6/10/2009

JEJAK LANGKAH TUHAN


Baru dua tahun Boneventura melayani seluruh Tarekat Saudara Dina dalam kedudukannya sebagai minister jenderal. Usianya pun baru 42 tahun. Dalam dua tahun itu ia dipusingkan oleh banyak masalah berat. Pendahulunya, saudara Yohanes dari Parma, lama menjadi ‘tahanan rumah’ di salah satu gua di Greccio. Ia dicurigai terlibat dalam aliran ‘karismatik’ yang memang mengembuskan gairah rohani yang tinggi, namun ajarannya agak menyimpang.

Bonaventura harus menjernihkan masalah ini kalau ia mau melepaskan tarekatnya dari bahaya pembubaran oleh hirarki gereja. Masih ada masalah lain, kehidupan para saudara belum tertata dengan baik, belum ada konstitusi atau statuta yang mengatur disiplin hidup. Masing-masing bergerak menuruti dorongan roh, entah itu Roh Tuhan atau selera pribadi yang oleh Fransiskus disebut ‘roh daging’.

Soal mengemis misalnya, mestinya saudara-saudara bekerja dan dari upah kerja itu menunjang hidupnya, baru kalau itu tidak mencukupi, mereka boleh ‘mengungsi ke meja Tuhan’, yang berarti mengetuk pintu rumah tetangga untuk minta makan. Akan tetapi banyak saudara tidak bekerja dan hanya mengemis, malah dengan bergerombol mereka mencegat orang di jalan-jalan dan dengan mendesak menyodorkan kap jubahnya yang kumal untuk diisi.

Saudara-saudara dina yang pada zaman Fransiskus mendapat simpati orang, berubah menjadi gerombolan peminta-minta yang ditakuti dan dihindari orang. Bonaventura harus membenahi semuanya itu kalau ia mau agar karisma Tarekat Saudara Dina tidak padam oleh roh kekacauan.

Di tengah berbagai masalah itu, minister jenderal yang muda itu merasa seperti sedang berjalan di tengah hutan rimba. Ia kehilangan arah, apa tujuan perjalanan hidup ini ? Memecahkan masalah yang tidak pernah akan habis ? Ia bingung dan kacau dan merasa perlu mengundurkan diri ke tempat sepi untuk mencari kedamaian.

Di gunung La Verna, di pinggir tebing termpat Fransiskus mendapat penglihatan tentang Seraf dan menerima stigmata tiga puluh lima tahun sebelumnya, Bonaventura berdoa dan merenung, “Tunjukkanlah kepadaku jalan-Mu ya Tuhan, supaya aku hidup menurut kebenaran-Mu” (Mzm 86:11)

Diterimanya begitu saja bahwa tujuan perjalanan hidup ialah Allah, tetapi bagaimana jalannya ke sana ? itulah yang dimintanya agar Tuhan sendiri menunjukkannya jalan-Nya kepadanya. Buah renungannya itu dituangkannya dalam buku Itinerarium Mentis in Deum (Perjalanan Manusia Rohani ke dalam Allah)

Jalan yang pertama ialah ‘alam raya’ dan yang kedua adalah ‘manusia’. Di dalam alam raya, Bonaventura melihat jejak langkah Tuhan ; sedangkan di dalam manusia, ia melihat gambaran Allah. Alam raya adalah tanda yang diberikan oleh Allah sendiri agar kita bisa melihat Dia melalui alam itu. Alam raya adalah kitab, yang di dalamnya kita membaca tentang Allah, alam raya adalah cermin besar yang memantulkan cahaya ilahi beraneka warna. Allah Pencipta yang mahakuasa, pengatur yang bijaksana dan sumber segala kebaikan dimaklumkan dan dipantulkan oleh alam raya itu. Bagi Bonaventura jejak langkah Allah dalam alam semesta itu begitu jelas sehingga ia heran kalau orang tidak bisa membaca hal ini.

Butalah orang yang tidak diterangi oleh cahaya yang memancar dari alam ciptaan.

Tulilah orang yang tidak terbangun oleh sorak-sorai alam raya.

Bisulah orang yang tidak memuji Allah karena semua yang dikerjakan-Nya.

Tolollah orang yang tidak menemukan Prinsip Pertama, dari tanda-tanda yang begitu jelas.

Karena itu, bukalah matamu, pasanglah telinga rohmu, bukalah bibirmu, berikanlah perhatianmu agar di dalam segala mahluk ciptaan, engkau dapat melihat, mendengar, memuji, mencintai dan menyembah, memuliakan dan menghormati Allahmu, biarpun seluruh dunia bangkit menentang engkau.

Apakah kita memang melihat jejak langkah Allah dalam alam raya, menelusuri bekas telapak kaki-Nya sampai akhirnya kita menemukan Dia ? Pasti bukan perkara gampang, kita lebih banyak berbicara tentang Tuhan yang ada di kampung kumuh di kota, di antara gelandangan dan anak jalanan dan di tengah orang miskin di desa-desa. Akan tetapi apakah betul kita menemukan Dia di sana dengan gampang ? Pasti tidak, alam dan manusia rupanya lebih sering menjadi tabir penghalang, kecuali bagi mistikus yang berani mengambil jarak terhadap alam dan manusia itu. Ia keluar dari kungkungan alam dan dirinya sendiri dan melangkah masuk ke dalam Allah. Itu bukan lagi usaha manusia, kata Bonaventura, tetapi pengurapan oleh Roh Kudus.

(Kuntum-Kuntum Kecil, Butir-Butir Permenungan Saudara Kelana)

Tidak ada komentar: