7/22/2008

CIUMAN SEORANG TENTARA

Seorang tentara telah terluka parah di garis depan ketika terjadi tembak menembak. Pada saat itu di tempat yang lain, Pastor Doyle baru membuka matanya perlahan-lahan, ia tentu baru bermimpi indah tentang sesuatu yang panas, sebab seseorang selalu memimpikan sesuatu hal yang panas, yang nyaman, jika tidur pada malam yang dingin di dalam parit perlindungan di medan perang.

“Anda harus cepat pastor, selagi ia masih hidup.” Saat itu Pastor Doyle menangkap kenyataan, bahwa seseorang memanggilnya, dan seseorang sedang dalam sakrat maut, membutuhkan bantuan, bahwa ada satu jiwa mungkin dalam dalam bahaya. Ia lalu melompat keluar dari sprei anti airnya yang ia letakkan di tanah dan setelah itu ia memakai pakaiannya. Selama satu jam sebelumnya ia tidur sepuasnya karena memang ia sangat membutuhkannya. Dan dalam sekejap ia sudah memakai sepatu bootnya dan memakai jas hujannya serta bergegas keluar dari lubang perlindungannya.

Saat itu baru jam 2 pagi, hujan salju yang lebat dan dingin menggigit, “Tuhan, tolonglah mereka yang sedang berada di garis depan,” demikian Pastor Doyle berdoa dalam hatinya ketika ia merasakan angin sedingin es, kemudian ia melanjutkan doa di dalam hatinya, “mereka telah berjam-jam lamanya berdiri dalam lumpur dan air sebatas lutut, Tuhan, terlebih lagi, tolonglah para tentara yang terluka dengan tubuh mereka yang tercabik-cabik dan berdarah-darah, terbaring dalam cuaca yang dingin menggigit dan berdoa untuk minta pertolongan yang sepertinya tak kunjung datang, Tuhan tolonglah mereka”.

Baigan pertama dari perjalanan itu mudah, kecuali bahwa salju menutupi bekas jalan roda kendaraan dan lubang-lubang bom yang membuat pastor tersandung ke dalamnya setiap saat ketika ia berlari. Tapi segera ia tiba di parit yang menyandang nama “belokan bunuh diri”, karena musuh mempunyai senjata otomatis untuk menghujani tempat ini dengan peluru sepanjang malam dengan harapan mengenai seseorang yang lewat di situ.

Saat pastor tiba di belokan itu, senjata otomatis baru mulai terdengar lagi, dan lebih buruk lagi ketika sebuah tembakan ke atas yang menyebabkan semuanya diterangi cahaya terang benderang dan terlihat dengan jelas, tetapi di sisi lainnya terang itu membuat penglihatan jadi jelas sehingga orang yang sekarat dan sedang menunggu imamnya menjadi kelihatan posisinya.

Pastor tidak ragu-ragu sedikitpun, dengan doa mohon perlindungan ia membungkuk rendah-rendah dan berlari menyeberangi bagian yang terbuka. Di atas kepala dan kiri kanannya peluru berdesingan, dalam sekejab yang terasa seabad, pastor Doyle sudah menyeberang tanpa terluka sedikitpun. Beberapa menit kemudian ia sampai ke tempat yang dituju, tetapi ia menemukan orang yang terluka itu sudah pergi, “Pastor, pembawa usungan telah membawanya pergi, mereka belum lama pergi dan anda dapat menyusul mereka.”, demikian pastor diberitahu.

Pastor Doyle cepat-cepat pergi lagi melalui jalanan yang becek dan bersalju, satu kali ia tersandung dan jatuh di kolam lumpur, basah sampai ke kulitnya. Sekali ia salah jalan dan harus kembali menyusuri jejaknya lagi membuatnya harus kehilangan waktu yang berharga itu. Tetapi kejadian-kejadian itu makin membuat dia mempercepat dan melipat gandakan doa-doanya, supaya ia jangan terlambat.

Dari jauh ia melihat pembawa usungan bergerak perlahan dengan bebannya dan ia segera sampai pada mereka. Ketika orang-orang itu melihat imam, mereka berhenti dan meletakkan temannya yang terluka itu dengan hati-hati di atas tanah. “Ia sadar pastor,” bisik soerang di antaranya, “tapi ia tak akan hidup lama lagi.”

Pastor melihat pada orang yang terluka itu terbaring pucat tak bergerak di atas tanah berlumpur dan bersalju, ia sekarat terkena pecahan granat yang kejam. Ia adalah seorang pemuda yang gagah, tak lebih dari 20 tahun, dengan rambut keemasan dan wajah yang ganteng. Matanya tertutup, ia sangat pucat dan dari bibirnya yang terbuka keluarlah keluhan yang lemah, pastor berlutut di samping pemuda yang sedang sekarat itu dan memegang tangannya. Ia membuka matanya dan sebuah wajah gembira terlihat ketika ia melihat pastor itu.

“Oh, pastor Doyle, pastor Doyle,” ia berbisik lemah, “terima kasih Tuhan, anda sudah tiba, pastor ! hatiku sedih kalau aku mati tanpa seorang imam”.

“Tuhan mencintaimu sedemikain besarnya, sehingga tidak membiarkan kamu mati tanpa seorang imam,” kata pastor Doyle, “Dia mengirimkan aku kepadamu untuk mempersiapkan dirimu menuju surga, aku akan mengurapi engkau dengan minyak, tetapi pertama-tama, apakah ada sesuatu yang menyusahkanmu, nak, sejak pengakuan dosamu yang terakhir ?”

Pembawa usungan mundur sedikit ketika melihat imam itu memakai stolanya dan membungkuk untuk mendengarkan pengakuan dosa yang keluar lemah dari bibir tentara yang sekarat itu.

Tak lama sesudah itu, datanglah kata-kata pengampunan yang meriah :”Ego te absolvo, aku mengampuni kamu dari dosa-dosa dan jiwamu sekarang sudah menjadi lebih berharga untuk disambut oleh Sang Penyelamat.” Lalu pastor mengambil minyak dan meminyaki pada tubuh malang yang rusak itu dan Perminyakan Suci sepertinya mengurangi kesakitan badaniahnya. Pemuda itu tersenyum penuh terima kasih dan meminta pastor membungkuk lebih rendah lagi seperti ia ingin memberi pesan. Ketika pastor berbuat demikian, pemuda itu dengan kedua lengannya yang lemah memeluk pastor dan menciumnya dengan rasa hormat.

Itulah yang dapat diperbuat anak yang malang itu untuk menunjukkan rasa terima kasihnya, bahwa ia tidak dibiarkan mati sendirian dan tanpa penghiburan untuk menerima sakramen terakhir sebelum ia pergi menghadap Tuhan. Inilah usahanya yang terakhir, selanjutnya bayangan maut lewat di wajahnya.

Sekali lagi pastor Doyle memberi pengampunan dan mulai dengan doa-doa untuk orang meninggal :”Pergilah, jiwa Kristen, keluar dari dunia ini, dalam nama Allah Bapa yang menciptakanmu, dalam nama Yesus Kristus, yang menderita dan wafat bagimu, dalam nama Roh Kudus, yang menyucikanmu, dan semoga Tuhan Yesus Kristus menyambutmu dengan senyuman dan wajah yang ramah tamah.”

Ketika malaikat maut mendekat, ketenangan untuk sesaat sepertinya turun atas medan pertempuran Flanders, tak ada satu suarapun yang terdengar, hanya keheningan. Sebuah bintang mengintip dari balik awan, sepertinya ingin menyembunyikan pemandangan itu, dan alam menjatuhkan mantelnya yang lembut – salju, di atas yang hidup dan yang mati.

(Dari Cerita-cerita Romo Willie Doyle SJ - Irish Messenger)

Tidak ada komentar: