Di padang gurun itu bersungut-sungutlah segenap jemaah Israel kepada Musa dan Harun; dan berkata kepada mereka: "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan.” (Kel 16:2-3)
Kelak kita akan berjumpa lagi dengan orang-orang yang menggerutu ini yang tidak berani melakukannya terang-terangan. Mereka merasa tidak puas tetapi juga tidak mengemukakan usul. Mereka mengkritik orang beriman tetapi sesungguhnya mereka tidak mau ada masalah.
("Aku telah mendengar sungut-sungut orang Israel; katakanlah kepada mereka: Pada waktu senja kamu akan makan daging dan pada waktu pagi kamu akan kenyang makan roti; maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, Allahmu." – Kel 16:12). Allah memberikan makanan kepada umat-Nya tepat pada waktu mereka kekurangan segalanya. Banyak kawanan burung, yang telah kelelahan dari terbang jauh, jatuh di pinggir perkemahan (Pada waktu petang datanglah berduyun-duyun burung puyuh yang menutupi perkemahan itu; dan pada waktu pagi terletaklah embun sekeliling perkemahan itu. – Kel 16:3). Makanan lain yang tak terduga, manna, ditemukan juga (Ketika embun itu telah menguap, tampaklah pada permukaan padang gurun sesuatu yang halus, sesuatu yang seperti sisik, halus seperti embun beku di bumi. – Kel 16:14).
Manna ini mungkin adalah damar yang merembes berlimpah-limpah dari semak-semak berduri di padang gurun. Pada saat yang sangat gawat, bantuan ini bagi Israel merupakan suatu bukti, bahwa Allah tidak meninggalkan mereka. Peristiwa ini dikisahkan juga dalam Bil 11 : 4 – 9 (Bangsa itu berlari kian ke mari untuk memungutnya, lalu menggilingnya dengan batu kilangan atau menumbuknya dalam lumpang. Mereka memasaknya dalam periuk dan membuatnya menjadi roti bundar; rasanya seperti rasa panganan yang digoreng. Dan apabila embun turun di tempat perkemahan pada waktu malam, maka turunlah juga manna di situ)
Dengan kisah ini kita memahami, bahwa roti kita sehari-hari adalah karunia dari Allah. Apabila Ia mengundang kita menempuh jalan yang sulit, Ia berjanji membantu kita dan memberikan kita, lebih dulu, roti yang kita butuhkan.
Lama kelamaan, kisah ini dikembangkan, beberapa teks Alkitabiah tampaknya ingin mengatakan bahwa Allah mengirim manna setiap hari selama 40 tahun (Orang Israel makan manna empat puluh tahun lamanya, sampai mereka tiba di tanah yang didiami orang; mereka makan manna sampai tiba di perbatasan tanah Kanaan. - Kel 16 : 35). Kemudian umat tidak punya perhatian lagi terhadap peristiwa ini, tetapi pada waktu itu mereka ingin memuji Allah.
Karunia roti yang turun dari surga disinggung dalam dua catatan yang berbeda dalam teks-teks Kitab Suci yang ditulis kemudian. Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN (Ul 8:3)
Kemudian dalam Injil, manna adalah gambaran dari roti sejati dari surga, yaitu Kristus, yang diberikan sebagai makanan yang memberi kehidupan dalam Ekaristi (Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia. Yoh 6 : 33)
Berguna bagi kita mengingat bahwa ada dua jalan utama dari Mesir ke Sinai. Berbatasan dengan laut adalah Jalan Perbentengan yang mudah ditempuh tetapi dijaga oleh tentara; lebih jauh ke pedalaman ada jalan kecil yang dipakai oleh para hamba (budak) pelarian dan itu lebih berbahaya. Burung puyuh bisa mendarat di sepanjang pantai; di lain pihak manna hanya dapat ditemukan di jalan pedalaman itu.
Kitab Suci menyederhanakan kenyataan yang sesungguhnya, ketika menghadirkan ke tengah kita lukisan indah tentang Keluaran. Para sejarahwan telah membuktikan, bahwa ada beberapa kelompok suku-suku nomaden yang keluar masuk Mesir pada masa itu, dan salah satu suku bangsa itu dibebaskan bersama Musa. Namun kisah-kisah Kitab Suci kelihatannya menggabungkan dua kelompok yang berbeda.
Kelompok pertama, tampaknya keluar dari Mesir sekitar tahun 1400 SM, disebabkan oleh sebuah wabah (wabah ke sepuluh). Menarik untuk mengingat, bahwa dari Mesir ada dua jalan utama menuju gunung Sinai. Pertama, menyusur pantai, jalan perbentengan namanya, merupakan jalur yang mudah namun dijaga oleh pasukan. Kedua, jauh di pedalaman adalah jalur yang digunakan oleh para budak yang melarikan diri, lebih berbahaya.
Burung puyuh hanya hidup di sepanjang pesisir pantai itu; di lain pihak manna hanya terdapat di daerah pedalaman ini. Kelompok pertama mungkin sudah lebih dulu keluar dan menyusur jalan pesisir ini di mana “burung-burung puyuh datang dan memenuhi perkemahan”seperti yang dikisahkan dalam Kel 16 :13 dan Bil 11 :31. (Lalu bertiuplah angin yang dari TUHAN asalnya; dibawanyalah burung-burung puyuh dari sebelah laut, dan dihamburkannya ke atas tempat perkemahan dan di sekelilingnya, kira-kira sehari perjalanan jauhnya ke segala penjuru, dan kira-kira dua hasta tingginya dari atas muka bumi. Lalu sepanjang hari dan sepanjang malam itu dan sepanjang hari esoknya bangkitlah bangsa itu mengumpulkan burung-burung puyuh itu – Bil 11 : 31-32)
Lalu mereka tiba di oasis Kadesh di mana mereka menetap cukup lama sampai kelompok kedua tiba. Orang-orang dari suku Ruben, Simeon, Levi dan Yuda yang tergabung dalam karaven ini dan mereka memasuki Palestina dari selatan.
Kelompok kedua, bersama Musa meninggalkan Mesir waktu malam, di tahun 1250 SM. Mereka menempuh jalur pedalaman di mana tempat para budak melarikan diri, di sebelah selatan gunung Sinai. Merekalah yang memberikan kesaksian penyeberangan Laut Merah. Dan mereka tiba di gunung Horeb melewati daerah di mana bertumbuh pohon-pohon tamarisk. Pohon-pohon inilah yang menghasilkan manna seperti yang dikisahkan dalam Kel 16:14 dan Bil 11:7 (Adapun manna itu seperti ketumbar dan kelihatannya seperti damar bedolah.-Bil 11:7).
Setelah menetap di Kadesh, kelompok ini yang kemudian bergabung suku Efraim, Manashe dan Benyamin, dapat memasuki Palestina dari timur, menyeberangi sungai Yordan bersamaYoshua (maka berhentilah air itu mengalir. Air yang turun dari hulu melonjak menjadi bendungan, jauh sekali, di dekat Adam, kota yang terletak di sebelah Sartan, sedang air yang turun ke Laut Araba itu, yakni Laut Asin, terputus sama sekali. Lalu menyeberanglah bangsa itu, di tentangan Yerikho – Yos 3 :16)
(Kitab Suci Komunitas Kristiani – Edisi Pastoral Katolik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar