11/01/2011

PERTOBATAN ST AUGUSTINUS DI MILANO (4)


Mundur Ke Cassiciacum

Pada musim panas tahun 386, di Milano ramai dibicarakan tingkah laku yang aneh dari guru retorika yang muda itu. Kepada dunia di sekitarnya, terkecuali lingkungan sahabatnya yang akrab, Augustinus memberi kesan bahwa seluruh pribadinya menderita gangguan.

Menurut laporannya sendiri, ia diganggu kelemahan paru-paru dan sakit dada yang menyulitkan pernapasannya. Dan lagi, suaranya parau sehingga terpaksa tidak lagi mampu berbicara lama.

Semester kuliahnya masih tinggal tiga minggu, Augustinus khawatir ia hampir tidak bisa tahan selama waktu itu, ia mengaku bahwa ia kehilangan semua ambisi untuk mencari uang. Ia berpendirian bahwa tugas dan karirnya sekarang berkontradiksi dengan iman kepercayaan yang baru didapatkannya. “Karena sudah dibeli oleh-Mu, aku tidak akan kembali lagi menjual diriku.” (Conf.IX.II.2). Jabatannya sekarang ia sebut “kursi dusta-dusta”, jelasnya ia harus menjauhkan diri dari semuanya itu dan memulai hidup baru.

Seorang guru besar lain yang bersahabat karib dengan Augustinus, yakni Verecundus, agak cemas hati karena kejadian yang menyangkut Augustinus. Khususnya ia mencemaskan kondisi kesehatannya, walaupun ia memang mendengar juga tentang “berkat yang baru saja diterima Augustinus di taman.” Verecundus belum menjadi Kristen, tetapi beristri seorang Kristen, dan ia sangat bersimpati kepada Augustinus dan semua yang dialaminya (Verecundus meninggal tahun berikutnya sesudah ia diterima dalam Gereja)

Libur sudah dekat, Verecundus mempunyai sebuah rumah yang luas di luar kota Milano di Cassiciacum. Rumah itu ditawarkannya kepada Augustinus sekeluarganya untuk dipakai selama diinginkannya. Augustinus dengan senang hati menerima tawaran itu, sebab Milano sebuah kota besar yang letaknya di lembah sungai Po yang panas dan lembab. Waktu itu, ia belum meletakkan jabatan guru besar. Segera setelah waktu libur habis, ia memberitahukan kepada yang bersangkutan di Milano bahwa “mereka harus mencari seorang guru penjual kata-kata yang lain”. Dikemukakannya dua alasan, bahwa ia adalah seorang Kristen dan bermaksud untuk dibaptis dan ia kurang sehat.

Dari September 386 sampai Februari 387, Augustinus mengundurkan diri ke rumah Verecundus di Cassiciacum untuk bersemadi dan menulis. Letaknya tepat di Selatan Danau Como, di tengah-tengah pepohonan kastanye, daerahnya hutan hijau tua, dengan puncak pegunungan di horizon jauh di sebelah utara.

Musim gugur sudah dekat, dan warna-warni mulai berubah. Ini kesempatan satu-satunya kita bisa mengamati Augustinus dari dekat, dalam situasi yang konkret yang memberinya ruang dan peluang untuk memikirkan dunia alam sekitarnya dan dunia batin di dalamnya. Di kemudian hari ia sering mengenangkan waktu yang terberkati itu secara terperinci, sampai corak dedaunan musim gugur dengan warna-warni kencana tua dan kuning jingga, sampai sungai-sungai kecil yang tercekik oleh daun-daun yang layu dari musim panas.

Masalah perkawinan sudah tidak ada lagi. Kita tidak tahu siapa yang mengatur agar hubungannya dengan bakal istrinya diberhentikan, atau bagaimana ia berpisah dengan gundik terakhirnya. Mungkin Monica memperhatikan hal-hal yang memalukan ini, seperti ia memperhatikan banyak hal lain, di antaranya rumah tangga baru di Cassiciacum.

Rumah tangga baru itu merupakan keluarga yang gembira. Anggota keluarga itu terdiri atas Augustinus dan Alypius, tentu saja dengan Adeodatus. Nebridius tidak sempat ikut serta, tapi Augustinus punya kakak Navigius serta beberapa orang lain, turut membentuk keluarga di Cassiciacum. Di antaranya Lisentius, seorang mahasiswa Augustinus yang paling cerdas. Ia anak Romanianus, penderma Augustinus sepanjang hidupnya. Sudah selayaknya buku Contra Academicos yang ditulis Augustinus waktu itu dipersembahkan kepada pendermanya itu. Romanianus sendiri tidak hadir, rupanya ia tidak setuju dengan program Cassiciacum, mungkin pengunduran diri dari karier dan tugas umum oleh Augustinus dianggap Romanianus suatu kesempatan yang sia-sia.

Kelompok mereka itu berada jauh dari intrik-intrik unversitas dan istana. Mereka hidup bersama di tempat kediaman sementara yang ideal itu seperti semacam biara kaum awam. Rumah milik Verecundus itu merupakan tempat tinggal bila panas terik dan kelembapan iklim di Milano tak tertahankan lagi. Gedung itu mempunyai kolam pemandian, yang tentu saja adalah sumber kesenangan bagi Augustinus. Diceritakannya bagaimana mereka biasa berkumpul di sana untuk diskusi filsafat.

Demikianlah mereka melewatkan hari-hari terakhir musim panas tahun 386, dengan Monica sebagai pemimpin yang menyediakan segala-galanya untuk keluarga besar itu. Itu tidak berarti bahwa ia tidak mengambil bagian dalam diskusi filsafat mereka. Selain mengatur meja dan rumah tangga, ia sering juga telibat dalam pembicaraan dengan sebuah kata yang tepat, khususnya bila diskusi mereka menjadi panas.

Dalam waktu luang dan lingkungan alam tersebut, Augustinus menemukan diri kembali dan mulai merefleksi serta menulis. Dalam semadinya, ia mendapatkan keindahan mazmur-mazmur dan mulai menghayatinya. Dengan karya tulisnya, ia memulai suatu tugas pelayanan dengan pena untuk bertahun-tahun lamanya. Ia berkata, “Aku coba menjadi salah seorang yang menulis karena berkembang, dan yang berkembang karena menulis.” Itu benar untuk sepanjang hidup selanjutnya.

Karya tulisnya di Cassiciacum

Buku pertama yang ditulis Augustinus dalam bulan November tahun itu adalah Melawan Skeptisisme dan Agnostisisme. Itu suatu aliran pikiran yang berpendirian bahwa manusia tidak mampu mengetahui apapun dengan pasti, namun selalu hidup dalam keadaan keraguan dan ketidak-tahuan. Dulu Augustinus sendiri berpendirian demikian, yaitu pada saat ia melepaskan Manikheisme sedangkan ia tidak tahu di mana ia mau cari pegangan hidup lagi. Akan tetapi iman kepercayaan yang baru ia temukan membuat dia menolak aliran filsafat itu. Sebaliknya Augustinus sekarang beranggapan bahwa manusia memang bisa mencapai kepastian, yakni berdasarkan pahamnya sendiri atau berdasarkan wewenang pihak lain. Manusia tidak usah melewatkan seluruh hidupnya dalam ketidaktentuan dan spekulasi belaka. Sebagai seorang Kristen, Augustinus menerima wewenang Kitab Suci dan tradisi serta ajaran Gereja. Wahyu Allah telah mengganti spekulasi semata-mata. Buku Melawan Skeptisisme dan Agnostisisme itu merupakan buku pendek dalam bentuk sebuah diskusi antara Augustinus dan beberapa anggota keluarganya.

Buku kedua yang sempat diselesaikan Augustinus pada hari ulang tahunnya, 13 November, merupakan hasil pembicaraan selama tiga hari. Buku itu yang judulnya Tentang Kebahagiaan, menunjukkan bahwa pada tahap ziarahnya sekarang, Augustinus sangat yakin bahwa kebahagiaan yang sungguh dan sejati hanya terdapat dalam pengetahuan akan Allah. Selain dua buku itu, Augustinus menulis lagi sebagian dari buku lain, yaitu Tentang Keseimbangan Dalam Alam Ciptaan Allah. Semuanya itu ditulisnya dalam bulan-bulan yang santai di Cassiciacum, waktu musim gugur tahun 386. Bahan yang dibicarakan dalam karangan itu sebagian besar diambil dari percakapan mereka. Augustinus sendiri berkesimpulan bahwa hal-hal yang sungguh besar dan penting bila didiskusikan oleh orang kecil biasanya membuat orang itu bertumbuh besar. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa filsafat dan metafisika bukan milik eksklusif dari para ahli di tingkat unversitas saja. Soal-soal itu langsung mengena hati segenap orang laki-laki dan perempuan, asal saja mereka betul-betul mau mencari kebenaran. Gereja adalah lingkungan tempat orang seperti itu mencari kebenaran dengan sungguh-sungguh, entah mereka termasuk kaum cendekiawan atau bukan. Augustinus selalu berpendirian bahwa Gereja tidak hanya terdiri dari segelintir orang cerdas saja, tetapi terdiri dari persekutuan orang beriman yang berusaha menjalankan hidup kebenaran. Mungkin sekali kebenaran itu lebih mudah tercapai dengan perundingan bersama, dalam persekutuan Gereja, dari pada dengan spekulasi abstrak seorang diri.

Waktu musim dingin mendekat, Augustinus menulis buku lain lagi, yaitu Percakapan Seorang Diri. Buku itu merupakan potret diri yang pertama, terdiri atas suatu tukar pikiran yang tajam antara akal budinya dan jiwanya. Buku ini mulai dengan doa panjang kepada Tuhan, yang mengandung satu bagian yang rumusannya sangat bagus, yang masih sering dipakai ratusan tahun kemudian :

Oh God, from whom to be turned is to fall;

To whom to be turned is to rise;

From whom to depart is to die;

To whom to return is to revive;

In whom to dwell is to live;

Whom no man loses unless he be deceived;

Whom no man seeks unless he has been admonished;

Whom no man finds unless he has been purified.

Whom to abandon is to perish,

To reach out to whom is to love,

To see whom is true possession.

Ya Allah, berpaling dari pada-Mu berarti jatuh;

Berbalik kembali kepada-Mu berarti bangkit;

Berpisah dari-Mu berarti mati;

Pulang kepada-Mu berarti hidup kembali;

Menetap di dalam-Mu berarti hidup;

Yang tak seorangpun kehilangan terkecuali kalau ditipu;

Yang tak seorangpun cari terkecuali kalau dinasihati;

Yang tak seorangpun dapatkan terkecuali kalau disucikan;

Yang meninggalkannya berarti binasa;

Yang menjangkaunya berarti mengasihi

Yang melihatnya berarti sungguh-sungguh memiliki.

Perenungan Augustinus tentang isi lubuk hatinya di dalam buku Percakapan Seorang Diri seakan-akan mencerminkan pengaruh musim dingin, yang malam harinya semakin panjang dan siang harinya makin pendek. Augustinus menarik diri dari macam-macam cita-cita lahiriah kepada cahaya dan kemesraan batiniah. Bagi Augustinus, tahun 386 yang bersejarah itu sudah hampir berakhir dan musim dingin seolah-olah menunjukkan kematian Augustinus lama – satu kematian yang tentu saja membuka pintu untuk musim semi, yakni kebangkitan hidup baru. Augustinus insaf, hanya ada satu tempat untuk mendapatkan hidup baru itu, yakni dalam air baptisan dari tangan Ambrosius di Milano. Itulah tempatnya di mana segala-galanya akan dijadikan baru.

Ia memberitahu Ambrosius kapan kontraknya dengan universitas berakhir. Dalam surat yang sama, ia meminta nasihat buku-buku apa saja yang sebaiknya dipelajari, agar lebih siap dan layak untuk menerima sakramen baptisan. Ambrosius menganjurkan Kitab Nabi Yesaya, tapi Augustinus merasa bab pertama sedikit sulit, sehingga untuk sementara waktu, ia menyisihkan buku itu. Masa pengunduran diri dan renungan berakhir. Telah sampai waktunya untuk mendaftarkan diri untuk ikut pelajaran agama pada Ambrosius, selama masa puasa, mulai bulan Februari.

(Sumber : Augustinus Tahanan Tuhan – Oleh Mgr.P.Van Diepen, OSA ; Editor N.Halsema, SJ - Diterbitkan dalam kerjasama Pusat Pastoral Yogyakarta & Penerbit Kanisius)

Tidak ada komentar: