Penaklukan Yerikho bermula dengan direbutnya Yerikho. Yerikho menjadi “kutukan” (anathema = daerah kutukan), yaitu sebahagian disiisihkan untuk Allah. Orang-orang meninggalkan semua barang rampasan, mempercayakan barang-barang rampasan menjadi harta Yahweh dan membunuh semua yang hidup sebagai ganti dari perampasan harta seperti binatang dan menjadikan orang-orang budak. Kata yang sama “terkutuk” (anathema) akhirnya digunakan untuk seseorang yang kena kutukan Tuhan (Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani - Rom 9, 3).
Ini menjadi kebiasaan di antara beberapa suku. Dengan menghancurkan semua yang berbau Kanaan, Israel mengamankan dirinya dari penggunaan budaya dan materialisme orang Kanaan.
Kadang kala pembaca di zaman modern ini dipermalukan, bagaimana Allah dapat mengatur perang seperti ini ? dan bagaimana Yoshua berpikir bahwa ia menyenangkan Allah dengan mengatur pembunuhan semua penduduk termasuk anak-anak ? Pembaca perlu merenungkan kapan penaklukan terjadi dan kapan buku ini ditulis. Penaklukan terjadi pada abad 13 SM, sangat sulit bagi kita memahami mentalitas orang pada jaman yang begitu tuanya. Di Kanaan, anak-anak dibakar sebagai persembahan untuk dewa-dewa kafir (mereka mempersembahkan anak-anaknya sebagai korban dalam api dan melakukan tenung dan telaah dan memperbudak diri dengan melakukan yang jahat di mata TUHAN, sehingga mereka menimbulkan sakit hati-Nya - 2 Raj 17, 17). Di Assyria para narapidana dikuliti hidup-hidup.
Israel menaklukkan Palestina dengan kekuatan sebagaimana perbuatan bangsa nomaden di bumi ini. Allah mulai memerintah kaum-Nya, mula-mula Dia tidak mengharapkan mereka sudah terdidik. Kemenangan berdarah merupakan suatu tahapan menuju pembentukan kesadaran berbangsa. Dalam hal ini kita tak dapat merendahkan pahlawan-pahlawan perang di masa silam karena alasan perdamaian.
Di samping itu buku ini ditulis pada abad ke 7 SM, di sebuah kerajaan kecil yang bernama Yudah, yang dikelilingi oleh negara-negara tetangga yang kuat, yang dengan mereka Israel berusaha hidup bersama dalam kedamaian. Karenanya cerita tentang kemenangan dan pembunuhan-pembunuhan masa, lalu dibesar-besarkan (bdk 2 Sam 12, 31 Penduduk kota itu diangkutnya dan dipaksanya bekerja dengan gergaji, penggerek besi dan kapak; juga dipekerjakannya mereka di tempat pembuatan batu bata, yang ditulis oleh penulis kontemporer tentang kejadian tersebut, dan 1 Taw 20, 2 yang ditulis 4 abad kemudian).
Penulis ingin menunjukkan kepada orang-orang pada jamannya, bahwa mereka tidak perlu merasa takut kepada apa saja, karena Allah menyertai mereka. Dengan membesar-besarkan pembunuhan masal terhadap orang Kanaan dimasa silam, ia ingin mengatakan kepada sesama pencinta tanah airnya : janganlah mengikuti praktek apapun dari kaum Pagan, melainkan peliharalah benih suci iman Israel.
Dengan menggunakan contoh-contoh yang berdarah, Kitab Suci memberikan satu pelajaran kepada kita, karena bangsa Allah mempunyai harapan yang unik terhadap dunia, tak ada pengorbanan yang terlalu besar untuk memelihara keutuhannya, namun demikian kita jangan meniru fanatisme mereka di masa-masa silam.
Dengan demikian ketika kita membaca “Yahweh memerintahkan Yoshua untuk memberi kutukan”, kita tidak dapat berpikir bahwa ini adalah suatu intervensi (campur tangan) khusus dari Allah. Kata-kata tersebut dapat mempunyai arti bahwa Yoshua, walaupun dipengaruhi oleh mentalitas jamannya, mememutuskan, menyatakan dan melaksanakan kutukan tersebut, dan dengan demikian melindungi iman kaum Israel yang lebih bertentangan dengan rencana Allah, tetapi mereka melakukan ini sebagai suatu bangsa yang belum mengetahui nilai kehidupan manusia. Sulit diketahui apa yang benar dari cerita ini.
Semua barang rampasan telah dinyatakan “terkutuk” (Yos 7, 1), yaitu disucikan bagi Allah. Apakah barang-barang rampasan itu dibakar ataupun disimpan sebagai harta di tempat suci semuanya dipersembahkan kepada Yehweh.
Achan telah merampok Allah dan dalam pembicaraan ataupun pemikiran nenek moyang mereka, barang-barang curian tersebut menjadi suatu kutukan yang melekat pada dirinya dan keluarganya. Barang kali kejadian ini harus membuat kita merefleksikan kesungguhan pada komitmen kita, ketika kita telah memutuskan untuk mempersembahkan waktu dan diri kita kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar