11/14/2008

ALLAH MELIHAT LEBIH JAUH KE DEPAN DARI PADA KITA

Oleh : Pastor W.F. Power SJ

Pemandu yang memperlihatkan kepadaku jalan yang terpendek yang memotong melalui ladang ke jalan raya menuju Morey, dekat Geneva, tiba-tiba berkata : “Romo, apakah engkau melihat dua orang tua di sana itu ? wanita itu sedang merajut di dekat pintu toko, dan suaminya sedang menikmati pipanya dan udaranya segar.”

“Ya.” Aku bilang.

“Tak ada dua orang yang lebih bahagia di dunia ini Romo, dan mereka berhutang dalam hal nasib baik mereka kepada berkat yang pada mulanya terlihat seperti kutukan.”

“Coba ceritakan kisahnya kepadaku” kataku.

“Baiklah, lebih dari dua puluh tahun yang lalu di tempat yang sama, anak mereka dilahirkan, ketika itu keadaan mereka berbeda dengan keadaan sekarang. Mereka tinggal di sebuah gubuk yang miskin, terbuka terhadap angin, hujan dan salju. Bayi yang baru lahir itu adalah anak yang ke delapan dan orang tuanya terlalu miskin dan susah, sehingga jikalau mereka sudah bisa menghidupi ke tujuh anak yang lain itu saja, itu sudah suatu mukjizat. Mereka itu orang-orang yang jujur, Romo, dan dihormati oleh para tetangganya, tetapi bencana-bencana telah mengalahkan mereka, sehingga pada saat bayi itu lahir, baik ayah dan ibunya bukan hanya miskin saja, tetapi dihancurkan oleh penyakit juga. Tidak ada roti di lemari, tidak ada api diperapian, dan ketujuh anak-anaknya yang kelaparan itu tertidur di atas jerami. Tetapi syukur kepada Tuhan, Romo, bahwa ini baik bagi si miskin karena ada orang-orang miskin di sekitarnya.”

“Temanku yang baik, engkau bercerita seperti dalam teka-teki” kataku.

“Tidak, Romo, tidak ada teka-teki dalam hal ini, karena hanya si miskinlah seperti biasanya, yang mempunyai rasa kasihan pada si miskin yang lebih buruk keadaannya dari pada mereka.”

“Baiklah, Romo, ketika anak ke delapan itu lahir, seorang wanita tua, tetangganya kebetulan datang mampir, jadi dialah yang membantu sang ibu yang sudah setengah mati, dan membungkus bayi yang hampir-hampir tak bernafas itu dengan kain-kain tua yang ada, yang entah dari mana ia dapatkan. Ia lalu lari kepada Imam karena takut ibu dan anak itu dapat saja maninggal. Seorang Imam langsung datang, dan pada saat ia memasuki ruangan, si suami menemuinya dan menyapa dia dengan kata-kata sedih, “Aduh, Romo Gabriel, mahluk asing kecil ini, aku minta maaf untuk mengatakannya seperti itu, seorang tamu yang sangat tidak disambut, nama apa yang akan diberikan padanya ?”

“Kita namakan di ‘Kiriman Tuhan’,” kata sang Imam, “karena Tuhanlah yang telah memberikan dia kepadamu, sekarang sangat tepat waktunya, untuk memberikan kenyamanan dan membantumu. Aku tidak bercanda, Henry, temanku. Tidak seorangpun anak yang datang ke dalam sebuah rumah tanpa membawa maksud untuk menolong dari surga. Peganglah kata-kataku ini, aku akan melihatnya segera, hari ini dan setiap hari.”

“Mereka adalah orang-orang sederhana di bagian daerah ini, dan dengar kata-kata Pastor mereka. Sementara Imam sedang berbicara, pengurus rumah tangganya datang ke gubuk itu, membawa keranjang berisi banyak kain dan makanan, dan pergi lagi, lalu kembali lagi membawanya kayu bakar untuk perapian.”

“Oh Romo, betapa kami merasa bersyukur atas semua kebaikanmu ini” kata orang yang miskin itu.

“Tidak, tidak, bersyukurlah kepada Tuhan atas kebaikannya, aku berkata kepada teman-teman kita di desa ketika aku sedang kemari dan syukur kepada surga, jarang bertemu dengan orang yang hatinya yang demikian keras untuk tidak menolong sesamanya yang mempunyai delapan orang anak.” (Perlu diketahui, bahwa di Perancis keluarga yang sebesar itu adalah sesuatu yang ajaib, hampir-hampir tidak pernah ada).

Pengurus rumah tangga menyalakan api, bayi kecil itu dibungkusnya dengan bahan yang pantas dan lalu dibaptis, kemudian diletakkan di samping ibunya yang berseru dengan gembira, kemudian Imam itu pulang dengan penuh suka cita.

Sementara itu tetangga yang baik hati itu masuk ke ruangan lainnya dengan tangan yang penuh dengan makanan, dan berkata kepada ke tujuh anak-anak itu, “Lihatlah, hadiah indah dari saudaramu yang baru ‘Kiriman Tuhan’, mari kita makan bersama-sama.”

Anak-anak yang kelaparan itu menikmati makanan itu dan bahwa ‘Kiriman Tuhan’ tiba-tiba menerima sifat dari seseorang yang penting dalam rumah tangga itu, mulai saat itu. Tetapi untuk berapa lama tak diketahui apakah ia ditakdirkan untuk hidup. Ia rapuh sampai tingkat tertentu, Setiap orang berbicara tentang ‘Kiriman Tuhan’ dan keluarganya. Di samping semua hadiah yang dikirim kepadanya setiap hari, orang tuanya juga sembuh kembali dari sakit dan dengan mudah mendapatkan sejumlah pekerjaan atau lain-lain pekerjaan yang dapat dikerjakannya

Salah satu yang hebat yang didapat oleh ‘kiriman Tuhan’ dalam tahun pertamanya adalah bahwa ia mendapatkan tempat bagi kakak tertuanya, Gustavus. Seorang wanita Kristen yang istimewa dari daerah sekitarnya, berkeinginan untuk mengangkat anak laki-laki itu dan menyekolahkannya dengan biayanya sendiri. Ia memilih kakak dari ‘Kiriman Tuhan’ adalah karena mereka berdelapan dalam satu keluarga. Gustavus tidak lagi membebani orang tuanya, dan malahan belajar berdagang dan anak yang berani itu langsung dapat mencari uang untuk membantu keluarganya, tetapi meskipun ia tidak ada di rumah, ia selalu diingat sebagai salah satu dari berdelapan itu.

Ketika ingin melanjutkan cerita tentang bagaimana melewati keberuntungan dari ke enam anak-anak itu, tiba-tiba angin keras langsung menerpa pada rumah itu dengan hujan dan salju, yang ditahan dengan kayu-kayu yang kokoh dan pintu-pintu.

Sekalipun demikian, ‘Kiriman Tuhan’ yang terkenal itu lambat dalam perkembangan kesehatannya dan orang tuanya sangat takut akan sesuatu terburuk yang akan terjadi.

“Baiklah, kalau ia meninggal,” kata Romo Gabriel, “akan ada malaikat lain di surga untuk melindungi kita, tetapi aku pikir ia tidak akan mati.”

Romo benar, ‘Kiriman Tuhan’ bertumbuh menjadi anak yang cakap, setelah berusia enam tahun dan di dalam daerah yang aneh ada putra-putra altar kecil, di antaranya ada ‘Kiriman Tuhan’, dibayar untuk pelayanannya di Gereja. Ia juga belajar membaca dengan kemampuan yang cemerlang dan menggembirakan keluarga itu, yang mengisi saat-saat malam di sekeliling perapian dengan cerita-cerita tentang para Kudus Allah.

Dalam beberapa tahun ia menjadi demikian menariknya dalam sopan santun, dan demikian tajam dalam kehati-hatiannya, sehingga orang tua maupun muda suka datang untuk berkonsultasi dengannya dan mengikuti nasehat-nasehatnya.

Karena waktu berlalu dengan cepatnya dan kakaknya meninggalkan rumah, lalu saat itu orang tuanya menemukan suatu harta pada dirinya. ‘Kiriman Tuhan tetap tinggal dengan orang tuanya, yang sekarang menjelang tua, untuk melayani dan menghibur mereka, dan bakatnya dalam bidang usaha memastikan suatu kebebasan bagi mereka dalam tahun-tahun mereka yang sedang susah. Semua penduduk desa adalah langganannya, karena mereka tahu ia tidak pernah menipu, dan ia seorang putra yang baik kepada ayah maupun ibunya.

Pada suatu hari, orang tua itu mengatakan kepadaku : “Kiriman
Tuhan’ telah menjadi tiang penopang hidup kami, dan suka cita dalam hidup kami. Ketika ia datang sebagai bayi ke dalam gubuk kami, begitu rapuh dan kami begitu miskin. Siapa yang mengira bahwa pada suatu hari ia menjadi penunjang hidup kami dan satu-satunya penghiburan bagi kami.”

Belum lama berselang, Imam tua itu meninggal, dan sebelumnya ia berkata kepada Henry : “Ha, ha, temanku, Allah melihat jauh ke depan dari pada kita, Dia tahu masa depan dan mengaturnya. Seperti seorang pemuda, pada suatu hari akan pergi sambil bersungut-sungut, karena ayahnya menambah beban pada pundaknya. Ketika ia sampai di hutan yang sepi pada malam hari, dan dikuasai oleh rasa lapar dan lelah. Lalu dia membuka peti berat yang ia bawa, dan... loh ! ternyata peti tersebut penuh dengan makanan, dan ia sangat bersyukur kepada bapanya. Kitapun juga harus demikian, senantiasa bersyukur !”

Tidak ada komentar: