Perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan
kepada-Nya: "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak
menerima Tuan di dalam rumahku; sebab
itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi
katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. (Luk 7:6-7)
Namanya
tidak tercatat dalam Alkitab, tetapi kisah Perwira Romawi yang berhati mulia
ini mendapat penghormatan dari kaum Yahudi sekitarnya, bukan karena ia
menyumbang bagi pembangunan rumah ibadat, tetapi karena pasti orang tersebut
baik hati.
Perwira
Romawi tersebut begitu menghargai hambanya, sehingga ia mengutus tua-tua Yahudi
kepada Yesus untuk memohon, agar Yesus berkenan menyembuhkan hamba yang sedang
sakit parah itu. Ketika Yesus menuju rumahnya, Perwira itu berubah pikiran.
Lewat sahabat-sahabatnya ia memohon agar Yesus tidak perlu datang ke rumahnya,
cukup Yesus katakan sepatah kata saja, maka ia yakin hambanya akan sembuh.
Perwira
ini seorang Romawi, pada masa itu adalah penjajah di tanah Israel. Tetapi ia
bersahabat baik dengan orang Yahudi, bahkan membantu pembangunan rumah ibadat
mereka. Bagaimanapun, ia tetaplah seorang kafir bagi orang Yahudi, karena itu
dia tidak berani mengundang Yesus masuk ke rumahnya. Bila seorang Yahudi masuk
ke dalam rumah seorang bukan Yahudi (yang dianggap sebagai orang kafir), maka
ia menajiskan dirinya. Sama seperti ketika orang Yahudi mengantar Yesus ke
gedung pengadilan Roma, mereka memilih untuk menunggu di luar dan tidak ikut
masuk ke dalam (Maka mereka membawa Yesus
dari Kayafas ke gedung pengadilan. Ketika itu hari masih pagi. Mereka sendiri
tidak masuk ke gedung pengadilan itu, supaya jangan menajiskan diri, sebab
mereka hendak makan Paskah – Yoh 18:28)
Kasihnya
yang begitu besar hanya demi kesembuhan seorang hamba saja ia rela berusaha
mencari Yesus, meskipun bukan keluarganya, kasih tanpa syarat, itulah kasih
yang diajarkan Yesus sendiri.
Pelajaran
yang dapat kita lihat dari Perwira Romawi tersebut adalah :
Rela menyumbang untuk pembangungan rumah
ibadat, meskipun untuk kepentingan orang lain (jajahannya)
Rela berkurban (waktu, harga diri, dsb),
meskipun ada batas jenjang status social (perwira dengan hamba)
Ada niat baik, demi kesembuhan hambanya
Peduli, meskipun hanya untuk kepentingan
“hambanya” (tidak egois)
Mau berusaha (mencari Yesus), mau bersusah payah mencari/menghubungi Yesus demi
kepentingan seorang hamba
Rendah hati, mau datang kepada tua-tua
Yahudi, supaya mereka datang kepada Yesus untuk minta tolong
Punya harapan, meskipun hambanya dalam
sakratul maut, ia tidak putus asa. Ia berharap hambanya akan sembuh melalui
mujizat yang dibuat Yesus. Karena itu, ia berusaha mencari Yesus.
Penuh kasih, tidak hanya mengasihi sanak
saudaranya saja, tetapi mengasihi hambanya juga
Merasa tidak layak di hadapan Tuhan
Iman yang mewakili orang lain, di sini iman
Perwira itu mewakili hambanya
Penuh Iman/percaya akan “kuasa Yesus”, bahwa
hanya dengan perintah saja, cukup untuk menyembuhkan yang sakit Sering kali ada orang sakit yang minta
didoakan merasa seperti belum di doakan kalau ditumpangkan tangan. Tetapi iman
Perwira ini begitu kuat, sehingga Yesus sangat terkesan. Karena Perwira ini
percaya, bahwa hanya dengan sepatah kata saja Yesus mampu membuat mujizat,
meskipun tidak bertemu secara fisik dengan hambanya. Ia tidak tahu bagaimana
teknisnya, ia hanya percaya saja bahwa sabda Yesus dapat menyembuhkan hambanya,
maka mukjizatpun terjadi. Kata-kata perwira inilah yang menginspirasi Gereja
untuk menggunakannya sebagai doa singkat sebelum menerima komuni : “Ya
Tuhan, saya tidak pantas, Tuhan datang kepada saya, tetapi bersabdalah saja,
maka saya akan sembuh.” (Luk 7:7)
Yesus
tidak pilih kasih, Ia mau membuat mujizat bagi seorang perwira non Yahudi,
karena Ia melihat imannya yang luar biasa, punya pengharapan, dan juga kasih
sejati dari perwira itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar