Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya: "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" (Mrk 10:17).
Menurut Matius, yang datang kepada Yesus adalah seorang pemuda (Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya. – Mat 19:22), dan Lukas menyebutnya seorang pemimpin sebagai orang penting (Luk 18:18).
Jawab Yesus: "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah." (Mat 19:17). Dengan sengaja Yesus bertanya kepadanya, “Mengapa kau katakan Aku baik ?, tidakkah engkau melihat, bahwa engkau haus akan Allah dan bahwa engkau akan menemukan Dia jika engkau tinggal bersama Aku ?”
Orang ini bertanya kepada Yesus tentang jalan menuju kehidupan kekal, tetapi Yesus tidak mempunyai perintah baru untuk diberikan kepadanya, karena dalam Perjanjian Lama telah dikatakan segala sesuatu tentang apa yang harus dilakukan seseorang untuk mencapai kehidupan kekal, yaitu mentaati perintah-perintah tentang keadilan dan belas kasihan. Sekarang Yesus menawarkan kepadanya suatu cara baru dan pengalaman baru akan kebebasan, yaitu dengan menjadi pengikut-Nya dan meneladani-Nya (Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya: "Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." – Mrk 10:21). Kebahagiaan tidak terwujud dalam meninggalkan segala sesuatu yang dimiliki, tetapi dengan menjadi bebas, supaya kita dapat menyerahkan diri kita kepada Kristus.
Orang ini telah terpesona oleh kepribadian Yesus dan seperti biasa Yesus mengarahkan dia kepada Bapa. Sesungguhnya ada suatu penyimpangan dalam iman Kristiani yang sangat berbahaya karena hampir tak terlihat, yaitu berbicara hanya tentang Yesus, “Yesus melihat engkau...” “Yesus mencintai engkau... “ Yesus adalah kasih ...”, seolah-olah kita tidak hidup untuk Allah. Cinta kepada Bapa berarti ingin menjadi seperti Bapa dan bekerja demi Kerajaan-Nya. Pertama-tama cinta itu harus bebas, dan orang kaya harnya bisa bebas dengan menjadi miskin secara sukacita.
Orang ini juga ingin mengetahui bagaimana menerima kehidupan kekal dan Yesus akan menyatakan secara jelas pada akhir kisah, bahwa sekalipun kita mentaati segala perintah, kita tidak “pantas mendapat” kehidupan kekal, karena keselamatan selalu merupakan suatu karunia dari Allah.
Akhirnya ada suatu pernyataan yang sangat mengganggu kita, karena segala hal yang menyangkut uang mempengaruhi kita secara mendalam. Di situlah Injil memberi kejutannya, bahwa lebih mudah bagi seekor unta melalui lobang jarum (Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." – Mat 19:24)
Panggilan pemuda yang kaya itu selalu dianggap sebagai contoh panggilan religius, panggilan apostolik. Tanpa kemiskinan yang efektif dan sukarela, seseorang tidak akan pernah mencapai persatuan dengan Allah yang adalah tujuan hidup seorang religius sejati. Selain itu, selama para rasul hidup seperti orang-orang yang memiliki segala kemudahan, mereka bisa menjadi teman-teman orang-orang ini, tetapi mereka tidak bisa membuat orang-orang itu bertobat secara mendalam dan mereka juga tidak mencapai dunia luas orang-orang miskin.
Masalah kemiskinan adalah juga masalah inti keluarga-keluarga di dunia dewasa ini: bagi sebagian besar orang, baik orang beriman maupun tidak beriman, kebahagiaan dan berkat yang dilimpahkan Allah kepada keluarga besar, hanya akan diberikan kepada mereka yang telah berhenti mengevaluasi segala-galanya menurut kriteria uang dan jaminan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar