Dalam Injil Lukas tercatat, bahwa Maria berangkat pergi mengunjungi Elisabet, saudaranya . Perjalanannya jauh, Maria yang bertempat tinggal di wilayah utara, pergi berkunjung kepada Elisabet yang tinggal dekat Yerusalem, di wilayah selatan, negeri Palestina. Zakaria, suami Elisabet pada waktu tertentu bertugas sebagai imam di Bait Allah di kota Yerusalem.
Mengapa pergi ?
Kita dapat bertanya mengapa Maria setelah diberi kabar oleh Malaikat Tuhan ingin berkunjung kepada Elisabet ? Secara spontan kita bisa menduga bahwa karena sekarang Tuhan tinggal di dalam dirinya, Maria mau tinggal seorang diri jauh dari segala pergaulan dengan orang lain, terbuka bagi mukjizat yang ada di dalam dirinya. Apa tidak lebih pantas, kalau Maria sebagai seorang mistikus terbesar sepanjang sejarah, mau tinggal penuh perhatian dan penuh cinta bagi hidup Ilahi yang sedang tumbuh dalam dirinya ? Tentu pada saat itu ia memerlukan keheningan dan kesunyian.
Mungkin perlu kita meninjau kembali pengeritan kita tentang mistik. Persetujuan yang diberikan oleh Maria kepada Allah, juga berarti YA kepada manusia. Orang yang diberi tugas oleh Allah, makin berakar di dalam persekutuan umat manusia, tidak pernah ada orang menerima sesuatu melulu untuk dirinya sendiri saja, segalanya harus dibagi-bagikan.
Menurut suatu tradisi lama, Maria mau melayani saudaranya yang jauh lebih tua dalam bulan-bulan terakhir menjelang saat kelahiran anaknya. Pandangan ini beralasan juga kalau kita melihat, bahwa menurut catatan Lukas, Maria tinggal di rumah Elisabet selama tiga bulan, jadi sampai saat Yohanes dilahirkan. Waktu Maria diberi kabar oleh Malaikat, Elisabet sudah mengandung dalam bulan keenam.
Tetapi suatu alasan lain juga mungkin, bahwa Maria pergi mengunjungi saudaranya mau melihat tanda yang diberikan Malaikat kepadanya. Elisabet sudah “pada hari tuanya” dan “meskipun ia disebut mandul” ia mengandung seorang anak laki-laki. Maria ingin melihat tanda ini, bukan karena ia ragu-ragu, melainkan karena semestinya suatu tanda dilihat kenyataannya. Maria tidak boleh mengabaikan tanda yang diberikan oleh Allah kepadanya. Tanda itu harus dinilai tinggi olehnya, karena itu ia harus pergi melihat dengan mata kepalanya sendiri, bahwa mukjizat itu benar-benar terjadi.
Akhirnya mungkin juga Maria menempuh perjalanan yang melelahkan itu untuk mengikut-sertakan Elisabet dalam rahasia besar, yang telah terjadi dalam dirinya. Maria merasa ada kaitan khusus dengan dia, keduanya dirahmati oleh Allah, di dalam mereka terjadilah suatu mukjizat, dan mukjizat dalam diri Elisabet menguatkan mukjizat dalam diri Maria. Maria menyadari, bahwa Elisabet harus menjadi orang pertama untuk diberitahu tentang kabar gembira itu. Setiap wanita lain pasti akan menertawakannya, dan hanya Elisabet yang mampu menerima kabar dari Maria, karena ia sendiri sudah dikunjungi Allah.
Maria membawa Yesus
Mari bergegas dalam perjalanannya, karena ia didorong oleh suka cita yang suci. Lukas dalam Injilnya menulis, bahwa ke tujuh puluh murid yang diutus oleh Yesus, tidak diperbolehkan “memberi salam kepada siapapun selama dalam perjalanan” (Luk 10 : 4). Para murid tidak boleh membuang waktu dengan percakapan dan salam-salaman yang panjang lebar, mereka harus bergegas mewartakan Injil, hal itu tak dapat ditunda. Maria adalah rasul pertama, orang pertama yang mewartakan kabar gembira. Hal lain sudah tidak dipikirkannya, waktu tidak dibuangnya. Nabi Yesaya berkata dengan tepat dan itu dapat diterapkan pada Maria (Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat dan berkata kepada Sion: "Allahmu itu Raja!" - Yes 52:7).
Maria membawa Yesus, ia membawa-Nya dalam dirinya, yaitu di dalam rahimnya bagaikan dalam sebuah Sibori, di mana Yesus tinggal tersembunyi, Ia menjadi suatu Monstrans, yang akan menunjukkan anaknya. Sekarang sudah dapat dilihat, bahwa ia mengandung, Maria membawa Yesus, tetapi ia juga dibawa oleh Yesus, ia membawa Penciptanya yang melebihinya.
Apakah kita semua tidak sedikit menyerupai Maria ? kita membawa Dia, yang melebihi kita, Dia yang menjamin dan menguatkan kepribadian dan harkat kita, tetapi kita mudah lupa akan Dia yang kita bawa, seperti seorang imam yang membawa Komuni Kudus kepada orang sakit, dapat lupa karena sudah biasa membawa Dia.
Yesus membiarkan diri-Nya dibawa, Ia tidak mengambil keputusan sendiri. Sudah dalam rahim ibu-Nya, Ia mulai belajar apa yang akan dilakukan-Nya seumur hidup, membawakan Diri-Nya dibawa dan dipimpin oleh Roh. Tak Pernah ia melakukan kemauan-Nya sendiri (Maka kata Yesus: "Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku. Dan Ia, yang telah mengutus Aku, Ia menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya." - Yoh 8 : 28-29). Yesus mengikuti Maria, kemana saja ia pergi, Ia sama sekali tergantung pada Maria, seperti di dalam Ekaristi Ia sama sekali tergantung pada seorang imam, tetapi Maria dinaungi dan dipimpin dalam segala hal oleh Roh Kudus, tidak berselisih sedikitpun.
Yesus menemui Yohanes
Maria berjalan tiga sampai empat hari, lalu sampai kepada tujuan perjalanannya ialah rumah Elisabet. Ia masuk dan memberikan salamnya, yang mengerjakan sesuatu yang menakjubkan, Yohanes melonjak di dalam rahim ibunya, Yohanes yang akan mendahului Yesus, mengenal Dia yang jalannya harus ia siapkan. Ia dipenuhi dengan sorak sorai, sebagaimana yang dinubuatkan bagi jaman Al-Masih (Tetapi kamu yang takut akan nama-Ku, bagimu akan terbit surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya. Kamu akan keluar dan berjingkrak-jingkrak seperti anak lembu lepas kandang. - Mal 4 : 2). Baru beberapa hari saja Maria menjadi ibu, namun ia sudah begitu penuh dengan Tuhan, sehingga Tuhan memperkenalkan Diri-Nya melalui Maria, Yesus belum kelihatan, tetapi orang yang berjumpa dengan Maria sudah merasakan pengaruh Yesus.
Sebenarnya Yesus mengunjungi Yohanes lebih dari pada Maria mengunjungi Elisabet. “Maria sebagai pengantara” mempertemukan mereka (per Mariam ad Jesum), di sini Maria sudah mulai melakukan apa yang kelak akan menjadi salah satu dari tugasnya, menjadi pengantara segala rahmat. Banyak orang Kristen takut, kalau-kalau Maria bisa menjadi suatu tembok pemisah antara Allah dan manusia, sebenarnya ia justru bertugas untuk mempertemukan dan mempermudah hubungan mereka, di mana Maria datang bersama dengan Anak-Nya, di situ rahmat Allah mengalir masuk ke dalam dunia, melalui Maria.
Maria tidak berkata sepatah katapun, tidak menceritakan apa-apa, ia membawa kabar baiknya tanpa berkata. Dan tidak perlu ia berkata, pribadinya yang berbicara, martabatnya yang berkata “Kunjunganmu kepada Elisabet termasuk pesta yang paling menarik, ya ibu dan itu terlebih suatu pesta Tuhan, sebab Dialah yang bertindak dalam dirimu, dan melalui dirimu, engkau mewartakan kabar gembira, engkau memberitakan injil dan engkau menguduskan, tidak dengan kata-kata, tetapi dengan membawa Yesus dalam keheningan kepada Elisabet dan Yohanes”. tulis Charles de Foucauld (1858-1916)
Elisabet tidak langsung mengerti bahasa Maria yang tanpa kata itu, hanya melalui anaknya ia menjadi sadar akan kehormatan besar yang diterimanya “Siapakah aku ini, sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku ?” (Luk 1 : 43) dengan penuh Roh Kudus ia bernubuat. Para nabi sering menyampaikan berita yang arti dan pengaruhnya jauh mengatasi daya tangkap mereka sendiri. Elisabet menyebut Maria “Ibu Tuhanku”, agaknya ia tidak memahami jelas pribadi Ilahi Al-Masih, namun ia memberi-Nya juga gelar “Kyrios, Tuhan”, gelar yang sesudah itu langsung ia pergunakan lagi bagi Allah. “Berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan akan terlaksana”.(Luk 1 : 45). Elisabet tidak menyadari penuh arti mendalam dari kata-kata itu, namun karena ia penuh dengan Roh Kudus, ia mendahului pernyataan resmi dari Konsili di Efesus (431), bahwa Maria harus disebut “Theotokos” artinya “Bunda Allah”.
Secara tak terduga perjumpaan mereka amat diperdalam berkat harta yang mereka bawa dalam rahimnya. Jika dua orang bertemu secara mendalam, itu disebabkan bukan karena pikiran dan perkataan mereka, apalagi karena keinginan mereka, melainkan karena hati orang yang satu menyentuh hati orang lain : “Abyssus abyssum invocat, artinya jurang yang satu memanggil jurang yang lain” (Mzm 42:8).
Saling membangkitkan
Dalam kunjungan Maria kepada Elisabet, persahabatan mencapai puncaknya. Maria membagikan Roh Kudus dalam diri Maria, sampai saat itu Maria berdiam diri, tidak membuka mulutnya, maka tibalah saatnya ia melagukan madah pujiannya, ia harus menunggu saat seseorang lain membuka sumber yang tersembunyi di dalamnya sejak saat pertama ia menjadi ibu Allah, namun orang lain harus menyapanya dengan gelar itu, baru kenyataan yang tak terduga itu masuk seluruhnya ke dalam hatinya. Maria bersorak sorai, ia tidak merahasiakan “perbuatan besar” yang terjadi padanya, ia menyadari bahwa Tuhanlah yang mengerjakan ini dan bahwa hanya Nama Tuhan yang kudus. Dirinya ia hanya melihat sebagai buah hasil kerahiman Tuhan, ia tidak perlu merasa dirinya hina untuk memuji Tuhan. Keagungan Allah menjadi nyata dalam panggilan Maria yang luhur ini. Ia berani mengucapkan kata yang belum pernah terdengar “Mulai dari sekarang, segala keturunan akan menyebut aku berbahagia” (Luk 1 : 48). Mengapa sebagian besar umat Kristen takut memuji Maria ? Oleh karena Maria dipenuhi oleh Roh Kudus, maka Maria sendiri juga menubuatkan, bahwa segala bangsa akan memuliakannya, panggilan Maria itu bersatu dengan panggilan Anaknya, maka panggilan itu juga bagi seluruh dunia, dan harus diakui oleh seluruh dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar