Setelah Firaun membiarkan bangsa itu pergi, Allah tidak menuntun mereka melalui jalan ke negeri orang Filistin, walaupun jalan ini yang paling dekat; sebab firman Allah: "Jangan-jangan bangsa itu menyesal, apabila mereka menghadapi peperangan, sehingga mereka kembali ke Mesir." Tetapi Allah menuntun bangsa itu berputar melalui jalan di padang gurun menuju ke Laut Teberau. Dengan siap sedia berperang berjalanlah orang Israel dari tanah Mesir. (Kel 13:17-18).
Pada waktu malam sesudah mereka mengurbankan Anak Domba Paskah, kaum Ibrani berangkat dari Mesir. Orang-orang Mesir mengejar dan mendapati mereka ketika mereka mendekati rawa-rawa di sepanjang Laut Merah. Di tempat itulah Allah membuka jalan bagi umat-Nya untuk menyelamatkan mereka, sedangkan musuh-musuh mereka tenggelam di dalam laut.
Tetapi berkatalah Musa kepada bangsa itu: "Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari TUHAN, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini, tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. TUHAN akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja." (Kel 14:13-14). Allah tidak akan meninggalkan mereka yang telah memulai perjalanan menuju kemerdekaan. Musa menjawab seolah-olah ia telah melihat yang tak kelihatan itu (Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan. - Ibr 11:27), dan imannya mendatangkan campur tangan Allah.
Lalu Musa mengulurkan tangannya ke atas laut, dan semalam-malaman itu TUHAN menguakkan air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. (Kel 14:21). Sebenarnya, kisah Alkitabiah yang “paling tua” tentang hal ini sangat tidak teliti, “tidak dikatakan” bahwa orang-orang Israel menyeberangi laut, melainkan bahwa mereka melihat para pengejar mereka mati di pinggir laut (Demikianlah pada hari itu TUHAN menyelamatkan orang Israel dari tangan orang Mesir. Dan orang Israel melihat orang Mesir mati terhantar di pantai laut. - 14:30). Campur tangan Allah mungkin tidak terlalu hebat, suatu tanah longsor, suatu banjir besar yang tiba-tiba datang ? Namun hal itu sudah cukup untuk menyelamatkan mereka yang dikejar. Tetapi campur tangan Penyelenggaraan Ilahi ini, sama seperti banyak kejadian yang lain dalam sejarah, yang tidak akan mengubah apapun seandainya tidak ada nabi Musa yang menafsirkan arti dari peristiwa ini, bahwa “Tuhan-lah yang membebaskan Israel untuk menjadikan mereka umatNya” (Karena iman maka mereka telah melintasi Laut Merah sama seperti melintasi tanah kering, sedangkan orang-orang Mesir tenggelam, ketika mereka mencobanya juga. – Ibr 11:29).
Inilah yang ingin diajarkan kepada kita dalam kisah “yang ditulis lebih kemudian”, di mana penyeberangan laut ini digambarkan secara gemilang. Di sini kelompok Musa berjalan dalam barisan teratur di antara dua tembok air (maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka. Orang Mesir mengejar dan menyusul mereka -- segala kuda Firaun, keretanya dan orangnya yang berkuda -- sampai ke tengah-tengah laut. – Kel 14:22-23). Segerombolan pelarian ? betul, mereka merupakan tentara Yahweh (Sesudah lewat empat ratus tiga puluh tahun, tepat pada hari itu juga, keluarlah segala pasukan TUHAN dari tanah Mesir – Kel 12:41). Dengan perantaraan mereka, Allah orang-orang miskin telah memulai membangun dunia kembali.
Pembebasan Israel tetap merupakan model bagi sejarah Kristen. Di sini kita menemukan kemenangan-kemenangan lain, besar dan kecil, yang telah memungkinkan kemajuan kerajaan dan keadilan Allah. Dalam hal-hal ini pula ada kelompok-kelompok yang ikut serta dalam tugas pembebasan, tanpa senjata mereka menghadapi Firaun, pasukan-pasukan kereta perang, perwira-perwira, para politikus dan birokrat.
Mereka yang telah menyeberang telah berubah, keberadaan Umat Allah telah dimulai. Rasul Paulus menulis tentang hal ini di kemudian hari, bahwa “Para leluhur kita telah dibaptis dalam awan dan laut” (Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam awan dan dalam laut. - 1 Kor 10:2), artinya, berkat Allah yang “hadir dalam awan”, mereka menyeberang dengan selamat dari air yang mematikan. Awan melambangkan, bahwa Tuhan dengan “cara yang tak terselami”, “hadir” di tengah-tengah mereka dan menuntun umat yang telah “dibaptis”.
Kita juga perlu menyeberang laut, komunitas-komunitas kristen, juga mereka yang baru bertobat, marilah meninggalkan kehidupan yang lama, di mana kita hidup sebagai orang yang terasing, terikat, terbelenggu, tertawan oleh dosa-dosa, dan marilah kita menemukan “suatu arti baru” dalam hidup kita (Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah [atas orang-orang durhaka]. Dahulu kamu juga melakukan hal-hal itu ketika kamu hidup di dalamnya. Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu. Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya – Kol 3:5-10). Kita tidak dapat melakukannya sendiri, melainkan bersama-sama dalam komunitas yang telah matang.
(Kitab Suci Komunitas Kristiani – Edisi Pastoral Katolik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar