Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: "Abraham," lalu sahutnya: "Ya, Tuhan." Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu." (Kej 22:1-2). Teks tentang pengurbanan Ishak mengejutkan kita, bagaimana mungkin Allah meminta Abraham mengurbankan anaknya sendiri ?
Tetapi untuk mengerti teks ini, kita seharusnya bertolak dari dua titik pandang yang berbeda. Pertama-tama, teks ini merupakan hukuman normal dari kurban-kurban manusiawi pada jaman itu (Kemudian ia mengambil anaknya yang sulung yang akan menjadi raja menggantikan dia, lalu mempersembahkannya sebagai korban bakaran di atas pagar tembok – 2 Raj 3:27). Kita seharusnya jangan melupakan, bahwa pada waktu itu hal ini diambil dari praktek orang-orang Kanaan yang mengurbankan anak-anak, dan banyak dari orang Israel yang mengikuti praktek orang-orang Kanaan ini, mereka berpikir, bahwa kurban seperti itu menyenangkan Allah. Para nabi sangat keras menentang kurban semacam ini (Sebab mereka telah meninggalkan Aku, telah memberikan tempat ini kepada allah asing dan telah membakar korban di sini kepada allah lain yang tidak dikenal oleh mereka sendiri dan oleh nenek moyang mereka dan oleh raja-raja Yehuda. Mereka telah membuat tempat ini penuh dengan darah orang-orang yang tidak bersalah. Mereka telah mendirikan bukit-bukit pengorbanan bagi Baal untuk membakar anak-anak mereka sebagai korban bakaran kepada Baal, suatu hal yang tidak pernah Kuperintahkan atau Kukatakan dan yang tidak pernah timbul dalam hati-Ku. - Yer 19:4-5).
Di awal cerita, Abraham melihat pengurbanan anaknya Ishak sebagai kehendak Allah, tetapi bagian akhir dari cerita itu menegaskan dengan jelas, bahwa Allah menghalangi dia meneruskannya (Lalu Ia berfirman: "Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku." – Kej 22:12), teks itu juga membenarkan tebusan bagi anak yang pertama. Semua buah pertama adalah milik Allah, tetapi tidak seperti halnya hewan yang pertama lahir yang harus dikurbankan, maka anak manusia yang sulung harus ditebus (Tetapi setiap anak keledai yang lahir terdahulu kautebuslah dengan seekor domba; atau, jika engkau tidak menebusnya, engkau harus mematahkan batang lehernya. Tetapi mengenai manusia, setiap anak sulung di antara anak-anakmu lelaki, haruslah kautebus. - Kel 13:13).
Teks kitab Kejadian, mengundang kita untuk membaca di dalamnya contoh dari iman seorang kepala keluarga yang tidak gagal, Allah mencobai teman-teman-Nya untuk menguatkan iman mereka. Allah menyelamatkan pemberian-pemberian terbaik-Nya demi mereka yang tetap beriman kokoh, bahkan pada waktu ketika Ia menjauhkan semua harapan dari mereka. Dalam sejarah hidupnya, Abraham telah percaya pada janji-janji Tuhan demi anaknya. Sekarang, apakah Abraham rela mengurbankan anaknya dan janji-janjinya ? Allah telah menempatkan dia pada sebuah jalan, apakah yang akan dilakukan oleh Abraham ketika jalan itu tampaknya tertutup ?
Ketika pencobaan itu berakhir, Abraham akan mengetahui bahwa ia mencintai anaknya sama seperti Allah mencintainya, sebab ia lebih memilih Allah dari pada anaknya. Tanpa ragu kita mengetahui bahwa Allah menginginkan dedikasi kita untuk kewajiban tertentu, dan pada beberapa kesempatan kita juga telah menunjukkan, bahwa kita rela melepaskan kewajiban itu jika Allah menginginkannya demikian.
Dalam situasi ketika harapan kita pada janji-janji Allah tampaknya terpecah berkeping-keping, hanya cinta yang tulus saja dapat membuat kita setia. Tetapi tidak ada penjelasan yang dapat menyejukkan perasaan-perasaan terluka kita dalam melihat bagaimana Allah memaksakan kepada Abraham suatu kurban yang sangat mahal untuk seorang ayah. Tidak adakah cara lain untuk membawa kita ke cinta yang lebih penuh ? Walaupun Abraham adalah seorang yang percaya dan sahabat Allah, ia juga seorang manusia pendosa dan hanya ‘operasi pencobaan’ yang dapat memurnikan hatinya. Di sisi lain, Abrahamlah yang sebenarnya mati, bukan Ishak, namun melalui kurbannya, Abraham meraih kehidupan (Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya. - Luk 17:33)
Tradisi Kristen telah melihat di dalam carita Abraham yang mempersembahkan anaknya ini sebagai gambaran persiapan Allah sebagai Bapak yang akan memberikan anak-Nya sendiri untuk menyelamatkan para pendosa. Walaupun kata kurban dan penderitaan, cinta tidaklah memiliki pengertian yang sama untuk Allah dan untuk kita, kita seharusnya tidak berpikir bahwa Allah yang acuh tak acuh dan tak berbelas kasihan meminta kurban dari kita, yang Dia sendiri tidak alami (Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. - Rm 5:8 ; Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? - Rm 8:32).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar