7/24/2015

BUNDA RATU

Dalam kerajaan Daud, apabila seorang raja naik tahta, ibunya diberi gelar khusus sebagai “gebirah”, yang dalam bahasa Ibrani berarti “nyonya besar” atau “ratu”. Sebagai bunda ratu, ia memiliki kedudukan khusus kedua yang sangat berkuasa dalam kerajaan, yaitu kedua sesudah sang raja sendiri.

Bunda ratu adalah istri dari raja terdahulu dan sekaligus ibu dari raja yang sekarang bertahta. Maka bunda ratu menjadi simbol dari martabat rajawi sang raja, yang mengikat dia dengan darah rajawi ayahya. Dalam arti ini, bunda ratu menjamin keabsahan kedudukan sang raja dalam garis dinasti yang bersangkutan.
Sejumlah kutipan Perjanjian Lama memperlihatkan peran penting bunda ratu dalam kerajaan Daud. Misalnya, bisa kita baca Kitab Raja-raja ke 1 dan ke 2, kedua kitab ini menuturkan sejumlah raja yang memerintah atas Israel. Sangat mengesankan, hampir setiap kali cerita memperkenalkan seorang raja baru di Yehuda, ia selalu menyebut ibunda sang raja, sambil menggaris-bawahi perannya dalam suksesi dinasti kerajaan.
Dalam lingkungan Israel kuno, bunda ratu bukan hanya sosok utama, lebih tepat dikatakan bahwa ia menduduki jabatan dengan kekuasaan yang nyata dalam kerajaan. Barangkali contoh yang paling baik dari peran penting bunda ratu adalah Batsyeba, istri Daud dan ibunda Salomo.
Batsyeba masuk menghadap raja Salomo untuk membicarakan hal itu untuk Adonia, lalu bangkitlah raja mendapatkannya serta tunduk menyembah kepadanya; kemudian duduklah ia di atas takhtanya dan ia menyuruh meletakkan kursi untuk bunda raja, lalu perempuan itu duduk di sebelah kanannya. Berkatalah perempuan itu: "Suatu permintaan kecil saja yang kusampaikan kepadamu, janganlah tolak permintaanku." Jawab raja kepadanya: "Mintalah, ya ibu, sebab aku tidak akan menolak permintaanmu." (1 Raj 2 : 19-20)
Kisah ini mengungkapkan wibawa istimewa dari bunda ratu, dulu ketika ia seorang istri raja, ia harus bersujud kalau menghadap raja Daud, tetapi sekarang sebagai bunda ratu, sang rajalah yang bangkit dan bersujud ketika menyambutnya. Di sini Salomo memberikan tempat duduk kepada ibundanya, Batsyeba di sisi kanannya. Tindakan ini penuh dengan simbolisme rajawi, dalam Alkitab, sisi kanan adalah tempat yang paling terhormat, misalnya dalam Mazmur (Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku: "Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu." - Mzm 110 : 1) melukiskan bagaimana Mesias akan duduk di sisi kanan Allah dan memerintah atas segala bangsa. Dengan cara yang sama surat Ibrani melukiskan Kristus duduk di sisi kanan Bapa, memerintah segala mahluk, ditinggikan di atas semua malaikat dan orang-orang kudus (Dan kepada siapakah di antara malaikat itu pernah Ia berkata: "Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu?" - Ibr 1 : 13)
Dalam 1 Raja-raja 2 : 17 kita jumpai seorang bernama Adonia, dimana ia dengan penuh keyakinan minta kepada Batsyeba (bunda ratu) untuk menyampaikan satu permintannya kepada raja Salomo, Adonia berkata kepada Batsyeba, Maka katanya: "Bicarakanlah kiranya dengan raja Salomo, sebab ia tidak akan menolak permintaanmu, supaya Abisag, gadis Sunem itu, diberikannya kepadaku menjadi isteriku." (1 Raj 2 : 17)
Ketika Batsyeba menyampaikan menyampaikan permintaan itu, maka raja Salomo menjawab : "Mintalah, ya ibu, sebab aku tidak akan menolak permintaanmu." (1 Raj 2 : 20) Kata-kata Salomo mengungkapkan komitmen total sang raja terhadap pemintaan itu.
Dalam injil Lukas banyak bicara tentang tugas “rajawi” Maria. Sungguh dalam peristiwa Kabar Suca-cita, Lukas menunjukkan kepada kita bahwa Maria diberi panggilan untuk menjadi bunda ratu dalam kerajaan Yesus.
Ketika Malaikat Gabriel menampakkan diri kepada Maria, Maria diberitahu bahwa dirinya akan menjadi ibu dari seorang Putra yang akan duduk sebagai raja, yang akan memulihkan kerajaan Daud. Anak ini akan menjadi penggenapan banyak nubuat yang mengatakan bagaimana Mesias akan mengokohkan kerajaan Allah dan akan meraja selama-lamanya. (Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya - 2 sam 7 : 13)
Kemudian Malaikat berkata : “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." (Luk 1 : 31-33)
Kalau seorang Yahudi kuno mendengar tentang seorang perempuan dalam keluarga Daud melahirkan seorang raja baru dari dinasti Daud, ia akan dengan mudah menyimpulkan, bahwa dia itu bunda ratu. Dan inilah persis panggilan Maria yang disampaikan pada peristiwa Kabar Sukacita. Maria adalah bunda ratu dari seorang yang akan duduk diatas “tahta Daud, bapak leluhur-Nya” dan yang “kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan”.
Tugas “rajawi” Maria lebih explisit lagi dalam peristiwa kunjungannya ke Elisabet sanaknya yang sedang mengandung Yohanes Pembaptis. Injil Lukas menulis, bahwa “Elisebet pun penuh dengan Roh Kudus dan berseru”, berarti apa yang diserukan oleh Elisabet kepada Maria adalah ungkapan dari Roh Kudus sendiri yang ditujukan kepada Maria, melalui Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana." (Luk 1 : 41-45)
Jadi kalau orang-orang Katolik menghormati Maria ratu dan dalam doa Salam Maria menyebut Bunda Allah, sebenarnya kita hanya mengikuti teladan Elisabet yang dipenuhi Roh Kudus, yang adalah orang pertama dalam Alkitab yang secara explisit mengakui jabatan ratu yang disandang Maria sebagai “Ibu Tuhanku”, dan sesungguhnya adalah ungkapan dari Roh Kudus sendiri.
(Disari dari buku : Catholic for a Reason II, by Dr. Scott Hahn)

Tidak ada komentar: