9/08/2009

KASIHILAH MUSUHMU (2)


Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. (Luk 6:27-28). Disini Lukas hanya menyajikan beberapa ucapan Yesus, yang oleh Matius digabungkan dalam bab 5 dan 7 dalam Injilnya.
Beberapa orang merasa tertipu, ketika mereka melihat bahwa Yesus lebih berbicara tentang mengubah hidup kita dari pada tentang reformasi masyarakat. Hendaknya kita tidak mengecam Yesus karena tidak menyebut reformasi sosial ketika tidak banyak orang mengerti tentang hal ini. Alasannya dapat ditemukan dalam banyak bagian Injil. Yesus ingin menyampaikan hal-hal yang hakiki. Akar kejahatan ada di dalam masyarakat, bahwasanya struktur-struktur yang jahat menghalangi orang untuk hidup dan bertumbuh. Yesus mengajarkan kita jalan menuju kepada pertumbuhan dan kebebasan.
Semua orang perlu bertobat atau berbalik (metanoia) kepada sabda Yesus. Keberpihakan Yesus yang nyata kepada orang miskin dan terindas, tidak berarti bahwa mereka lebih baik. Itu berarti Allah berbelas kasihan, membagikan kasih sayang-Nya yang lebih besar kepada orang yang lebih menderita, dan memberikan harapan dan pembebasan total kepada mereka yang putus asa. Orang yang tertindas bukannya tidak bersalah, jika ia tidak dilumpuhkan oleh ketakutan, perpecahan dan nafsu akan keuntungan yang ditawarkan si penindas kepadanya, ia akan memperoleh kekuatan moral yang sanggup membarui dunia. Dengan demikian, kaum tertindas tidak akan dibebaskan, kecuali kalau mereka bertumbuh dalam kepercayaan kepada Allah, yang menyanggupkan mereka untuk mengerti satu sama lain dan mengambil risiko mengikuti jalan rekonsiliasi.
Ucapan-ucapan Yesus yang berikut ini menegaskan perubahan hati dan cara pendekatan yang tak bisa ditawar-tawar. Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu. (Luk 6:30). Yesus tidak memberikan suatu peraturan, yang secara otomatis dapat diterapkan dalam segala situasi, kita tahu bahwa ada kalanya kita tidak boleh memberi, karena tindakan ini akan memupuk kebiasaan buruk. Yesus mau menantang hati nurani kita, mengapa kamu menolak untuk memberi ? apakah kamu takut tidak akan dibayarkan kembali ? bagaimana kalau ini merupakan kesempatan untuk mempercayai Bapamu dengan melepaskan sebagian dari ‘hartamu’ (Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." – Luk 12:34) ? Kalau ingin menjadi sempurna, mengapa kamu melalaikan begitu banyak kesempatan untuk melepaskan kebijaksanaanmu sendiri agar membiarkan Allah memelihara kamu ?
Disini, sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka. ( Luk 6:31), atau sebaliknya Matius 5:43 (Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu), Yesus tidak mengacu terutama kepada kebencian atau persahabatan, tetapi kepada pertentangan dalam tatanan sosial, politik atau religius, yang memperlakukan secara berbeda orang-orang dari kelompok sendiri atau pertai sendiri, dengan mereka yang berasal dari kelompok atau partai lain. Kita mengasihi dan menghormati orang-orang dari kelompok kita sendiri dan hanya memberi perhatian seperlunya saja kepada hak-hak orang lain, mereka mungkin saja pendosa yang sedang menikmati keuntungan yang kecil saja.
Yesus mengundang kita untuk mengatasi perbedaan-perbedaan seperti ini, yang penting sekarang adalah individu, dan ketika sesamaku membutuhkan aku, aku harus melupakan suku atau agamanya, ataupun label yang telah diberikan kepadanya.
Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak (Luk 6:34). Sekali lagi, kita berbicara tentang suatu sikap sosial, orang yang mencari sahabat di antara mereka yang dapat menaikkan status sosialnya dan menghindari orang lain yang mungkin menjadi beban, karena mereka merupakan orang-orang tanpa pengaruh (Dan Yesus berkata juga kepada orang yang mengundang Dia: "Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasnya. - Luk 14:12).
Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. (Luk 6:35). Kesempurnaan dalam diri kita terbentuk karena meniru Bapa. Ia menjadi Allah karena merasakan suka duka kita, rasa sepenanggungan inilah yang membuat Dia tersentuh oleh kemiskinan dan kemelaratan mahluk-Nya, lalu melimpahi mereka dengan apa yang dapat diberikan-Nya. Sikap orang yang menghakimi saudara-saudarinya bertentangan sama sekali dengan sikap belas kasihan, Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. (Luk 6:37).
Yesus berbicara tentang jalan, di mana Allah sudah menuntun kita dalam kehidupan yang sekarang. Kebudayaan rasionalisasi sudah sering meyakinkan kita, bahwa Allah membiarkan hukum alam dan kemanusiaan berlangsung menurut caranya sendiri, sementara Ia tetap seorang penonton pasif, tetapi Kerajaan Allah adalah kehadiran Allah sendiri, yang hari inipun mempunyai kebebasan mengubah segala situasi, meskipun untuk maksud ini Ia mempunyai waktu-Nya sendiri.
(Kitab Suci Komunitas Kristiani – Edisi Pastoral Katolik)

Tidak ada komentar: