1/12/2012

MATA GANTI MATA


Apabila seseorang membuat orang sesamanya bercacat, maka seperti yang telah dilakukannya, begitulah harus dilakukan kepadanya: patah ganti patah, mata ganti mata, gigi ganti gigi; seperti dibuatnya orang lain bercacat, begitulah harus dibuat kepadanya. (Im 24, 19-20) Dalam ayat tersebut, kita menemukan “hukum Talion”, yang kedengarannya “kejam”.

Tampaknya pembalasan dianggap sebagai sesuatu yang normal, tetapi sesungguhnya hukum ini merupakan suatu usaha untuk ‘membatasi’ kecenderungan-kecenderungan menggunakan kekerasan seperti dendam atau keinginan untuk membalas. Oleh karena itu hukum ini menetapkan supaya seorang musuh ‘boleh’ dilukai ‘hanya’ sesuai dengan kerugian yang telah diderita : mata ganti mata, gigi ganti gigi, teks ini ada dalam Kitab Suci, karena pada zaman itu kaidah ini adalah ‘sesuatu yang baik’ (Maka hakim-hakim itu harus memeriksanya baik-baik, dan apabila ternyata, bahwa saksi itu seorang saksi dusta dan bahwa ia telah memberi tuduhan dusta terhadap saudaranya, maka kamu harus memperlakukannya sebagaimana ia bermaksud memperlakukan saudaranya. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. Maka orang-orang lain akan mendengar dan menjadi takut, sehingga mereka tidak akan melakukan lagi perbuatan jahat seperti itu di tengah-tengahmu. Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, sebab berlaku: nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki." – Ul 19:18-21). Kaidah ini membatasi keinginan untuk membalas dendam secara berlebihan, dan mengingatkan para hakim dan bangsa Israel akan kewajiban mereka untuk melindungi para anggotanya terhadap mereka yang menindas orang-orang lemah, maksudnya supaya penindasan terhadap sesamanya tidak berlebihan karena diliputi dendam yang berapi-api, misalnya dipukul sekali tetapi membalas lagi tiga kali, karena sering terjadi hal yang sepele malah membalas dengan membunuh. Hukum ini adalah suatu cara memberi peradaban kepada bangsa yang masih jauh sekali dari cita-cita Kristen.
Pengampunan, sebagaimana yang diajarkan Kristus adalah sesuatu yang baru sama sekali. Jika kita sendiri yang merasa terganggu atau dirugikan, hendaknya kita mengampuni, dan kita serahkan ke dalam tangan Allah nasib kita dari pada kita berkelahi. Karena setiap konflik, sekalipun dapat dibenarkan, akan membuat kita cemas akan kepentingan kita dan hak-hak kita. Allah melihat, dan akan berbuat lebih baik dari pada apa yang dapat dilakukan oleh pengadilan kita sendiri (Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! – Rm 12:17).
Tetapi ada saat di mana kita harus melawan orang-orang yang menindas, karena hanya dengan melawannya kita dapat mendidik mereka dan mendorong dia untuk bertindak lebih manusiawi. Sering kali jika kita menerima saja penganiayaan dari orang lain, kita seolah-olah mendukung dia untuk berbuat yang sama terhadap orang lain, maka kita menjadi seperti berkomplot dengan dia dalam melakukan ketidak-adilan.
Satu hal lagi, Yesus memberikan nasihat ini kepada mereka yang berjiwa besar, yang bisa mengerti, bahwa kadang-kadang, dengan memberi lebih dari pada tuntutan musuh, mereka bisa mengubah sikap hati musuhnya. (Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil – Mat 5:40-41). Yesus berbicara kepada para petani yang direndahkan dan ditindas oleh tentara-tentara bangsa asing. Sering mereka dipaksa memikul beban para serdadu, biasanya reaksi pertama mereka adalah pasrah saja, tetapi tersembunyi di dalam hati mereka rasa benci dan keinginan untuk membalas dendam. Dapatkah mereka berbuat sesuai dengan ajaran Yesus ? seandainya mereka sudah berbuat seperti itu, yaitu memberi lebih, mungkin mereka bisa menyelamatkan bangsanya dari kehancuran total. Tetapi bagi orang-orang yang berjiwa kecil, langkah pertama menuju keadilan dan keselamatan yang perlu mereka pelajari ialah menjadi solider, mereka harus bersatu dan bergabung dalam organisasi orang-orang yang tertindas, supaya mereka bisa menuntut hak-hak mereka atas dasar keadilan dan cinta kasih satu sama lain, bukan atas dasar ingin membalas dendam dan benci terhadap para penindas. Kita tahu bahwa dalam Kitab Suci Allah lebih dahulu mengajarkan umat-Nya untuk memperjuangkan hak mereka, setelah itu barulah Ia mengajarkan mereka untuk mengampuni.
Jadilah orang pertama yang membebaskan diri dari lingkaran kekerasan. Sama seperti dalam ilmu bela diri judo, membuat kaget pihak lawan dengan melakukan gerakan yang tidak diharapkannya, lalu boleh jadi ia melihat bahwa ia telah membuat suatu kekeliruan. (Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu – Mat 5:39). Yesus tidak pernah ragu bahwa penolakan terhadap kekerasan dan melepaskan kepentingan kita, akan memaksa Allah Bapa untuk campur tangan dan datang menolong kita, jangan lupa bahwa Yesus ingin kita ‘melihat Allah’’ turut serta dalam hidup kita sehari-hari.
(Kitab Suci Komunitas Kristiani – Edisi Pastoral Katolik)

Tidak ada komentar: