Maka terdengarlah suara dari dalam awan itu, yang berkata: "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia." (Luk 9:35). Pernyataan Ilahi yang diterima Yesus pada peristiwa Transfigurasi, merupakan awal dari suatu adegan baru, yaitu Kisah Sengsara Yesus.
Yesus sudah berkhotbah selama dua tahun, tetapi tidak ada harapan, bahwa Israel akan mengatasi kekerasan yang membawa kepada keruntuhannya. Sekalipun telah membuat mukjizat, Yesus tidak meyakinkan orang-orang sebangsa-Nya, Yesus harus menghadapi kekuatan-kekuatan jahat, melalui korban diri-Nya sendiri akan lebih efektif dari pada kata-kata-Nya dalam membangkitkan kasih dan semangat pengorbanan dalam diri semua orang yang akan melanjutkan karya penyelamatan-Nya di masa yang akan datang.
Kira-kira delapan hari sesudah segala pengajaran itu, Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk berdoa. (Luk 9:28). Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes bersama dengan Dia. Ketiga orang ini mempunyai tempat istimewa dalam kelompok dua belas. Sangat mungkin bahwa para ‘rasul’ yang lain terlalu pelan dalam bereaksi. Seluruh kesabaran dan pendidikan Yesus tidak membuat mereka bertumbuh lebih cepat dan mereka tidak siap memasuki awan bersama Dia.
Ketika Ia sedang berdoa, rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan. Dan tampaklah dua orang berbicara dengan Dia, yaitu Musa dan Elia. (Luk 9:29-30). Ia naik ke gunung untuk berdoa. Sangat mungkin bahwa dalam doa-Nya sepanjang malam itulah Yesus mengharapkan terjadinya peristiwa ini. Perubahan rupa Yesus, pertama-tama mengandung makna bagi diri-Nya sendiri. Yesus tidak mengetahui segala sesuatu lebih dulu, Ia tidak dibebaskan dari kebimbangan dan kecemasan. Rupanya Bapa tidak menyatakan diri-Nya dengan kasih yang melimpah kepada Yesus, Yesus melayani tanpa mengharapkan ganjaran surgawi. Namun pada kesempatan ini Ia mendapatkan kepastian yang berhubungan dengan tujuan misi-Nya.
Bagi para rasul, ini merupakan kesaksian yang menentukan yang akan membantu mereka untuk percaya akan Kebangkitan, surat kedua Petrus sama sekali tidak keliru ketika menekankan pentingnya kesaksian Allah ini, meskipun dilakukan secara agak kikuk, karena surat ini diklaim sebagai ditulis oleh Petrus sendiri (Kami menyaksikan, bagaimana Ia menerima kehormatan dan kemuliaan dari Allah Bapa, ketika datang kepada-Nya suara dari Yang Mahamulia, yang mengatakan: "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan." Suara itu kami dengar datang dari sorga, ketika kami bersama-sama dengan Dia di atas gunung yang kudus. - 2 Ptr 1:17-18). Adalah suatu kenyataan, bahwa banyak orang sepanjang sejarah telah dianggap sebagai nabi bahkan ‘sang’ nabi, tetapi tak seorangpun dari mereka yang berpretensi membawa suatu kesaksian dari Allah, bahwa Allah berkenan kepada mereka, selain keberhasilannya sendiri, Yesus mengandalkan kesaksian, yang dimulai dengan Yohanes Pembaptis. Dalam seluruh wahyu alkitabiah, iman disokong oleh kesaksian-kesaksian ini. Di sini Musa, sebagai bapa pendiri Israel, dan Elia sebagai bapa para nabi, memberi kesaksian tentang Yesus.
(Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergian-Nya yang akan digenapi-Nya di Yerusalem – Luk 9:31). Lukas mengisahkan, bahwa Musa dan Elia berbicara kepada Yesus tentang keberangkatan-Nya, dalam bahasa Yunani exodus. Yesus kemudian menjadi “Musa yang baru” yang membawa umat Allah dari dunia perbudakan ini kepada Tanah Terjanji.
Dialah PutraKu (Luk 9:35). Yesus adalah Putra Allah dalam arti satu-satunya Putra Allah, yang diperanakkan oleh Allah sejak perkandungan-Nya. Di sini, Yesus tampil sebagai Dia yang dinanti-nantikan oleh Musa dan Elia, Dia yang telah mereka persiapkan, meskipun untuk saat ini mereka dapat menghiburNya, karena Dia masih membawa kelemahan dari kemanusiaan kita.
(Kitab Suci Komunitas Kristiani – Edisi Pastoral Katolik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar