Oleh : Morton T. Kelsey
Yesus Dan Laki-Laki
Jika kita perhatikan seluruh Injil, kita akan menemukan bahwa Yesus tidak pernah menonjolkan secara berlebihan peran kaum wanita. Dalam hubungan dengan jaman-Nya, tidaklah mengherankan bahwa Dia menegaskan nilai kaum wanita dan anak-anak, serta jasa-jasa pria.
Bagaimanapun juga, Dia menekankan arti kaum pria dan membiarkan semua itu hidup berkembang. Dia mengetahui bahwa kaum wanita tidak dapat menjadi wanita sejati, di mana pria bukan laki-laki sejati. Tidak ada hal yang menghancurkan kewanitaan sejati lebih cepat dari pada tidak dimilikinya pria sejati untuk mendampingi mereka sebagai partner yang sama derajatnya.
Kaum wanita memerlukan pria seperti halnya laki-laki sangat membutuhkan wanita, dan mereka menghendaki kaum pria. Keluhan yang paling keras dan tidak dapat dibantah, yang saya dengar dari para wanita dalam seksi-seksi konseling, adalah bahwa pria tidak cukup kuat dan dominan.
Mengherankan bahwa begitu seringnya kita kehilangan kekerasan, segi kejantanan Yesus dari Nazareth dan tidak mendengarkan apa yang dikatakan-Nya. Dia selalu berbicara mengenai Allah sebagai Bapa, seorang Bapa yang penuh tuntutan dan kadang-kadang tegas. Yesus sendiri adalah seorang laki-laki yang dapat bertahan berpuasa selama 40 hari dan malam di dalam padang gurun, seorang yang dapat hidup tanpa tempat untuk menyandarkan kepala-Nya. Dia berdiri tanpa gemetar di hadapan kaum Sanhendrin dan Gubernur Roma.
Dia menerima pukulan-pukulan dan cambuk mereka tanpa keluhan sepatahpun. Dia menahan siksaan yang mengerikan dari penyaliban dengan berdiam diri secara luar biasa. Inilah seorang pria yang kuat dan berkuasa, yang dapat berbantah dengan kemurnian yang menakjubkan. Dia tidak takut terhadap siapapun, tambahan dari semuanya ini, Dia mengajar dalam bahasa yang kuat. Kenyataannya, barangsiapa berpikir bahwa Yesus adalah lemah lembut, lebih baik membaca kembali dengan seksama Injil Matius 22 sampai dengan 25. Bab-bab ini mencatat apa yang dikatakan Yesus mengenai domba yang terpisah dari kelompoknya, mengenai seorang laki-laki yang dilempar keluar dari pesta perkawinan. Di sini Yesus berbicara dengan amarah yang menentang kebusukan-kebusukan para ahli kitab dan orang-orang Farisi.
Yesus tidak pernah bermaksud merubah dunia atau keluarga menjadi bersifat kewanitaan. Tidak akan ada keluarga yang sejati di mana pria bukanlah laki-laki. Tentu saja hal itu akan lebih mudah apabila baik wanita maupun laki-laki berkuasa, tetapi itu bukanlah cara Kristen. Dalam keluarga Kristen, laki-laki haruslah menjadi laki-laki, seperti halnya wanita juga haruslah dibiarkan menjadi wanita dan anak-anak menjadi anak sampai mereka mempunyai suatu kesempatan bertumbuh menjadi dewasa.
Tetapi Yesus juga mempunyai beberapa kata-kata yang membingungkan mengenai keluarga : "Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?" Ia melihat kepada orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya itu dan berkata: "Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku." (Mrk 3:33-35). Yesus tahu bahwa tidak akan ada hubungan kekeluargaan yang nyata, kecuali orang-orang menjadi cukup sadar untuk memilih bagi diri mereka sendiri. Mereka harus secara bebas dapat memutuskan masa lalu, jika mereka hendak mengikuti Tuhan dan jalan Tuhan bagi keluarganya.
Pada kesempatan lain Yesus bahkan lebih terus terang : "Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya (Mat 10:34-35). Ini adalah kata-kata keras untuk orang Yahudi yang mengharapkan kepatuhan dalam hubungan ini dan yang telah belajar bahwa mereka harus memberikan cinta dan hormat karena nenek moyang mereka telah mencintai dan menghormati juga. Sekarang Yesus memberitahukan mereka, adalah lebih penting menjadi ayah atau ibu dalam hubungan yang sebenarnya dari pada hanya mengikuti bentuk-bentuk tradisi.
Tentu saja jalan Kristus untuk keluarga bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi hal itu pasti menjadi hidup, di mana ada laki-laki dan wanita yang sungguh-sungguh saling mempengaruhi satu sama lain, mencoba mengerti dan mengalami bagi mereka sendiri, belajar untuk menjadi manusia yang murni, utuh, sadar dalam alam kebebasan di mana Yesus hidup dan mengajar.
Di sini laki-laki dapat mengerti dan menghargai kaum wanita dan harga diri mereka, mencintai dan melindungi keterbukaan dan kreativitas mereka. Kaum wanita dapat mengerti dan menghargai kekuatan, tanggung jawab dan kerja kaum pria dan menyadari bahwa anak-anak membutuhkan pembatasan-pembatasan dan pengawasan-pengawasan yang hanya dapat diberikan oleh pria.
Dengan orang tua-orang tua seperti itu, anak-anak tidak akan terhalang pertumbuhannya oleh kurangnya cinta dan perhatian, atau didorong untuk mengambil tanggung jawab orang dewasa yang seorang ibu atau ayah mau melepaskannya. Tidak menjadi manja karena kurangnya disiplin, mereka mau tumbuh menjadi laki-laki atau wanita yang sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar