Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka." (Luk 15:1-2).
Mengapa orang-orang Farisi menggerutu ? Karena mereka selalu risau dengan kemurnian ritual. Dalam perspektif ini, yang ada dalam Perjanjian Lama, maka dalam hubungan antara dua orang, pihak yang najis akan mencemarkan pihak yang tahir. Karena para ‘pendosa’ pada hakekatnya tidak pernah berpikir untuk memurnikan dirinya dari berbagai macam kecemaran dalam kehidupan sehari-hari, maka Yesus dapat dipandang sebagai seorang Guru yang siap menjadi tercemar setiap saat. Dengan demikian Yesus harus berbicara tentang ‘belas kasih Allah’ yang tidak menyapu bersih pendosa dari hadapan-Nya.
Kemudian, bukankah ada sesuatu yang lebih manusiawi dalam kebencian orang-orang ‘baik’, biarlah setiap orang bisa melihat perbedaan antara kita dan orang lain. Sekali lagi Yesus bertempur melawan gagasan kuno, yaitu bahwa jasa yang telah diberikan pantas mendapat ganjaran Allah.
"Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka: Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan.” (Luk 15:4-6). Berbahagialah seekor domba yang dicari Yesus dari pada sembilan puluh sembilan ekor yang ditinggalkan ? Sepertinya kasihan, orang-orang yang benar yang tidak membutuhkan pengampunan Allah.
Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (Luk 15:7).
Di kota-kota besar dewasa ini, Gereja rupanya seperti dibiarkan hanya seokor domba saja. Mengapa tidak keluar, dalam arti melepaskan hak-hak istimewanya serta devosi-devosi yang bersifat komersial, supaya bisa melangkah keluar mencari sembilan puluh sembilan yang tersesat ? meninggalkan lingkungan nyaman orang-orang yang tidak bermasalah, lalu melihat di luar batas-batas ritual-ritual yang telah dibarui dan siap dikritik seperti dulu Yesus dikritik, itulah tantangan dewasa ini. Siapakah yang menyalakan lampu, lalu menyapu rumah dan mencari, kalau bukan Allah sendiri ? Demi penghormatan terhadap Allah, orang-orang Yahudi di masa Yesus lebih suka untuk tidak menyebut nama Allah, dan mereka menggunakan ungkapan-ungkapan seperti ‘malaikat-malaikat’ atau ‘surga” (bdk Luk 15:7 & 10).
(Kitab Suci Komunitas Kristiani – Edisi Pastoral Katolik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar