ini dimulai dengan cara yang masih sederhana. Orang Yahudi dapat menjalajahi wilayah kekaisaran Roma, di setiap kota penting mereka menemukan orang-orang Yahudi yang berdagang dan hidup dalam persekutuan dalam sinagoga-sinagoga. Dari Antiokia, Barnabas dan Saulus berlayar ke pulau Siprus, ke kota kelahiran Barnabas (Oleh karena disuruh Roh Kudus, Barnabas dan Saulus berangkat ke Seleukia, dan dari situ mereka berlayar ke Siprus – Kis 13:4).
Pertemuan dengan Sergius Paulus mempunyai nilai penting (Ia-[Baryesus] adalah kawan gubernur pulau itu, Sergius Paulus, yang adalah orang cerdas. Gubernur itu memanggil Barnabas dan Saulus, karena ia ingin mendengar firman Allah – Kis 13:7), Injil tidak hanya meyakinkan orang-orang sederhana, melainkan juga mereka yang berkuasa. Paulus menyadari bahwa ia harus memberi kesaksian di hadapan “para raja dan penguasa” (Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan." - Luk 12:12). Karunia kenabian dari Saulus mulai tampak, ketika dia bertemu dengan Sergius Paulus (Sekarang, lihatlah, tangan Tuhan datang menimpa engkau, dan engkau menjadi buta, beberapa hari lamanya engkau tidak dapat melihat matahari." Dan seketika itu juga orang itu merasa diliputi kabut dan gelap, dan sambil meraba-raba ia harus mencari orang untuk menuntun dia. Melihat apa yang telah terjadi itu, percayalah gubernur itu; ia takjub oleh ajaran Tuhan – Kis 13:11-12). Mulai saat itu, Kitab Kisah Para Rasul tidak lagi berbicara mengenai Saulus, tetapi Paulus. Apakah gubernur memberi kuasa kepadanya untuk menggunakan nama keluarganya ? Bagi Paulus, yang sudah warga negara Roma (Kis 16:37), merupakan suatu langkah lebih jauh, untuk masuk dalam dunia bukan Yahudi.
Sekali tugas misi mulai, Paulus menjadi pemimpin. Mereka tidak menetap di Siprus, mereka meninggalkan kaum beriman di situ yang telah dibina secara singkat. Ketika mereka tiba di daratan Perga, wilayah yang tidak ramah, Yohanes Markus meninggalkan mereka. Rupanya rencana Paulus yang begitu berani menakutkan dia, mereka malalui rangkaian gunung dari Turki (sekarang) dan selanjutnya meneruskan perjalanan ke ibu kota Pisidia yakni Antiokia (berbeda dengan Antiokia yang lain). Lukas menguraikan secara rinci kejadian-kejadian di Antiokia – Pisidia, karena menggambarkan situasi yang khas yang akan dihadapi Paulus di berbagai bagian kekaisaran Roma.
Paulus berbicara pada pertemuan hari Sabat di dalam Sinagoga (rumah doa orang Yahudi). Dalam ibadat itu didaraskan mazmur dan dibacakan Kitab Suci (yang diambil dari Perjanjian Lama). Lalu seseorang atau beberapa pemimpin memberi penjelasan. Karena Paulus seorang tamu, maka untuk menghormatinya mereka minta dia untuk berbicara.
Khotbah Paulus, yang lebih banyak berhubungan dengan sejarah Israel, tidak begitu menarik bagi kita sekarang seperti halnya khotbah Petrus (Kis 2) dan Stefanus (Kis 7). Tetapi inilah cara berkhotbah menurut orang Yahudi dan bagi semua perantauan, tidak ada yang lebih menarik dari pada kaum perantauan, mereka diingatkan kembali tentang sejarah masa lalu yang telah mereka hafal untuk memberikan jati diri bagi mereka di antara orang lain. Demikian Paulus menampilkan kembali sejarah itu, menekankan kenyataan-kenyataan yang memberi arti dan secara jelas mengarah kepada Kristus. Paulus menunjukkan bahwa Injil Allah kepada Israel telah terpenuhi dalam kebangkitan Kristus (Dan kami sekarang memberitakan kabar kesukaan kepada kamu, yaitu bahwa janji yang diberikan kepada nenek moyang kita, telah digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang ada tertulis dalam mazmur kedua: Anak-Ku Engkau! Aku telah memperanakkan Engkau pada hari ini – Kis 13:32-33).
Di sini kita mempunyai sebuah cara memahami Injil yang tidak boleh kita tinggalkan, perlu kita pahami bahwa iman Yahudi dan kemudian iman Kristiani berkaitan dengan ‘sejarah’. Ini berarti bahwa Allah telah diwahyukan melalui sejarah. Iman kita bukan sebuah doktrin yang dikembangkan oleh para pemikir, bukan pula muncul dari suatu legenda. Hal itu juga berarti bahwa kebangkitan Yesus menandakan suatu titik tolak baru untuk semua sejarah umat manusia dan setiap perjalanan waktu yang menunjuk kepada akhir, di mana akan ada penghakiman dan Kerajaan Allah. Kita tidak bisa mengatakan bahwa suatu doktrin itu selalu benar, tetapi kita harus menunjukkan bagaimana Injil itu merupakan suatu kekuatan yang hidup dan bagaimana Roh Allah itu berkarya dalam setiap peristiwa.
Para pendengar Paulus memberi reaksi dengan berbagai cara. Mereka yang mendengarkan bukan semuanya orang Yahudi, tetapi ada juga orang “yang takut akan Tuhan” atau “dari kepercayaan lain”, seperti yang telah kita jumpai dalam diri orang Etiopia (Adalah seorang Etiopia, seorang sida-sida, pembesar dan kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang pergi ke Yerusalem untuk beribadah. Sekarang orang itu sedang dalam perjalanan pulang dan duduk dalam keretanya sambil membaca kitab nabi Yesaya. – Kis 8:27-28) dan Kornelius (Ketika Petrus masuk, datanglah Kornelius menyambutnya, dan sambil tersungkur di depan kakinya, ia menyembah Petrus – Kis 10:25), mereka ini dianggap kaum beriman kelas dua oleh orang Yahudi.
Pada kata-kata pendahuluannya Paulus menyapa mereka semua seperti ia menyapa orang-orang Yahudi. Selanjutnya dalam khotbahnya ia tidak menekankan ketaatan pada hukum Taurat yang hanya berlaku bagi orang-orang Yahudi yang membuat mereka merasa lebih tinggi dari orang lain, melainkan ia menegaskan bahwa hukum Taurat berada di bawahnya. Ia mengutamakan janji Allah kepada semua orang. Mereka ‘yang takut akan Tuhan’ merasa gembira oleh Injil yang menjadikan mereka anak-anak Allah sama seperti orang-orang Yahudi.
Mereka mengundang Paulus untuk berbicara mengenai pokok yang sama pada hari Sabat berikutnya. Pada saat itu Paulus membuat suatu keputusan penting, dari pada membatasi diri bertemu orang-orang Yahudi, selama minggu itu ia lebih suka pergi kepada mereka yang ‘takut kepada Tuhan’ , yakni mereka yang telah ia pengaruhi karena ia tidak pilih-pilih suku. Mereka inilah yang mengumpulkan orang-orang lain untuk pertemuan hari Sabat berikutnya, orang-orang kafir yang dulu tidak pernah bergabung dengan orang-orang Yahudi, sekarang mau bergabung dengannya.
Krisis mulai terjadi, pertemuan itu terbagi menjadi dua kelompok, kelompok Yahudi yang sangat tertutup dan angkuh merasa takut ketika dikelilingi oleh orang-orang kafir yang ‘tidak bersih’, mereka menentang Paulus dan berusaha mengusir Paulus keluar setiap ada kesempatan. Wanita-wanita yang kaya dan saleh berada di antara kelompok ini. Sejak dari itu terbentuklah sebuah jemaat Kristen yang memisahkan diri dari kelompok Yahudi (Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen – Kis 11:26).
Apakah peristiwa ini masih aktual untuk umat sekarang ? Jika Gereja kita kurang mengalami krisis, itu mungkin disebabkan rasul masih sedikit seperti pada masa Paulus dan kita belum memperoleh kunjungan dari seseorang yang akan didengar di balik tembok kita.
Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya (Kis 13:48). Ayat ini tidak bermaksud menghukum mereka yang tidak percaya, tetapi mau mengungkapkan bahwa beriman adalah suatu karunia bagi mereka yang percaya, Allah menyatu dengan hidup mereka dan menjadikan mereka pembawa berita mengenai hidup Ilahi yang akan mengubah dunia (Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus. - Yoh 17:3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar