Yakub berangkat dari Bersyeba dan pergi ke Haran, pergi ke tanah leluhurnya untuk mencari kerja dan istri (Bersiaplah, pergilah ke Padan-Aram, ke rumah Betuel, ayah (dari) ibumu, dan ambillah dari situ seorang isteri dari anak-anak Laban, saudara ibumu. - Kej 28:2). Pada perjalanan ini ia melihat suatu penglihatan di mana Allah membaharui Perjanjian-Nya dengan Abraham.
Tidak seperti Abraham yang dipanggil Allah ketika ia sudah tua dan yang telah mengetahui nilai-nilai hidup. Yakub masih muda ketika dipanggil, ia menyadari panggilannya lewat proses tahap demi tahap. Pertama ia “membeli” hak kesulungannya dari Esau yang diketahui dan dianggap tidak bertanggung jawab, tetapi ia belum mengetahui “nilai” dari Berkat Allah untuk bapa leluhurnya. Kemudian ibunya harus memberikan keberanian kepadanya, sehingga ia dapat mengambil resiko untuk mencuri berkat itu. Ia membiarkan dirinya dibujuk oleh ibunya dan sesudah itu ia baru mengerti konsekuensi dari tindakannya : ia harus lari untuk menyelamatkan nyawanya.
Sama seperti Abraham, ketika Yakub harus menghadapi hidup yang penuh resiko sebagai orang asing dan pelarian, di sana ia menemukan Allah dan untuk pertama kalinya ia menjadi sadar akan tanggung jawabnya : ia adalah penerus janji-janji Allah ke dunia ini. Manusia menjadi bertanggung jawab ketika mereka menyadari, bahwa mereka bertanggung jawab kepada orang lain dan harus menunjukkan tanggung jawab itu lewat perbuatan-perbuatan mereka. Yakub mengerti bahwa ia akan bertanggung jawab kepada Allah yang telah memilih dia.
Yakub yang berjalan sendiri dan tanpa pertahanan, tertidur di dekat kota yang ditempati oleh orang-orang asing. Tetapi bersama dia, Alllah membarui janji-Nya yang dibuat kepada kaum keluarganya dan menjalin penyertaan-Nya : pada salah satu waktu, tempat ini akan menjadi miliknya. (Berdirilah TUHAN di sampingnya dan berfirman: "Akulah TUHAN, Allah Abraham, nenekmu, dan Allah Ishak; tanah tempat engkau berbaring ini akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu. – Kej 28:13)
Yakub telah melihat surga terbuka dan para Malaikat Allah yang membentuk jembatan hidup antara langit dan bumi (Maka bermimpilah ia, di bumi ada didirikan sebuah tangga yang ujungnya sampai di langit, dan tampaklah malaikat-malaikat Allah turun naik di tangga itu. – Kej 28:12) : ini adalah gambaran persatuan antara Allah dengan manusia yang mencari Allah dengan sia-sia lewat berbagai agama. Hal ini bisa memberi kita beberapa pengetahuan eksternal mengenai Allah dan memuaskan naluri-naluri keagamaan kita. Bahkan, jika kita menginterogasikan pencarian kita pada Allah, kita sebenarnya adalah orang-orang pendosa yang tidak dapat menemukan kehadiran-Nya di dalam diri kita, jika kita tidak dipanggil-Nya.
Jembatan satu-satunya antara Allah dan manusia adalah Kristus : Anak Allah yang menjadi manusia, sebagai Allah dan manusia. Yesus akan menyatakan, bahwa Ia adalah pintu ke surga, sebab di dalam Dia, Allah telah merangkul kemanusiaan. (Lalu kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia. - Yoh 1:51).
Sebagaimana bab-bab terdahulu di dalam kitab Kejadian, kita menemukan kisah-kisah yang lebih populer. Betel berarti rumah Allah dan penulis kisah suci mengatribusikan nama tempat ini ke dalam cerita Yakub dan juga kebiasaan untuk membayar persepuluhan ke tugu Betel, ini telah dibangun beberapa abad sebelum Yakub. (Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu. – Kej 28:22)
Kita semua terkesan dengan mimpi dan berusaha untuk mengintepretasikannya. Umumnya mimpi-mimpi itu tidak menafsirkan sesuatu tetapi hanya menyingkapkan apa yang sedang terjadi di dalam diri kita, di dalam bawah sadar dan memperlihatkan sesuatu yang kita tidak tahu secara jelas mengenai roh kita sendiri. Para Psikolog sering memakai mimpi-mimpi untuk menemukan pengalaman-pengalaman yang berarti dan luka-luka yang diderita pada masa lampau.
Mimpi-mimpi juga menunjukkan dan mengekspresikan pra-tanda dan intuisi. Kitab Suci menunjukkan kepada kita bahwa Allah (atau para malaikat-Nya) menggunakan mimpi untuk berkomunikasi dengan kita. Dalam hal ini, Allah memakai manusia sebagai mana mereka adanya, dengan bagian bawah sadar dari jiwa kita.
Ketika Allah campur tangan melalui mimpi, kita tahu itu melalui beberapa konsekuensinya. Yesus mengatakan, “Pohon dikenal dari buahnya” Dalam hal ini, Allah sendirilah yang memberi interpretasi : kita tidak perlu memaksa seseorang, untuk membuat mereka mengalami perasaan damai yang penuh.
Manusia yang imannya telah dijernihkan dan dibentuk tidak dapat mengatribusikan mimpi-mimpi dengan arti yang sama, seperti yang diberikan oleh manusia primitif dari zaman Kitab Suci. Kita juga tahu bahwa roh kegelapan dapat mengaburkan dirinya seperti malaikat (Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblis pun menyamar sebagai malaikat Terang. - 2 Kor 11:14).
Jika sekarang sebagian besar dari umat manusia cenderung untuk hidup mengikuti arahan mimpi mereka, maka hal itu sebenarnya tidak berkaitan dengan iman. Di dalam Kitab Suci di samping penghukuman atas perbuatan yang tidak dikehendaki oleh Allah seperti yang terdapat dalam kitab Ulangan (Di antaramu janganlah didapati seorang pun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati. Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi TUHAN, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu. – Ul 18:10-12), kita dapat juga membaca dalam Kitab Suci kritik Allah atas orang-orang yang menggunakan mimpi untuk mencapai apa yang mereka inginkan (Sungguh, beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Janganlah kamu diperdayakan oleh nabi-nabimu yang ada di tengah-tengahmu dan oleh juru-juru tenungmu, dan janganlah kamu dengarkan mimpi-mimpi yang mereka mimpikan! - Yer 29:8) dan juga nasehat di dalam kitab Sirakh : Harapan sia-sia yang memperdayakan bagi orang tumpul adanya, dan mimpi hanya membingungkan orang yang pandir. – (Sir 34:1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar