Pada suatu malam tahun 1862, seorang yang tinggi kurus, tetapi berbadan kekar secara hati-hati melangkah menuruni jalan kecil yang kasar dan menurun dari puncak gunung Tyrol (Austria) ke desa di bawah kaki bukit.
Ini sukar karena sudah mulai gelap dan jalan itu lebih kecil dari pada sebuah lorong yang telah rusak karena hujan es di antara pegunungan. Dengan hati-hati tetapi dengan penuh perhitungan, bagaikan seorang penyelundup ia membuka jalan dengan pasti dan akhirnya dengan gemetar dan hampir tak bisa bernafas, ia mencapai desa kecil dan menyembunyikan dirinya di balik batang pohon yang besar yang memagari jalanan.
Anthony, dia adalah seorang pemburu yang tak pernah takut, tak ada puncak gunung yang terlalu tinggi baginya dan tak pernah ada jalan yang terlalu curam baginya, tetapi hari itu pikirannya sedang kacau, hatinya tidak tenang, karena peluru dalam senapan yang sedang dia bawa, bukan untuk ditujukan pada binatang buas di gunung, tetapi dia berniat untuk membunuh seorang manusia.
Penduduk Tyrol pada umumnya adalah orang-orang pemberani, tetapi mereka juga takut akan Tuhan, namuni Anthony telah membiarkan nafsu jahat merayap masuk ke dalam jiwanya. Sedikit demi sedikit ia ditarik dari Gereja dan Sakramen-Sakramen, dan malam itu ia berbaring menunggu seseorang yang tak bersalah, seorang korban yang tidak berprasangka apa-apa.
Andrew adalah seorang saudagar kaya yang pergi ke Salzburg untuk menerima uang dalam jumlah yang besar, ia diharapkan kembali malam itu dan berjalan menuju rumahnya melewati desa ini.
Selama satu jam Anthony menunggu di balik pohon-pohon yang rindang. Malam makin gelap, tetapi ia tidak peduli, ia hanya memikirkan apakah korbannya akan datang melalui jalan itu, ataukah korbannya tidak pulang tetapi tidur di tempat lain dan tak akan lewat di situ sampai pagi.
Setelah beberapa lama, akhirnya telinga Anthony yang tajam menangkap suara langkah kaki, ia lalu memegang senapan dan menangkatnya, mendengarkan sambil menahan nafasnya, tetapi ada suara lain yang ia dengar, bukan suara langkah kaki orang, melainkan suara lonceng kecil.
Sejenak ia terbayang di masa kanak-kanaknya yang masih murni, adalah suatu kegembiraan baginya untuk mendampingi imam ketika membawakan Sakramen Maha Kudus kepada orang sakit yang menjelang ajal, dengan membawa lentera di satu tangan dan lonceng vatiacum di tangan lainnya, melewati dataran dan gunung untuk menuju si sakit, yang merupakan suatu kebiasaan di Tyrol.
Selagi suara dentingan lonceng itu masuk ke dalam telinganya, Anthony mulai gemetar, keringat dingin menetes sebesar manik-manik besar di keningnya dan kata-kata keluar dari bibirnya yang pucat, “Yesus dan Maria ! itu adalah lonceng Viaticum !”
Tak lama kemudian munculah seorang imam yang membawa Sakramen Maha Kudus berjalan menuju orang yang sakit itu. Beberapa langkah di depannya berjalan seorang anak laki-laki Tyrol yang gagah dan ditangannya ada sebuah lonceng yang ia bunyikan terus. Di malam yang gelap, suara lonceng viaticum dengan nada yang melenting, telah mengusir roh jahat pembunuh dari hati Anthony, si pendosa.
Gemetar dan kebingungan, Anthony keluar dari tempat persembunyiannya, menjatuhkan diri di kaki imam yang lewat itu, imam itu terkejut, dan Anthony dengan tergagap-gagap berseru : “Ampuuun !”
Imam itu mundur sejenak, agak ketakutan, tetapi langsung mengenali Anthony yang dengan sifatnya yang liar, ia sering merasakan kesedihan dan ia telah mempersembahkan banyak doa untuk pertobatan Anthony ini.
Lalu imam itu memberi tanda pada si anak laki-laki pembawa lonceng itu untuk mundur sedikit jauh. Lalu Anthony mengakui tujuannya yaitu untuk membunuh, imam tersebut sangat terkejut mendengarkan pengakuan dosanya, tetapi ia segera melihat bahwa di dalam diri Anthony ada suatu sikap penyesalan yang dalam. Imam itu lalu menasehati dan menghibur si pendosa yang gemetar ketakutan itu.
Dengan penuh syukur dan kegembiraan di dalam hatinya, ia merasa telah diperingatkan oleh suara lonceng viaticum sebelum terlambat jatuh dalam dosa pembunuhan. Anthony lalu mengambil lentera dan mengikuti imam itu menuju ketempat tujuannya yang masih cukup jauh.
Di jalan mereka bertemu dengan Andrew, yang juga bergabung dengan mereka dan menyertai Tuhan-nya, tanpa menyangka bahwa suatu bahaya yang tadinya mengancam jiwanya.
Sejak saat itu kehidupan Anthony berubah total, rasa syukurnya pada Allah tak terbatas dan ia hidup sebagai orang Kristiani yang baik sampai ia meninggal dunia dalam rahmat, sebagai seorang tentara.
Setelah kematiannya, sebuah bungkusan ditemukan dengan tulisan : “Demi Tuhan aku mohon kepada siapapun yang menemukan ini setelah kematianku, untuk membukanya dan mengirimkan surat-surat ini pada nama-nama dan alamat yang sudah tertera.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar