10/12/2009

UMAT MANUSIA DI BAWAH MURKA ALLAH



Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman (Rm 1:18). Paulus berbicara tentang dunia kafir orang Yunani, yang mencakup juga sebagian besar umat manusia yang belum menerima sabda Allah.
Kita tidak dapat mengatakan bahwa Allah itu tidak ada dalam hati nurani mereka, sebab selama berabad-abad peradaban dan pencarian religius, mereka telah berusaha mengenal Allah dan kebenaran-Nya. Tetapi Paulus menunjukkan kegagalan usaha manusia seperti itu, kebodohan dan hidup tak bermoral lebih kentara di kalangan bangsa-bangsa di mana Allah belum berbicara sebagaimana telah dilakukan-Nya terhadap bangsa Yahudi.
Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. (Rm 1:21). Kita harus membandingkan ayat ini dengan satu ayat di dalam kitab Kebijaksanaan (Jika dengan menikmati keindahannya mereka sampai menganggapnya allah, maka seharusnya mereka mengerti betapa lebih mulianya Penguasa kesemuanya itu. Sebab Bapa dari keindahan itulah yang menciptakannya. - Keb 13:3), dan dengan Kisah Para Rasul di dalam ceramah Paulus (supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-masing. Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga. – Kis 17:27-28).
Di dalam ayat-ayat tersebut, Alkitab menerangkan dengan jelas, bahwa setiap orang bisa mengenal Allah. Barang siapa memandang dunia dan merenungkan tentang kehidupan, tentu akan dengan mudah mendapatkan tanda-tanda kehadiran Allah, tetapi ketika seorang hidup di dalam dosa, kebenaran itu seperti didiamkan. Biasanya orang-orang tidak menolak Allah secara terang-terangan, mereka hanya tidak memberi perhatian kepada-Nya.
Iman itu bukanlah suatu pilihan atau suatu kemewahan, seolah-olah kita dapat hidup tanpa iman. Tentu saja, kebanyakan orang di bumi ini hidup tanpa iman dan kelihatannya mereka hidup enak, tetapi jika kita menghapus semua yang datang dari iman dalam budaya dan kehidupan kita, dunia ini akan mati karena kekurangan harapan, sebagaimana terjadi di negara-negara dan ideologi-ideologi yang menolaknya. Inilah alasan mengapa dalam pewartaan Injil, kita membebaskan orang-orang yang sungguh memerlukan Injil, walaupun mereka sendiri merasa berkecukupan.
Begitu pula pada zaman kontemporer ini, kita tidak usah terkejut bahwa di dalam negara-negara maju, homoseksualitas diterima oleh beberapa ‘orang Kristen’. Ini adalah suatu akibat dari pemujaan berhala dalam suatu masyarakat  yang konsumeristik. Di sana diakui secara terang-terangan, bahwa mereka yang beruang dan berkesehatan baik dapat memenuhi setiap keinginannya dan mereguk kenikmatan sepuas-puasnya dalam hidup ini. Orang-orang semacam ini menggantikan Allah dengan mahluk ciptaannya, walaupun mereka berbicara tentang Allah, namun mereka mengabaikan kemuliaan-Nya dan kegelapan memenuhi akal mereka. Mereka bersenda gurau dan mengklaim bahwa mereka berbahagia, tetapi sesungguhnya mereka adalah manusia bernafsu daging yang sedang menuju pada maut (Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap – Rm 1:21).
Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka. (Rm 1:26-27). Paulus menekankan fakta tentang hubungan homoseksual. Di dalam dunia orang Yunani, hubungan seksual khususnya antara dua orang pria, adalah sesuatu yang diterima, bahkan dipuji oleh filsuf-filsuf besar, menurut Paulus sikap seperti itu bukanlah tanda roh yang bebas dan terbuka, melainkan sesuatu yang datang dari ketidak-tahuan mereka akan Allah.
Kutukan ini mengulangi apa yang dikatakan dalam Perjanjian Lama dan membuat kejutan bagi orang-orang Kristiani di negara-negara di mana sebetulnya agama mereka adalah liberalisme (Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. - Im 20:13). Liberalisme seksual, khususnya dalam menerima berhala yang khusus bagi masyarakat liberal, telah menjadi masyarakat konsumeristik. Di sana bagi mereka yang mempunyai uang dan dalam keadaan sehat, cita-cita mereka adalah memuaskan setiap keinginan mereka sendiri dan memperoleh keuntungan semaksimal mungkin dari hidup ini. Dengan begitu Allah digantikan oleh mahluk ciptaan, binatang atau barang-barang yang diproduksi, maka seseorang dapat menaruh dalam mulut Tuhan apapun juga, sebab Kemuliaan-Nya tidak diketahui dan kegelapan menutupi pikiran mereka.
Memang, hubungan homoseksual adalah suatu bentuk pemujaan berhala, yaitu pemujaan tubuhnya sendiri, ini tidak berarti bahwa kita  mengutuk mereka yang mempunyai kecenderungan ke hubungan homoseksual, baik karena kodratnya, atau yang sering kali karena kebudayaan yang keliru.
(Kitab Suci Komunitas Kristiani – Edisi Pastoral Katolik)

Tidak ada komentar: