Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan (1 Tes 4:13). Jangan sampai kamu berduka seperti orang yang tidak berpengharapan, begitu pesan rasul Paulus.
Jemaat Tesalonika terdiri dari atas orang-orang Kristen yang baru saja dipertobatkan, dan karena itu kurang berpengalaman. Bertahun-tahun lamanya mereka sudah pasrah menerima nasib, bahwa mereka dilahirkan untuk mati. Sekarang, sebaliknya mereka bangun setiap hari dengan jaminan untuk dapat mengatasi maut. Kristus akan datang segera dan akan membawa mereka menuju Kerajaan Sorga. Tetapi mereka berduka atas kaum kerabatnya yang tidak akan dapat diselamatkan Kristus. Inilah yang mereka pikirkan, sebab orang-orang yang terjerumus dalam kebudayaan Yunani mengalami kesulitan untuk percaya pada kebangkitan orang mati.
Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia (1 Tes 4:14). Orang-orang yg sudah meninggal tidak mati, melainkan tertidur sambil menantikan waktu kebangkitannya, yaitu waktu ia bangun kembali sebagai orang baru, yang sudah diubah rupa oleh Kristus, kita semua akan ditransformasi. Kata Latin coemeterium yang berarti kuburan masal, berasal dari kata Yunani Koimeterion yang berarti tempat untuk tidur. Allah akan mempersatukan mereka dengan Kristus. Paulus menganggap bahwa ia dan para pembacanya akan tetap hidup ketika Kristus datang kembali dan ia menggambarkan kejadian ini dengan menggunakan ungkapan-ungkapan menurut kebudayaan pada zaman itu. Kita tidak boleh lupa, bahwa sampai dengan zaman Galileo, semua orang mengira bahwa surga bertempat di dalam jagad raya amat jauh di atas, dan bahwa Allah, walaupun roh, berada di sana dengan cara tertentu.
Sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan. (1 Tes 4:17). Kita akan bersama Tuhan untuk selama-lamanya. Hal ini sangat mendasar dan selalu benar, meskipun ini tidak berarti bahwa Kristus akan datang di atas awan yang indah dengan diiringi bunyi sangkakala surgawi. Kita sudah mempunyai pengalaman tentang kehadiran Kristus di dalam kehidupan kita di atas bumi ini, tetapi pada waktu itu hanya ada kehadiran dan kebahagiaan ini.
Kabar singkat tentang pengharapan tersebut tidak menjelaskan masalah-masalah penting mengenai kebangkitan orang mati. Paulus akan membahas sepenuhnya mengenai hal ini di dalam 1 Kor 15. Di sana ia akan memperlihatkan bahwa kebangkitan hanyalah transformasi seluruh keberadaan kita melalui kekuatan yang mengalir dari Kristus yang sudah bangkit (Ada tubuh sorgawi dan ada tubuh duniawi, tetapi kemuliaan tubuh sorgawi lain dari pada kemuliaan tubuh duniawi – 1 Kor 15:40).
Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini. (1 Tes 4:18). Cara merayakan penguburan di dalam Gereja harus membawa penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan dan menguatkan kepercayaan mereka akan kebangkitan orang mati. Tidak ada tempat untuk ungkapan-ungkapan putus harapan yang dikecam oleh Yesus sendiri (Tetapi mereka menertawakan Dia. Maka diusir-Nya semua orang itu, lalu dibawa-Nya ayah dan ibu anak itu dan mereka yang bersama-sama dengan Dia masuk ke kamar anak itu. - Mrk 5:40), ungkapan putus asa demikian adalah ciri khas bagi bangsa yang menganggap perpisahan itu sebagai perpisahan terakhir. Misa pemakaman tanpa banyak kemeriahan, tetapi dengan doa yang sungguh-sungguh dari anggota jemaat, akan membawa dampak yang besar bagi orang yang acuh tak acuh.
Kemudian, Paulus memberikan peringatan yang akan diulanginya nanti pada bagian akhir surat ini (Kami juga menasihati kamu, saudara-saudara, tegorlah mereka yang hidup dengan tidak tertib, hiburlah mereka yang tawar hati, belalah mereka yang lemah, sabarlah terhadap semua orang. – 1 Tes 5:14). Semua harus bekerja, Jemaat merasa terganggu oleh sekelompok orang beriman yang lebih suka menarik perhatian lewat unjuk kebangunan rohani ketimbang bekerja dengan diam-diam, mereka mencemarkan Gereja di depan orang kafir. Paulus sebagai orang Yahudi dan kaum Farisi yang baik, dapat mencari nafkahnya melalui bekerja dengan tangan sendiri. Ia tidak mengerti bagaimana seorang beriman bisa tidak memiliki kemampuan bekerja dan tidak memperoleh pekerjaan apapun, baik yang dipandang dan dibayar secara layak maupun yang kurang layak baik dari segi gengsi sosial maupun pembayaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar