Peristiwa ini terjadi dalam tahun-tahun perang dunia 1.
Pada suatu malam, seorang pastor di sebuah desa menjawab dering bel pintu, yang ternyata adalah sebuah panggilan untuk mengunjungi orang sakit. Utusan yang datang untuk meminta pastor adalah seorang asing, tapi hal ini tidak mengherankan pastor, karena ia sendiri belum lama datang ke desa itu dan belum mengenal semua umatnya.
Ketika pastor bersiap-siap untuk melakukan kunjungan kepada orang sakit itu, ia mengatakan kepada tamunya, bahwa ia ingin membangunkan ketua seksi untuk menemaninya, tapi sang utusan itu mengatakan bahwa itu tidak perlu, karena ia sendirilah yang akan mengantarnya.
Ketika pastor membuka pintu tabernakel, ia terkejut ketika melihat tamunya itu berlutut dan berdoa Syahadat Iman dalam bahasa Latin yang sempurna, mulanya pastor itu mengira bahwa orang itu hanyalah seorang petani sederhana.
Mereka meninggalkan gereja, sang utusan yang memandu jalan membawa sebuah lentera yang biasa dibawa apabila ada panggilan orang sakit. Ia membawa pastor itu menuju ke kota kecil yang berdekatan, dan kemudian keluar lagi menuju jalanan ke hutan.
Ketika mereka melewati daerah pertanian yang terakhir, pastor itu berkata kepada utusan itu : “Tidak ada orang yang tinggal di sana, hanya ada hutan”. Tetapi sang utusan tidak mau dihalangi dan ia hanya mengatakan kepada pastor itu supaya mengikuti dia saja.
Kemudian pastor itu mulai merasa kurang enak, tetapi terpaksa mengikuti saja. Ketika pastor itu mengulangi protesnya, bahwa tidak ada orang yang tinggal di hutan itu, sang utusan menjawab : “Ya, ya, dan memang inilah jalan yang benar”. Keduanya tetap berjalan terus, tetapi pastor itu semakin merasa aneh situasinya.
Tiba-tiba pastor itu melihat lentera yang dibawa sang utusan itu berdiri tegak di pinggir jalan, tegak dengan sendirinya ! Wah, di mana sang utusan tadi ? ia lenyap sama sekali ! Pastor memanggilnya beberapa kali, berseru-seru di kegelapan malam di sekitarnya, namun tidak ada jawaban sama sekali, tidak terdengar suara apapun.
Kemudian pastor itu mulai menyadari, ia melihat di dekatnya ada sebuah gubuk kecil, ia tidak tahu harus berbuat apa. Tapi, dengarlah ! apakah itu ? ada suara seseorang yang sedang mengerang di dalam gubuk itu. Pastor itu memberanikan diri membuka pintu gubuk itu perlahan-lahan dan menerangi bagian dalam gubuk itu dengan lenteranya. Di sana terlentang seorang pengemis tua, terbaring dalam keadaan sakit parah.
Ketika ia melihat pastor itu dengan lenteranya, ia menghela napas panjang dan berkata dengan lemah : “Yang mulia, bagaimana anda bisa sampai ke sini ? Sepanjang hidupku, aku selalu berdoa kepada St. Yusuf, agar jangan membiarkan aku mati tanpa menerima Sakramenku yang terkahir. Dalam keadaanku yang terlantar sendirian di sini, kupikir aku akan mati tanpa seorang pastor yang membantuku, walaupun aku berdoa terus. Tapi sekarang anda sudah berada di sini”.
Dengan amat terharu pastor itu bercerita kepada pengemis yang sakit parah itu mengenai pengalamannya selama perjalanan tadi, sambil menyiapkan segala sesuatu dan berdoa dalam mendampingi pengemis tua itu menuju kematiannya.
Pastor mendampingi pengemis tua itu sampai meninggalkan dunia ini, hingga keesokan harinya.
Ketika pastor itu kembali ke pastoran, ia bercerita kepada pengurus rumah tangga pastoran tentang pengalaman yang dialaminya semalam, sambil melarangnya supaya tidak menceritakan hal tersebut kepada orang-orang lain selama ia masih hidup.
Pengurus rumah tangga pastoran yang setia ini, yang bernama Fini, tetap memegang janjinya tidak menceritakan kepada siapapun. Baru dalam tahun-tahun terakhir hidupnya, ia bercerita kepada seorang pastor baru di pastoran itu, mengenai kejadian yang luar biasa itu.
Setelah Fini meninggal pada tahun 1977, pastor memindahkan lentera tua yang mulanya berada di gudang dan dilupakan itu, dipindahkan dan menempatkannya di dalam gereja, di samping patung St. Yusuf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar